Minggu, 20 Desember 2020

KH. HASAN BASRI


HASAN BASRI


KH. Hasan Basri lahir di Amuntai, Sabtu, 5 Juni 1954 M (bertepatan dengan 4 Syawal 1373 H) adalah pendidik pada Pondok Pesantren “al-Baqiyatus Shalihat” Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Beliau termasuk ulama yang berpengaruh di Provinsi Jambi, di samping KH. Muhammad Daud Arif yang juga kelahiran Amuntai, Kalimantan Selatan.

Diantara kalam beliau:

“Bersabarlah dalam menghadapi cobaan dan selalu mengintrospeksi diri. Karena setiap cobaan yang diterima pada hakikatnya untuk menambah derajat ke tempat yang lebih tinggi”.

“Anak muda harus punya keyakinan dan kemauan keras. Memang tidak ada yang mudah, tetapi juga tidak ada yang tidak mungkin selagi mau berusaha, selebihnya kita juga diwajibkan selalu bertawakkal”.

“Dan sebaik-baik kekayaan adalah kaya hati, kaya terhadap memandang baik diiri seseorang. Dan sebaik-baik  kemiskinan memandang kekurangan diri sendiri”.

Ustadz MUHAMMAD SYAHRUDDIN

 

MUHAMMAD SYAHRUDDIN 

 

Ustadz Muhammad Syahruddin bin H. Johan adalah seorang guru al-Qur’an, berkecimpung didalam pengajaran pembacaan al-Qur’an di beberapa TPA. Beliau sempat menyusun buku “Ikhtisar Ilmu Tajwid” (84 hal) diterbitkan oleh Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai, 1999. Buku tersebut juga tersimpan di Perpustakaan Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin. Disamping itu, beliau juga ada menyusun buku kecil tentang lagu-lagu untuk Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA).

Telah berpulang ke rahmatullah pada hari Sabtu, 19 Desember 2020 M (bertepatan dengan 4 Jumadil Awwal 1442 H).

Kamis, 03 Desember 2020

Muallim H. SADERIANNOOR

 

Ustadz H. Saderianoor bin H. Husin Kaderi, lahir di Ilir Mesjid, Sungai Banar, Amuntai, Jum’at, 8 Maret 1968 M, bertepatan dengan 9 Zulhijjah 1387 H. Berlatar belakang pendidikan Pondok Pesantren “Darussalam”.  Sekarang menjadi pendidik di Pondok Pesantren “Ar-Raudhah” Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, Amuntai.

Diantara kalam beliau:

“Bila handak mulia, rohnya mulia, jasadnya mulia, (maka) carilah ilmu”.

“Wa idzaa sa-alaka ‘ibaadii ‘annii fa innii qariib ... (Qs. Al-Baqarah ayat 186)”, apabila batakun wahai Muhammad ummat kamu tentang Aku, padahakan Aku itu parak bangat”. Kenapa parak banar? Sebab Allah ta’ala itu tahu (mengetahui), mendengar, melihat. :ebih kenal Allah Ta’ala dengan kita ini daripada kita mengenal diri kita sendiri. Allah Ta’ala Maha Tahu. Kita pang? Kada tahu. Dekatnya Allah Ta’ala lebih dekat daripada engkau dengan kerongkongan engkau. Kerongkongan kita yang ada didalam (leher) kita kada tahu, padahal kada jauh lawan diri kita, tapi kita kada tahu. Tetapi kalau Allah Ta’ala mengetahuinya, melihat dan mendengar”.

“Belajar (lah) tauhid (agar) dapat menyaksikan Allah Ta’ala (menyaksikan kebesaran Allah, pen) lalu ma’rifat ngarannya. Ma’rifat itu tahu lawan Allah Ta’ala, imbah tahu pang, lalu handak taqarrub. Jadi mun orang tu pian tahu, pasti handak taqarrub, handak baparak (mendekat)”

“Kebanyakkan kita kada (tidak) melihat kepada suatu petunjuk yang baik. Kadang-kadang orang-orang itu hanya meilhat yang, yang dingat-ingat adalah kejahatan seseorang, tetapi mereka lupa dengan kebaikan seseorang.  Maka dengan ini kita memuji Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan hidayah dan akan membukakan hidayah tersebut akan segala perbuatan-perbuatan yang indah, yang benar, maka denga melihat keindahan dan perbuatan yang benar, maka kita ingin mengikuti.”

“Tidak akan tercapai suatu kebajikan, terkecuali ia berani mengeluarkan apa yang dicintai.