Minggu, 03 Maret 2024

Ustadz Ahmad Rusydi, MA

 


Ustadz Ahmad Rusydi, MA adalah da’i ilallah yang tinggal di Desa Lok Bangkai, Kecamatan Banjang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Berlatar belakang pendidikan Madrasah Aliyah Khusus (MAK) Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai, kemudian melanjutkan ke program sarjana S1 di LIPIA Jakarta jurusan Syariah. Sedangkan program Master jurusan Ilmu Qur’an dan Ilmu Hadits di tempuhnya pada Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta.  Sekarang menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an (STIQ) Amuntai.

Beliau ada menulis beberapa kitab diantaranya buku “Mukhtalif al-Hadits”, “Tafsir ayat Kauniyyah” dan “Masdar fi Surah an-Nazi’at”.

 

Diantara kalam beliau:

“Minta-minta itu bukan perkara biasa, minta-minta itu hanya boleh ketika sedang terpaksa”

“Orang pertama yang layak disedekahi itu adalah bukan orang yang jauh, tetapi orang-orang yang disekitar kita, (seperti) kerabat kita, anak-anak kita, istri kita, keluarga kita dan juga tetangga”.

“Kepada orang yang meminta-minta, yang bujur-bujur miskin, janganlah kita bentak mereka. Kenapa? Karena orang miskin itu mentalnya sakit sudah dengan kemiskinannya, kalau kita bentak-bentak orang miskin itu, “aur minta ha tarus”, (maka) lukanya 2 kali. Jangan dibentak. Atau apalagi setelah memberi lalu menyebut-nyebut ha pulang, makinnya ai jangan. Luka mereka 3 kali.  Bah jar, aku ai tarus nang mambari ikam ni” Sebagaimana firman Allah yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)” (QS. Al-Baqarah (2) : 264).

Ustadz Rifky Azhari, Lc

 


Ustadz Rifky Azhari, Lc adalah salah seorang da’i ilallah dari Desa Pakacaangan, Kecamatan Amuntai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Diantara kalam beliau:

“Bila kita menganggap dalam diri kita itu ada sesuatu yang orang lain kadada ba-isi, tapi kita merasa ba-isi, itu ngarannya ujub”

“Ada sesuatu pada seseorang yang beribadah itu sesuatu yang lebih jahat, lebih buruk daripada ujub. Kalau seseorang yang berbuat maksiat itu jelas-jelas maksiat, jelas-jelas perbuatan negatif. Tetapi karena itu keburukan maka kemungkinan seseorang itu bertaubat itu ada, tetapi kalau ujub ini, ia itu perbuatan baik, karena beramal ibadah nang baik, tetapi karena kesombongan, karena keangkuhan, karena merasa paling alim, merasa paling sugih, merasa paling bungas (misalnya), ini akan menutup hatinya sehingga susah diberi nasehat untuk bertaubat. Makanya, ujub ini dianggap sesuatu dosa besar, bahkan dianggap sebagai syirik karena menganggap diri kita mempunyai kemampuan, yang hakikatnya “La haula wa la quwwata illa billah” bahwa kita ini kadada ba-isi upaya, kada kawa ba-apa-apa, kadada ba-isi ilmu bahkan untuk menggerakkan satu jari saja tanpa qudrat dan iradat Allah, kita kada mampu”.

“Ketika orang ujub itu merasa inya (dia) merasa ada “aku”, ada rasa keakuan, (hal tersebut) membuat amal ibadah menjadi sia-sia”

“Selalu mengingat, bahwa kita ini masih banyak baisi kekurangan, aib kita sangat banyak, kita ini masih jauh dari sempurna. Hal seperti ini diingati terus ketika rasa ujub mulai tumbuh(maka) perasaaan masih belum sempurna, masih banyak kekurangan, diulang-ulang didalam hati dan pikiran kita, maka ini bisa meredam, bisa mengangkat )menghilangkan) rasa ujub”.

“Kita tancapkan, kita tanamkan yang kuat didalam diri bahwa semua amal kita itu adalah murni karena pertolomngan Allah. Jadi semua amal ibadah kita itu karena ada taufik dan hidayah dari Allah. Kita kawa ba-amal karena Allah lah yang memang menolongi”.

Ustadz H. Anang Wardi

 


Ustadz H. Anang Wardi adalah salah seorang da’i illallah dari Desa Kembang Kuning, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Diantara kalam beliau:

“Kita ini disamping (ber) ibadah, artimnya tu bertaqwa kepada Allah, mendekatkan diri kepada Allah, ada yang utama juga yaitu kita mengharap rahmat Allah. Jangan kita berputus asa dari rahmat Allah. Artinya, (pokoknya) kita yakin bahwa Allah akan memberi kita, baik berupa rezeki atau apa segalanya. Dan jangan pula kita itu sampai memutus rahmat Allah orang lain. Sebagaimana hadits Nabi dari Abu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang fasik yang mengharap rahmat Allah azza wa jalla lebih dekat kepada Allah azza wa jalla daripada seorang ahli ibadah yang membuat orang putus asa dari rahmat Allah azza wa jalla”

“Kita jangan punya prasangka bahwa orang fasik itu pacangan mati kada bagus, jangan. (atau) kita dianggap orang bagus (lalu) pina musti ha, pina harat, jangan jua. Belum tentu lagi. Nang penting kita tetap memohon ampun kepada Allah, jangan sampai kita su’ul khatimah”.