Jumat, 10 Desember 2021

Guru ABDUL QAYYUM

 

Guru Abdul Qayyum adalah salah seorang da’i dari Desa Manarap Hulu, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Diantara kalam beliau:

“Menurut Nabi, alamat orang yang celaka itu ada 4 (empat). Yang pertama, ia lupa akan dosanya yang telah lalu padahal dosa itu disimpan di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Catatan amal ibadah kita itu – baik dan jahat – itu disimpan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Jadi jangan sampai kita melupakan dosa yang pernah kita perbuat, baik dosa terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala, baik dosa terhadap kedua orang tua, kepada jiran tetangga, baik dosa kepada suami dan lain sebagainya. Harus selalu kita ingat, jangan sampai melupakan dosa itu. Apabila kita selalu mengingat dosa yang sudah kita kerjakan, lalu hendaknya segeralah kita untuk minta ampun dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Jangan sampai kita menunda-nunda taubat, (sebab) kata Nabi, celaka orang yang suka menunda-nunda taubatnya. Yang kedua, Menyebut-nyebut kebaikan padahal kebaikan itu belum tahu apakah kebaikan itu diterima atau tidak oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Menyebut-nyebut kebaikan, (seperti katanya: ) aku itu ini dan sebagainya, padahal kita kada tahu apakah kebaikan kita itu diterima ataukah ditolak. Itu yang harus kita fikirkan. Bertafakkur kepada Allah, diterimakah amal ibadah kita atau tidak. Kalau diterima Allah, syukur alhamdulillah, dan kalau tidak diterima, bagaimana nanti kita berurusan dengan Allah Subhanahu wa ta’ala. Nah, itu tanda orang yang celaka, yaitu suka menyebut-nyebut kebaikan. Yang ketiga, dalam urusan-urusan dunia, urusan harta benda, urusan-urusan pangkat, jabatan dan kedudukan dia memandang kepada orang yang lebih tinggi daripadanya. Misal, orang sebelah rumah ba-isi mobil 2 hendak jua baisi 2 buah. Kenapa? Karena dia suka memandang yang diatas, akibatnya tidak ada rasa syukur didalam hati kita kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Nimat yang sudah diberikan Allah Subhanahu wa ta’ala kada disyukurinya. Kenapa? Karena inya suka memandang kepada orang yang lebih tinggi daripada dirinya. Kalau kita memandang kepada orang yang lebih rendah daripada kita, (misal) kita sudah punya mobil, alhamdulilah, padahal tetanggaku tidak mempunyai mobil , dia hanya mempunyai sepeda motor. Bagi yang ba-isi sepeda motor, syukur karena ada orang lain yang hanya ba-isian sepeda. Kata yang ba-isi sepeda, syukur ba-isi sepeda, tetangga yang disebelah dia hanya Cuma jalan kaki. Kata yang berjalan kaki, syukur, tetanggaku yang disebelah (kakinya) kada kawa bajalan lagi. Jadi rasa syukur kita kepada Allah itu harus kita pelihara. Rasa syukur seperti itu ada, kenapa? Karena kita memandang kepada orang yang dibawah dalam urusan dunia, tidak memandang orang yang di atas. Kalau kita memandang yang diatas, maka itu dapat menyebabkan kita menjadi tamak, rakus, handak tarus peribahasanya. Yang keempat, alamat orang akan celaka, yaitu kalau dalam urusan agama (maka) ia memandang kepada orang yang lebih rendah daripada dirinya. (seperti katanya: ) si anu tu pang kada sembahyang ha, tapi sugih ha inya. Si anu tu kada puasa ha inya. Akibatnya inya umpat manuruti orang nang kada sembahyang, maumpati orang nang kada puasa. Kenapa? Karena dia suka memandang orang yang dibawah. Padahal untuk urusan agama hendaknya memandang kepada orang yang lebih tinggi ibadahnya daripada kita. Tapi kalau dia memandang kepada orang yang lebih rendah pemahaman agamanya, maka itu tanda ata alamat orang yang celaka”.

Kamis, 09 Desember 2021

KH. AHMAD MURNI

KH. Ahmad Murni, lahir di Bitin, Kabupaten Hulu Sungai Utara, pada hari Kamis, 1 Februari 1968 M (bertepatan dengan 2 Zulqaidah 1387 H). Berlatar belakang pendidikan pondok pesantren, yang kemudian menjadi pendidik di Pondok Pesantren “Darul IlmiLandasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Beliau juga pada tahun 2018 mendirikan Pondok Pesantren yang diberi nama Ponpes “Karamatul Aulia”.

Diantara kalam beliau:

“Pokok utama dalam menuntut ilmu adalah wara’ dan istiqamah. Di dalam menuntut ilmu, kalian (kita) itu harus menjadi orang yang wara’, jangan jadi warik. Kenapa? Wara’ artinya memelihara. Minimal wara’ (menurut) orang awam yaitu memelihara dari yang haram. Jadi jangan sampai ada melakukan hal-hal yang haram, terutama urusan makanan dan minuman, harus bujur-bujur dijaga. Karena kalau kalian tidak wara’, tamakan nang haram, (maka) menuntut ilmunya tidak berkah, amalannya kada diterima. Kalau sedikit saja didalam diri kita ada makanan yang haram maka ibadah tidak akan diterima.”

“Ilmu itu harus (yang) barakoh. Kalau tidak barokah artinya ilmunya kada bermanfaat”.

“Kita harus sadar, hari-hari ini kita menjalani kehidupan makin berkurang umur kita. Umur kita ini model (seperti) obat nyamuk nang dinyalakan. Terus berkurang sampai akhirnya ke ujung. Jadi kita harus berfikir, barangkali parak sudah umur. Apalagi tanda-tandanya umur sudah parak, banyak sudah surat malakul maut, (seperti) mata kada tapi hawas, alias kabur, pandangan tumbur, gigi tahambur, makanan bubur, bajalan tamara tamundur, pas tacabur kedalam sumur, pas habis umur. Mati.”

“Kalau dengan al-Qur’an (yang dalilnya) sudah nampak, nyata, dan jelas, sudah kada mau ba-iman, maka bagaimana bisa diharap lagi kalau dengan yang lainnya. Dengan (pemnjelasan) al-Qur’an saja sudah kada percaya, apalagi dengan (penjelasan) selain al-Qur’an, kadada harapan. Inilah tipe orang-orang yang kada mau memikirakan sehingga kada mau beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala”.

Rabu, 08 Desember 2021

Ustadz H. AHMAD YUSUF

 

Ustadz H. Ahmad Yusuf adalah putra dari KH. Zainuddin Astani (Guru Tuha) Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Diantara kalam beliau:

“Allah Subhanahu wa ta’ala menyuruh kepada kits, yang pertama adalah beribadah. Yang kedua, jangan mensyarikatkan, menyekutukan Allah lawan (dengan) yang lain. Jangan sampai disalam dzahir kita, dalam nampak kita, atau dalam batiniah kita, hati kita, jangan sampai kita mensyarikatkan Allah. Contohnya, kalau didalam hati kita, kadang-kadang kita bisa garing (sakit), lalu makan obat misalnya. Sembuh. Nah lalu inya bersuara, sampai ke hatinya. Ujarnya nang manyambuhakan itu obat, maraga obat. Nangkaya ini ngarannya sama haja syirik. Atau inya (dia) bagawikah (bekerja), lalu ujarnya : yang aku kawa makan ini (karena) aku ini bagawi pang. Kada ingat didalam hatinya (bahwa) yang menyembuhkan itu adalah Allah, yang memberi rezeki, yang memberi makan adalah Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka yang seperti ini termasuk syirik khafi.”

“Allah Subhanahu wa ta’ala juga memerintahkan lawan kita, (bahwa) dengan kedua orang tua kita hendaknya kita berbuat baik. Lawan kuitan hendaknya kita berbakti. Maupun kuitan kita masih hidup atau sudah meninggal. Lebih-lebih mereka masih hidup, kita disuruh bakti lawan kuitan. Kesempatan bagi kita. Kita tu disuruh berbakti dengan kedua orang tua. Orang yang berbakti lawan kuitan itu (maka) Allah membalas bukan saja nanti diakhirat, bahkan dicapatkan (disegerakan) oleh Allah Ta’ala dibalas diwaktu di dunia. Itu ngarannya pahalanya dicapatakan Allah di dunia.”