Senin, 09 Januari 2023

KH. MUHRI ABDULLAH ZEIN


KH. Muhri Abdullah Zein bin Bulkini lahir di Babirik, kabupaten Hulu Sungai Utara pada Januari 1946. Beliau adalah pendidiri Yayasan Majelis dan Madrasah “Subulussalam” Babirik. Berlatar belakang pendidikan SR Babirik 6 tahun dan Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Alabio. Setelah itu untuk tingkatan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah melanjutkan ke Pondok Pesantren “Darussalam” Martapura.

Tuan guru-tuan guru yang sempat mengajar beliau sewaktu di Martapura, diantaranya KH. Sholeh, KH. Rafi’i, KH. Zaini, KH. Ramli, KH. Husin Dahlan, KH. Salman Yusuf, KH. Salim Ma’ruf, KH. Abdussyukur, KH> Sya’rani rif, KH. Badaruddin, KH. Husin Kaderi, dan lain-lain.

Pada tahun 1965 beliau pergi ke tanah suci untuk berhaji sekaligus memperdalam ilmu agama. Di Mekkah sempat berguru dan mengikuti majelis Syekh Yasin al-Fadani (Musnid ad-Dunya).

Sekembali dari tanah suci, beliau dengan beberapa tokoh masyarakat mendirikan sekolah madrasah ibtidaiyah, yang kemudian pada tahun 1968 dikembangkan membajadi Madrasah Tsanawiyah. Kemudian di tahun 1969 membangun gedung baru yang diberi nama Madrasah Tsanawiyah “Subulussalam” Babirik.

Beliau telah berpulang ke rahmatullah bulan Mei 2010, yang bertepatan dengan bulan Jumadil Akhir 1433 H.

 

KH. AHMAD SUHAIMI, Lc

 


KH. Ahmad Suhaimi, Lc lahir di Amuntai, Kamis, 4 Desember 1969 (bertepatan dengan 24 Ramadhan 1389 H) adalah alumni Universitas “al-Azhar” Kairo, Mesir. Menjadi pengasuh  Pondok Pesantren “al-Falah”  Putera Banjarbaru, periode 2011 – 2014. Sekarang menjadi pendidik di Pondok Pesantren tersebut.

Diantara kalam beliau:

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada berkata: “ mulailah oleh kalian, dengan apa yang telah memulai Allah dengannya”. Maksudnya, sunnat (h) kita melakukan apa saja yang Allah mulai. Misalnya, ketika Allah di dalam al-qur’an itu berfirman : “Kullu wasyrabu” (makanlah dan minumlah). Artinya, bagus apabila makan baru minum. Kecuali bagi orang-orang tua yang harus dilicini dulu tenggorokannya dengan air, tetapi bukan berarti dalam Nahwu “waw” itu awalnya “al- wawu li mutlaqil jam’i “ (waw tu semata-mata untuk mengumpulkan saja, tidak menunjukkan urutan. Makanya salah orang mengartikan nggak boleh minum badahulu sebelum makan, karena Allah mengatakan makanlah dan minumlah. Lalu bagaimana jika tenggorokan kasat (kering), (maka) tidak mengapa bila minum terlebih dahulu. Kenapa? Karena “waw” disitu tidak menunjukkan Lit tartib, tetapi hanya menunjukkan li mutlaqil jam’i. Jadi kedudukannya, karena adab itu menunjukkan sunnah, dimana jar Nabi : “Dahulukanlah apa yang Allah dahulukan”, maka kalau niat kita seperti itu, maka “suap dahulu hanyar minum”, berarti kita dapat pahala disitu”.

KH. JAILANI ZAKARIA

 


KH. Jailani bin H. Zakaria, lahir di Muara Baruh, Kecamatan Amuntai Utara, Selasa, 20 Desember 1944 (bertepatan dengan 5 Zulhijjah 1363 H). Beliau adalah Khadim Majelis Taklim “Raudlatul Muhibbin” Desa Teluk Daun. Pernah menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Amuntai Utara.

Telah berpulang ke rahmatullah pada Kamis, 21 Juni 2018 (bertepatan dengan 7 Syawal 1439 H).

Drs. H. Ahmad Nabhan

 


Drs. H. Ahmad Nabhan, lahir di Amuntai, Kamis, 10 Mei 1962 (bertepatan dengan 6 Zulqa’dah 1381 H). Alumni S 1 IAIN Jami’ah Antasari (1989). Pendidikan yang pernah di tempuh yaitu SD Tri Dharma Amuntai (1975), MTs Negeri Amuntai (1979) dan PGAN Amuntai (1982). Beliau kemudian melanjutkanke D-2 IAIN Sunan Ampel Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI (1987) sedangkan  s-1 nya di IAIN Jami’ah Antasari Fakultas Tarbiyah (1989).

Jabatan yang pernah dipegang diantaranya Pegawai KUA Kecamatan Bontang (1990), Kasi Kemasjidan Bidang Urais Kanwil Depag Kaltim (1999), Kasi Produk Halal pada Bidang Urais Kanwil Depag Kaltim (2003) dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bulungan Kaltim (2012-  ).Sekarang menjadi Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Propinsi Kalimantan Timur.

Diantara kalam beliau:

“Orang yang belajar al-Qur’an bahkan bisa menghafal dengan baik dan benar, maka orang tersebut akan menerima banyak keistemewaan, salah satu keutamaan orang yang hafal al-Qur’an adalah ditinggikan derajatnya oleh Allah Subhanahu wa ta’ala”.