Selasa, 26 Februari 2019

ALIANSYAH JUMBAWUYA


Aliansyah Jumbawuya, lahir di Amuntai, Senin, 4 Juni 1973 M (bertepatan dengan 3 Jumadil Awwal 1393 H). Setelah tamat SMA (1992) kemudian melanjutkan ke Fakultas Hukum Tata Negara Universitas lambung Mangkurat (1998).


Sejak mahasiswa aktif dalam dunia jurnalistik dengan mempublikasikan puisi, cerpen, berbagai artikel sastra, keagamaan dan sosial kemasyarakatan.
Lama menggeluti aktifitas sebagai freelancer, dan sejak tahun 2001 bergabung menjadi wartawan “Banjarmasin Post” Group dan ditempatkan di tabloid “Serambi Ummah”.

Beberapa buah buku yang sudah diterbitkan diantaranya, “Saatnya Penulis Muslim Menggebrak”, Tahura Media, 2009. Di dalam buku tersebut terdapat beberapa artikel seperti, “ menulis itu ibadah”, “andai ulama rajin menulis’ dan sebagainya. Beliau juga menjadi Tim Penyusun buku “Ulama Kalsel dari Masa ke Masa”, MUI Provinsi Kalsel.

Dalam bidang sastra, juga menulis beberapa buku kumpulan cerpen, seperti Kumpulan Cerpen (Kumcer) “Sayap-sayap Patah Perempuan Bagau”, “Perkawinan Rahasia Sang Bintang”, dan “Jurus Sakti jadi Penulis”, dan bersama dengan Lis Maulina, "Parangmaya", dll.
Cerpen-cerpen beliau terdapat pula dalam antologi cerpen “Ketika Api Bicara” dalam judul “Bayangan Diri”, “Anak Kampret” dan “Izinkan aku mengagumimu”

Diantara kalam beliau:

“Kali ini Suci tak kuasa lagi menahan rasa ingin tahunya. Ia sengaja mencegat ustadzah Fia setelah anak-anak yang lain bubaran.
Mbak, apa sih artinya anak kampret ?
Fia tergeragap. Sama sekali tak menyangka akan mendapat pertanyaan demikian. Dia mengetahui persis latar belakang kehidupan suci. Tapi, apakah gadis kecil di hadapannya ini harus memikul beban dari dosa yang tak pernah dia lakukan? Bukankah setiap anak lahir dalam keadaan fitri meski dari Rahim seorang lonte?
“Suci, apapun omongan orang tak perlu kelewat digubris. Tak usah terlalu mempersoalkan silsilah keturunan. Yang penting tunjukkan akhlak mulia. Bunda memberi kamu nama Suci pasti maksudnya supaya kelak kamu jadi anak yang berhati bersih, tahan menghadapi segala godaan, serta pandai menjaga kehormatan diri. Kamu mengerti kan…”
“Kalau nama saya begitu bagus, tapi kenapa orang-orang suka memanggil saya kampret?” sergahnya.
“Biarkan saja. Ingat setiap kali orang menjelek-jelekan kamu maka pahalanya akan berpindah kepadamu. Jadi mereka itu sendiri yang rugi,” saran Fia coba membesarkan hati Suci.
Suci diam mendengarkan.
“Seperti intan meski berada di kubangan lumpur tetap memancarkan cahaya berkilau. Karena itu, ia jadi berharga dan banyak digandrungi orang-orang. Kamu mau kan seperti itu?
Suci mengangguk.” (Petikan Cerpen “Anak Kampret” karya Aliansyah Jumbawuya, terdapat dalam antologi Kumpulan Cerpen “Ketika Api Bicara”)

Drs. H.M. HASBI SALIM


Drs. H.M. Hasbi Salim adalah putra dari Maslan Yazidi. Lahir di Desa Rumpiang, Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, pada hari Jum’at, 26 Juli 1963 M (bertepatan dengan 4 Rabiul Awwal 1383 H).

Berlatar belakang pendidikan Pondok Pesantren. Tingkatan dasar dan menengah di tempuh di Pondok Pesantren “Abnaul Amin” Rumpiang, sedangkan jenjang Aliyah diselesaikannya di Madrasah Aliyah Swasta “Al-Irsyad” Jambu Burung. Kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) “Antasari” Banjarmasin, mengambil jurusan Tadris Bahasa Inggris (1988), dan S-2 Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin (2011).


Guru bahasa Inggris di SMAN 1 Amuntai ini mempunyai banyak aktivitas diantaranya menjadi dosen diberbagai perguruan tinggi diantaranya Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Amuntai, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STAI) Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Amuntai, dan dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Amuntai.
Dalam keorganisasian aktif sebagai Ketua Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Cabang Amuntai, anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Kalimantan Selatan, juga dipercaya sebagai Ketua DPD BKPRMI Kabupaten Hulu Sungai Utara, Amuntai. Beliau juga menjadi Pimpinan Pondok "At-Taubah" pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Amuntai.
Sangat aktif dalam kegiatan jurnalistik atau tulis menulis di media local maupun nasional. Diantaranya menulis untuk terbitan “Banjarmasin Post”, “Serambi Ummah”, “Radar Banjarmasin”, “ Kompas”, “Sahabat Pena”, “Kiblat”, “Al-Ikhlas”, dan lain-lain.


Dari talenta yang dimiliki tersebut, beliau berhasil memenangkan berbagai sayembara, diantaranya : pada tahun 1999 sebagai juara 2 “Sayembara Kreativitas Guru” yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada tahun 2004 menjadi juara harapan 4 tingkat nasional “Penulisan Fiksi” berupa antologi cerpen anak, tahun 2005 berhasil sebagai juara 2 tingkat nasional penulisan cerita rakyat oleh Pusat Bahasa, dan pada tahun 2007 meraih juara 2 tingkat propinsi pada “Penulisan Cerita Rakyat” oleh Dinas Pariwisata dan Tata Kota Kalimantan Selatan, dan lain-lain.
Karya tulis berupa buku yang telah diterbitkan, diantaranya : “Bunga Rampai Haji dan Umrah (menggelitik dan penuh hikmah), Lepas, Jakarta, 2008. “Magnet Baitullah”, Tahura Media, Banjarmasin, 2010. “Masih ada Cahaya (antologi Kultum)”, Tahura Media, Banjarmasin, 2010, dan “Orang Banjar naik haji” Tahura Media, Banjarmasin, dan lain-lain.

Diantara kalam beliau:

“Hadi melihat remang-remang seseorang lelaki tua sedang melaksanakan shalat sendirian lalu mengambil sandal untuk pulang. Rupanya ia adalah seorang kaum, perawat surau itu.
Assalamu’alaikum! Ucap Hadi memberanikan diri.
Alaikum salam! Sahut lelaki tua itu dengan gagap karena kaget. “Siapa, kau ?” tanyanya dengan perasaan yang berbaur takut dan heran sambil menggosok-gosok matanya. “Apakah kau seorang malaikat?”
Tidak. Aku adalah manusia biasa. Malah aku adalah manusia yang malang, yang sangat memerlukan pertolongan, jika kakek tidak keberatan,” ucap Hadi dengan suara memelas.
“Baiklah” ucap kakek Kurdi.
Hadi diajak kakek Kurdi masuk ke rumahnya yang lebih tepat disebut gubuk yang tidak jauh dari surau itu. Sang kakek yang baik hati itu membolehkannya untuk tinggal bersamanya tanpa batas waktu. Tentu saja Hadi merasa senang luar biasa dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
Di ! Kau masih perlu banyak belajar tentang hidup ini.” Ucap Kakek Kurdi dengan suara yang penuh wibawa. “Untuk merubah perilaku masyarakat tidak semudah membalikkan telapak tangan,” ucap kakek Kurdi. “Seperti di surau sini, aku hanya bertugas merawat dengan sebaik-baiknya dan azan melalui pengeras suara jika jam-jam shalat tiba. Masalah ada tidaknya orang yang ikut shalat berjama’ah, itu bukan urusanku,” lanjutnya dengan senyum yang getir”. (Cerpen “Ketika Api Bicara” karya M. Hasbi Salim, di dalam Kumpulan Cerpen Pendidikan Berkarakter “Ketika Api Bicara”)

“Suibhanallah ! Kalau dipikirkan menurut rumus matematika bagaimana caranya mengumpulkan uang sebanyak itu bisa-bisa pecah berantakan kepala ini jadinya, sebab banyak hal yang diluar dugaan manusiawi. Namun, karena Allah punya kuasa. Kun ! Fayakun. Jadi ! Maka jadilah. Seakan-akan ‘meminta satu, diberi sepuluh’. Mungkin ini yang disebutkan dalam al-Qur’an rejeki yang tidak disangka-sangka (min haitsu la yahtasib).
Sungguh kurasakan begitu deras kran rejeki dari Allah. Ia mengalir melebihi derasnya air ledeng yang keluar dari krannya. Di sini saya teringat pesan guru, “Dekatilah Pemilik ‘kran rejeki’ tersebut (Allah). Bukankah apabila kita mendekati-Nya sejengkal ia mendekati kita sehasta. Dan jika kita mendekati-Nya sehasta Ia akan mendekati kita sedepa. Jika kita mendekati dengan merayap, ia akan mendekati dengan berjalan kaki. Jika kita mendekatinya dengan berjalan kaki, maka ia akan mendatangi kita dengan berlari.
Sungguh ! ini perumpamaan saja. Tapi aku merasakan kebenarannya. Bukankah Allah paling kaya (Maha Kaya), Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Ia pernah berfirman : “… mintalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan.” (Petikan cerpen “Minta 1 diberi 10” di dalam “Orang Banjar Naik Haji” karya M. Hasbi Salim)

“Muhdar termenung sendiri. Diam-diam ia ingin menjabat tangan Abi, teman sebangkunya saat sekolah dulu, sebelum berangkat haji. Ia teringat kata-kata seorang ustadz pada saat halal bihalal, bahwa dosa dengan Tuhan bisa saja diampuni dengan cara bertaubat secara sungguh-sungguh. Tetapi, dosa dengan sesame harus diselesaikan dengan sesame pula. Lama-lama air disudut matanya menetes kian deras, hingga tak terbendung lagi.
Tuhan ! Pertemukan hamba dengan sahabatku itu di Jabal Rahmah nanti! Pinta Muhdar dalam do’a” (Cerpen “Halal Bihalal” di dalam “Magnet Baitullah, antologi cerpen dari Tanah Suci” karya M. Hasbi Salim)

Jumat, 15 Februari 2019

Ustadz H. MUHAMMAD IBNU ATHAILLAH






Ustadz  H. Muhammad Ibnu Athaillah, lahir di Amuntai, Jum’at, 16 Maret 1984 M (bertepatan dengan 13 Jumadil Akhir 1404 H) adalah alumni dari Tahfidzul Qur’an Masjidil Haram Makkah al-Mukarramah. Sekarang menjadi pendidik di Pondok Pesantren “Darul Ilmi” Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.