Sabtu, 29 Februari 2020

Drs. H. RAHMANA ABDURRAHMAN, M.Fil.I




Drs. H. Rahmana Abdurrahman, M.Fil.I lahir di Amuntai, Kamis, 17 November 1966 M (bertepatan dengan 3 Sya’ban 1386 H). Adalah alumnus Fakultas dakwah IAIN Antasari (1986-1990). Sebelum diangkat menjadi penyuluh di Kantor Urusan Agama (KUA) Banjarmasin Barat, beliau semenjak kuliah sudah aktif menjadi penyuluh dengan memberikan ceramah diberbagai tempat.

Diantara kalam beliau:

“Sebenarnya, dosa sebesar apapun kalau minta ampun kepada Allah dan bertaubat tidak akan mengulangi lagi, akan diampuni. Lain halnya jika tidak minta ampun, sekecil apapun dosa kalau tidak minta maaf tidak akan mendapatkan ampunan. Sama seperti di dunia, kalau kita tidak minta tolong, orang tidak akan memberikan pertolongan. Begitu juga dengan Allah, kalau kita tidak minta ampun tidak akan mendapatkan pengampunan”.

“Bila emosional tidak cerdas (maka) orang cenderung melakukan tindakan negatif”.

Drs. H. AHMAD NAWAWI, MSi




Drs. H. Ahmad Nawawi, Msi, lahir di Amuntai, Sabtu, 2 Februari 1952 M (bertepatan dengan 6 Jumadil Awwal 1371 H). Beliau adalah Ketua Yayasan Citra “Baburrahman” Banjarbaru periode 2015-2019, yang juga mengelola lembaga pendidikan Islam “Citra Madinatul Ilmi” Banjarbaru.
Jabatan yang beliau pegang diantaranya sebagai Pembantu Dekan I Fakultas dakwah IAIN Antasari dan juga sebagai  Dosen di Universitas Islam Kalimantan (Uniska). Dalam keorganisasian, beliau aktif sebagai Ketua Komisi dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Banjarmasin dan sebagai Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalimantan Selatan.

Diantara kalam beliau:

“Dalam praktek muthaba’ah (mengikut cara nabi dalam beribadah, pen) itu tidak semudah yang diucapkan, karena ada tantangan-tantangan dalam menjalankannya. Diantaranya rasa malas, kurangnya pengetahuan agama dan kuatnya dorongan hawa nafsu. Apabila malas sudah bersarang dalam diri seseorang, maka sesuatu yang bermanfaat tidak akan dilakukan, baik manfaat yang nampak di sunia maupun manfaat yang akan datang di akhirat. Jika yang nampak manfaatnya di dunia saja sudah malas dilakukan, apalagi sesuatu yang hanya nampak terlihat nanti diakhirat”.

“(adapun) yang menyebabkan seseorang kurang berminat melakukan ibadah (adalah) karena tidak mengetahui akan adanya keutamaan atau ganjaran dari ibadah yang dilakukan tersebut. Atau bisa jadi, seseorang tidak melakukan ibadah karena kurang mengetahui akan tatacara pelaksanaan ibadah, padahal, sebenarnya ia mau melaksanakan ibadah, akan tetapi ia tahu bagaimana cara melaksanakannya. (maka) dengan mempelajari ilmu agama akan diketahui buruknya menjadi orang yang malas, mengetahui tatacara beribadah dengan benar dan mengetahui pula tatacara melawan hawa nafsu”.

“Al-qur’an adalah kitab suci orang-orang beriman, dia berisi pedoman, berisi petunjuk untuk menjalani kehidupan ummat manusia agar jangan sampai ke sasar, atau salah menuju jalan, sehingga dia sesat sejauh-jauhnya, sehingga dia mendapatkan kesengsaraan dalam hidup ini, bukan hidup didunia ini saja, tetapi juga kalau mereka tidak berpedoman kepada al-Qur’an, (maka) dia akan mendapatkan jalan yang saah, yaitu jalan yang menuju kesengsaraan dan azab Allah Subhanahu wa ta’ala.”

“Al-Qur’an adalah juga obat, penawar untuk menyembuhkan penyakit, baik penyakit fisik jasmaniah maupun penyakit bathin, penyakit hati, yang mana kesemuanya dapat diobati dengan al-Qur’an”.

“Dan diturunkannya al-Qur’an itu adalah menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Kita yakin, (bahwa) didalam al-Qur’an itu ada obat untuk menyembuhkan atau menangkal Corona ini, tapi barangkali kita (saat ini) belum menemukannya, belum ditunjukkan ayat yang mana. Namun kalau kita berusaha mencari, Insya Allah, Allah akan menunjukkan (bahwa) ayat ini atau ayat itu bagus, cocok untuk mengobati mereka yang telah terpapar penyakit apapun, baik penyakit bathin maupun lahir”.