Rabu, 28 Juni 2017

Prof. DR. KH. M. ZURKANI YAHYA



Prof. DR. KH. Muhammad Zurkani Jahja bin H. Yahya dilahirkan di Palimbangan, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Minggu, 15 Juni 1941 M (bertepatan dengan 20 Jumadil Awwal 1360 H) dan wafat pada tanggal 7 Februari 2004 M (17 Zulhijjah 1424 H) 




Pendidikan formal ditempuhnya di Sekolah Rakyat Negeri (SRN) Palimbangan (lulus 1953) dan Perguruan Sendi IMI Palimbangan. Pendidikannya di IMI berlangsung pada sore hari selama 4 tahun (lulus 1954). Kemudian ia meneruskan pendidikannya di Perguruan Normal Islam, Amuntai Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah. Sejak memasuki perguruan inilah mulai tumbuh cita-citanya untuk menjadi seorang pendidik dan cendekiawan muslim.
Setelah menamatkan studinya di Normal Islam (lulus 1959) ia hijrah ke Banjarmasin untuk meneruskan pendidikannya di PGAN lengkap 6 tahun (1961). Setelah itu ia kembali lagi ke Amuntai, meneruskan pendidikannya di tingkat sarjana muda di Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari di Amuntai sambil bekerja sebagai guru agama. Sedangkan sarjana lengkapnya di selesaikan ketika kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan mengambil jurusan atau fakultas dakwah. Ketika program pascasarjana di IAIN dibuka pada awal 80-an (1982), ia rela meninggalkan pekerjaannya sebagai PNS dan kembali melanjutkan pendidikannya di Fakultas Pasca Sarjana (S2 dan S3) di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Karir diawali sebagai guru agama ketika ia diangkat oleh Kepala Jawatan Pendidikan Agama Departemen Agama dengan jabatan Guru Agama Putera pada tanggal 1 Mei 1961. Ia kemudian mengajar di Perguruan Normal Islam (1961-1967) dan guru agama pada PGA 6 Tahun Rakha Amuntai (1963-1967) serta guru agama pada SMAN Candi Agung Amuntai (1967). Ia kemudian pindah bekerja di Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin (1971-1977). Tetapi kemudian ia kembali mengajar di Amuntai, yakni menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari, Amuntai (1978-1979). Setelah menyandang dosen luar biasa, beliau kemudian menjadi dosen tetap pada Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari (1980-2004). Selain menjadi dosen tetap Fakultas Ushuluddin, Dia juga mengajar sebagai dosen luar biasa di Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari cabang Samarinda dan STIA Rakha Amuntai sejak tahun 1988 hingga akhir dekade 90-an. Ketika Program Pascasarjana dibuka di IAIN Antasari ia juga menjadi salah satu pengajar utama di program ini dari tahun 2000 hingga 2004.
Jabatan yang pernah didudukinya di lembaga pendidikan dan pemerintahan sejak dekade 60-an hingga dekade 90-an, adalah (1) wakil kepala sekolah PGA 6 tahun Rakha Amuntai (1963-1967), (2) Kepala Seksi Perguruan Agama pada Bidang Pendidikan Agama Kanwil Departemen Agama Propinsi Kalimantan Selatan  (1973-1977), (3) Dekan Fakultas Tarbiyah Rakha Amuntai (1978-1980), (4) Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin (1980-1982), (5) Pembantu Rektor III IAIN   Antasari Banjarmasin (1989-1993), (6) Pembantu Rektor II IAIN Antasari Banjarmasin (1993-1996), dan (7) Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin (1996-2000). Jabatan akademik tertinggi yang telah diraihnya adalah Guru Besar Ilmu Filsafat Islam. Pidato pengukuhan guru besarnya disampaikan dalam Rapat Senat Terbuka IAIN Antasari pada tanggal 16 Agustus 1997 dengan judul orasi ilmiah: “Teologi Ideal Era Global (Pelbagai Solusi Problem Teologis)”.
Zurkani Jahya juga aktif berorganisasi dan terlibat dalam kepengurusan beberapa perkumpulan. Beberapa posisinya di beberapa organisasi dan lainnya sejak dekadee 60-an hingga dekade 90-an adalah (1) Ketua Lembaga Sosial Desa (LSD) Palimbangan (1961-1963), (2) Ketua Ranting IPQIR Desa Palimbangan (1961-1965), (3) Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UNISAN Amuntai (1963-1965), (4) Ketua Cabang PMII Amuntai (1964-1966), (5) Pemimpin Redaksi Majalah Bulanan “Media Pendidikan Agama”, Banjarmasin (1975-1977), (6) Ketua Pengurus Madrasah Ibtidaiyyah al-Irsyad Palimbangan (1977-1987), (7) Ketua Dewan Pembina Pondok Pesantren al-Istiqamah Banjarmasin (1985-1990), (8) Ketua Umum Panitia Pembangunan Masjid Assa‟adah Beruntung Jaya Banjarmasin (1991-1996), (9) Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah NU Provinsi Kalimantan Selatan Banjarmasin (1991-1996), dalam kepengurusan Tanfidziyah ini ia bersama dengan H. Tabrani Basri (wakil ketua), H. Babdera (wakil ketua) dan H. Husin Naparin (wakil ketua). Pada kepengurusan periode ini ia menggantikan H.M. Saleh Fauzie (periode 1986-1990); (10) Anggota Dewan Pakar ICMI Orwil Kalimantan Selatan Banjarmasin (1992-1995), (11) anggota Dewan Pertimbangan DPD Golkar Tk I Provinsi Kalimantan Selatan Banjarmasin (1994-1999), (12) Anggota Dewan Penasihat ICMI Orwil Kalimantan Selatan Banjarmasin (1995-2004), (13) Anggota Pleno Pengurus MUI Tk I Kalimantan Selatan Banjarmasin (1992-1996), (14) Anggota Dewan Pertimbangan Pengurus MUI Tk I Kalimantan Selatan Banjarmasin (1996-2004), (15) Anggota Senat IAIN Antasari Banjarmasin (1994-2004), (16) Anggota Dewan Pakar Himpunan Peminat Ilmu Ushuluddin (HIPIUS) Pusat Jakarta (1996-2004), (17) Anggota Komisi Penelitian dan Pengembangan Daerah Tk. I Provinsi Kalimantan Selatan (sejak 1997), (18) Anggota Gerakan Sasanga Banua Dati I Kalimantan Selatan Banjarmasin (sejak 1997), (19) anggota Satgas Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) wilayah XI Kalimantan (sejak 1996). Ia juga pernah menjadi Ketua Yayasan Serba Bakti, Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Banjarmasin, sekaligus Pimpinan Pondok Remaja Inabah (Pusat Rehabilitasi Korban Narkoba) Banjarmasin. Selain sebagai aktivis, intelektual, pejabat dan pendidik, Zurkani Jahja ternyata juga seorang mursyid tarikat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.
Zurkani Jahja merupakan dosen dan intelektual muslim yang sangat produktif menulis. Tulisan-tulisannya yang disajikan dalam bentuk makalah dan artikel ilmiah yang disajikan dalam acara diskusi, seminar, pelatihan dan publikasi jurnal ilmiah di antaranya adalah: (1) Asy‟arisme dan Primitivisme, (2) Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu): Studi tentang Teologi dan Ajaran, (3) Islam dan Kebatinan: Studi tentang Aliran Paryana Suryadipura, (4) Karakteristik Sufisme yang Berkembang di Nusantara Abad ke-17 dan 18, (5) Karakteristik Intelektual Muslim (Sebuah Refleksi terhadap Ayat 190-191 Ali Imran), (6) Mengenal Allah dengan al-Asma` al-Husna, (7) Beberapa Catatan Sekitar Etos Kerja Masyarakat Islam di Kalimantan Selatan, (8) Nilai-nilai tradisi Keislaman dan Posisinya dalam Pembangunan, (9) Kesiapan dan Perilaku Generasi Muda Muslim dalam Mewujudkan Kemajuan Islam Ditinjau dari Syariat Islam, (10) Strata Pengajian Tasawuf dalam Konsepsi Abu Hamid al-Ghazali, (11) Warisan Budaya Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esaa, (12) Ide Pembaharuan Nurcholish Madjid, (13) Bahasa Banjar Arkais dalam Kitab Sabil al-Muhtadin, (14) Hubungan Antara Syariat dengan Kehidupan Spiritualitas (Tarikat), (15) Syariat, Sufisme dan Tarikat (Refleksi terhadap Beberapa Kasus di Kalimantan Selatan), (16) Konsepsi Agama Islam tentang Pembinaan Keagamaan dan Ketertiban Masyarakat, (17) Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Pandangan Islam, (18) Islam di Kalimantan Selatan (masukan dalam Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu), (19) Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah, (20) Sabil al-Miuhtadin, (21) Al-Ghazali, Sufisme dan Teologi, (22) Spiritualitas Islam, (23) Sufisme dan Kehidupan Modern, (24) Beberapa Catatan Sekitar Moralitas Umat Beragama dalam Masyarakat Pluralistik, (25) Tanggapan Terhadap Ajaran Tasawuf Akhlak Achmad Abdullah Terang Banjarmasin, (26) Memilih Masalah Penelitian untuk Skripsi Pada Fakultas Ushuluddin, (27) Etos Kerja Masyarakat Islam di Kalsel, (28) Peranan Agama dalam Memperkuat Jati Diri Bangsa, (29) Jenjang Pendidikann Akidah Umat Islam Menurut Al-Ghazali, (30) Pendekatan Rasional terhadap Masalah Akidah dan Moral, (31) Metodologi Penelitian Studi Naskah/Literatur Histori, (32) Penyalahgunaan Ekstasi dan Sejenisnya, Ditinjau dari Aspek Psikis, Fisik, Sosial dan Agama, (33) Samaniyah dan Tarekat-tarekat Lainnya: Hubungan Ajaran, (34) Aktualisasi Filsfat dalam Teologi Islam, (35) Dakwah dan Pemberdayaan Umat, (36) Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari di Bidang Teologi dan Tasawuf, (37) Problematika Dakwah di Pedesaan, Unit Pemukiman Transmigrasi dan Masyarakat: Kerjasama Mengatasinya, (38) Pemahaman Institusi keluarga serta Perubahan Posisi dan Peran Pria Wanita dalam Keluarga Bahagia Sejahtera, (39) Kemungkinan Adanya Ko-eksistensi antara Asyari dan Primitivisme (Himmah Palangkaraya), dan (40) Teologi Islam Era Global (Pelbagai Solusi Problem Teologis). Selain itu, ia aktif pula menulis secara rutin di Tabloid Serambi Ummah, membidangi rubrik Filsafat Islam, Tasawuf dan Kalam, tulisannya yang paling banyak dan populer di tabloid ini adalah paparannya mengenai al-Asma` al-Husna yang ditulis mulai 7 Agustus 1998 hingga selesai pada edisi nomor 049. Tulisan inilah yang kemudian diterbitkan dengan judul Asmaul Husna (dua jilid) pada tahun 2002 oleh Grafika Wangi Kalimantan.
Karya intelektual Zurkani Jahja juga ada yang berbentuk laporan hasil penelitian baik dilakukan secara individu maupun berkelompok. Selama karier akademiknya sebagai dosen, ia pernah beberapa kali melakukan penelitian. Inilah beberapa hasil penelitiannya:
(1) Potensi Madrasah di Kalimantan Selatan (Anggota Tim Peneliti ), BAPPEDA, 1974, (2) Pemikiran-pemikiran Keagamaan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Anggota Tim Peneliti), IAIN Antasari, 1989, (3) Faktor-faktor Penyebab Sedikitnya Calon Mahasiswa Baru Fakultas Ushuluddin (Ketua Tim Peneliti), IAIN Antasari, 1990, (4) Transkripsi dan Anotasi Kitab Sabil al-Muhtadin (Anggota Tim Peneliti), IAIN Antasari, 1992, dan (4) Unsur-unsur Filsafat dalam Kitab Siraj al-Muhtadin Karya H. Asy’ari Sulaiman (penelitian individu), IAIN Antasari 1996.
Adapula beberapa karya intelektual Zurkani Jahja yang ditulis dalam bentuk buku. Sebagiannya ada yang dicetak dan dipublikasikan dan adapula yang belum diterbitkan dan dipublikasikan. Beberapa karya yang belum dipublikasikan ini hanya tersimpan di perpustakaan dan beredar di kalangan terbatas berbentuk diktat. Beberapa karyanya yang belum diterbitkan adalah: (1) Asal Usul Aliran Kebatinan (1980), (2) Pengantar Studi Aliran Kebatinan (1981), (3) Pengantar Psikologi Sosial (ADIB, Banjarmasin, 1981), (4) Risalah Aliran Kebatinan di Indonesia (1982) dan Sejarah Kepercayaan Masyarakat Indonesia: Kejawen dan Kaharingan (1985). Selanjutnya, karya intelektualnya yang telah dipublikasikan baik sebagai tim penulis maupun penulis tunggal adalah sebagai berikut: (1) Teologi al-Ghazali Pendekatan Metodologi (1996) diterbitkan oleh pustaka Pelajar; (2) “Asal Usul Thorekat Qadiriyah Naqsabandiyah dan Perkembangannya” sebagai kontributur dalam Harun Nasution (ed.), Thoriqat Qadiriyah Naqsyabandiyah (diterbitkan oleh IAI Al-Mubarakiyah, Tasikmalaya, 1990), (3) Sejumlah entri dalam Ensiklopedi Islam Indonesia dan Ensiklopedi Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (4) Sebagai salah satu tim penulis pada buku Sejarah Banjar (diterbitkan oleh Balitbangda Kalsel), dan terakhir adalah Asmaul Husna (jilid) terbit pada tahun 2002 dan kemudian diterbitkan ulang dan dipublikasikan secara nasional dengan judul baru 99 Jalan Mengenal Tuhan (2010) diterbitkan oleh Pustaka Pesantren Yogyakarta.


Diantara kalam beliau:

“Sifat berlebih-lebihan tidak hanya mengakibatkan jelek bagi si pelaku, tapi juga bisa membawa akibat buruk bagi masyarakat luas yang melihatnya”.
“Jihad spiritual tidak sama sekali bertujuan untuk menghancurkan musuh (objek)  secara total, tetapi hanya berusaha mengalahkannya agar bisa tunduk kepada hukum agama”.
“Adanya macam-macam tarekat hanya berimplikasi pada perbedaan dalam zikir kepada Allah Swt, karena esensi setiap tarekat adalah zikir kepada Allah. Dzikrullah dalam tarekat pada umumnya bertujuan  untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt”.
“Untuk bisa “dekat” kepada Allah, secara spiritual orang haru menapaki jalan Allah dan mendekati pelbagai tanjakan yang diebut maqamat. Selama dalam perjalanan (suluk) itu, si salik bisa memperoleh pelbagai siraman suasana hati (ahwal) yang bisa meneguhkannya dalam perjalanan. Bahkan bisa memeperoleh pengetahuan yang diterima langsung dari Allah Swt (ma’rifah), karena kebersihan jiwanya”.
“Jika kita bertemu 2 pertimbangan terhadap suatu masalah kehidupan, satu pertimbangan rasional dan yang lain pertimbangan ilahiyat atau perintah agama, maka harulah diutamakan tindakan yang sesuai dengan perintah agama, meskipun tampaknya kurang rasional”.


“Sabar tidak bisa lepas dari musibah.Tapi musibah juga tidak bisa lepas dari tekad hati  seseorang  atau  tujuan  hidupnya.  Orang  yang  tidak mempunyai tujuan  hidup, tidakbisa melihat sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya sebagai musibah atau bukan”.

“Tawakkal kepada Allah harus dibarengi dengan kerja yang mengarah kepada tercapainya tujuan.Tawakkal tidak menafikan amal. Tawakkal adalah sikap teologis-psikologis  orang beriman. Amal (usaha) adalah realitas kehidupan yang harus dihadapi setiap orang. Tercapainya suatu tujuan dengan pelbagai usaha yang logis-sistematis, merupakan suatu realita kehidupan.”

“Tawakkal tanpa usaha  akan membawa kemunduran. Usaha tanpa tawakkal akan mudah mendatangkan frustrasi, bahkan psikosomatik bagi yang bersangkutan. Bagi orang yang mau sukses, tawakkal harus dibarengi dengan usaha kearah tercapainya tujuan. Kecuali orang-orang yang ‘arif billah, tawakal tanpausaha bisa mendatangkan sukses, karena “kemukjizatan” sudah menjadi konsumsi kesehariannya. Tapi orang-orang begini sangat langka adanya”.

HM. SYAIFUDDIN, Lc



HM. Syaifuddin, Lc adalah putra dari KH. Syamsul Arifin bin H. Sulaiman, lahir di Amuntai, Jum'at, 5 Oktober 1962 M (bertepatan dengan 6 Jumadil awwal 1382 H). Setamat SD (1974) beliau melanjutkan pendidikan  tingkat Mts dan MA di Normal Islam Rakha Amuntai. Kemudian meneruskan menimba ilmu pada Universitas al-Azhar hingga memperoleh gelar Lc.


Karir dimulai ketika diangkat sebagai Staf Kasubag pada kantor Departemen Agama Kab. HSU (1992), kemudian menjadi Pejabat Kepala KUA Kecamatan Paringin (1993) dan terakhir sebagai guru MTs Negeri Amuntai (1993-2016). Semasa hidup beliau aktif dalam kegiatan majelis taklim dan juga menjadi khatib di beberapa masjid. Beliau berpulang kerahmatullah tahun 2016 M.

Diantara kalam beliau:

“Dunia kita sekarang tampaknya memang sudah terbalik, pada hari jum’at, misalnya, yang berada di shaf pertama adalah orang-orang awam, sedang para ulamanya sengaja terlambat datang dan lebih suka shalat di barisan belakang. Tetapi, manakala pejabat yang mengundang, para ulama banyak yang datang dan berebut mengisi barisan terdepan, apalagi bila disediakan amplop penuh uang”.
“Dalam mendidik anak, kalau dulu, seandainya kita biarkan saja tidak diurus kiranya masih dapat jadi “orang”. Tetapi sekarang, meskipun selalu kita perhatikan, apalagi jika tidak, kelakuannya sudah tidak seperti orang”.

KH. MUHAMMAD GHAZALI



KH. Muhammad Ghazali adalah ulama yang berasal dari Desa Panyaungan Amuntai Utara. Beliau meninggal pada tahun 1957 M (1376 H) .


H. ABDUL CHALIK DACHLAN



H. Abdul Chalik Dachlan bin Dachlan Sa’al, lahir di Alabio, Sabtu, 30 Juni 1928 M (bertepatan dengan 11 Muharram 1347 H). Ketika remaja beliau aktif di kepanduan Hizbul Wathan.


Karir beliau dimulai ketika diterima bekerja di lingkungan Departemen Agama (1952), hingga menjadi Kepala Kantor Pendidikan Agama Kab. HSU (1954). Pada tahun 1958 beliau pindah ke Banjarmasin karena diangkat menjadi Kepala Kantor Pendidikan Agama Propinsi kalsel (1958) dan terakhir sebagai Pejabat Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Kalsel (1983).
Beliau adalah figur yang aktif dalam organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, diantaranya aktif di organisasi Muhammadiyah, menjadi Ketua yayasan Rumah Sakit Islam Banjarmasin, Ketua Dewan masjid Indonesia (DMI) Kalsel, Wakil ketua dan anggota Dewan Pertimbangan MUI Kalsel, anggota Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Kalsel, serta anggota Dewan Penyuluh Agama Utama Bimas Islam Kalsel.