Sabtu, 25 April 2020

Ustadz H. FATURRAHIM





Ustadz H. Faturrahim, lahir di Amuntai, Rabu, 10 Mei 1961 (bertepatan dengan 25 Zulqaidah 1380 H) . Adalah Khadimul Majelis “Nurul Irsyad” Desa Patarikan, Kecamatan Banjang, Kabupaten Hulu Sungai Utara.


Diantara kalam beliau

“Sesungguhnya orang yang mampu bersyukur sewaktu dalam keadaan senang, dalam keadaan lapang, dalam keadaan bahagia dalam keadaan sejatera, maka Allah akan menghindarkannya daripada bala.’

“Senantiasa istiqamah dalam ibadah, tidak melanggar larangan-larangan Allah, dimasa mudah, niscaya diberi kemampuan dan kelapangan serta kesempatan (pula) untuk menjalankan ibadah, dimasa susah”.

“Ingatlah kamu akan Allah subhanahu wa ta’ala niscaya mendapat pahala dari Allah menyertai. Kita jadikan Allah itu sebagai penunjuk jalan kita. Syaratnya jangan melupakan Allah. Jangan sampai engkau melupakan Allah saat dalam keadaan senang ataupun dalam keadaan genting. Kalau Allah sudah sebagai pelindung kita, karena kita tidak pernah melupakan-Nya, dan ketika kita  diuji Allah dengan bermacam-macam ujian, tetap kita kada melupakan Allah. Maka dengan kita tetap dengan betul-betul menjalankan agama Allah subhanahu wa ta’ala, maka dada kita menjadi lapang. Peliharalah akan Allah niscaya Dia akan mengingat kamu. Janganlah engkau melupakan Allah niscaya Allah tidak akan melupakan kamu”

Senin, 13 April 2020

Ustadz H. AHMAD THABRANI




Ustadz H. Ahmad Tabrani adalah Pimpinan Majelis Taklim “al-Mukhlisin” Desa Lok Soga, Kecamatan Haur Gading, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Diantara kalam beliau:

“Bahwasanya orang yang ziarah kepada auliya, apakah dia masih hidup, ataukah beliau sudah meninggal dunia, maka Allah akan memberikan pahala kepada orang yang ziarah tersebut, dan akan terhubung dengan si wali yang kita niatkan ini, misalnya, menziarahi wali qutub, (maka) kita mendapatkan nur mahabbah juga sekalipun kita kada menjadi wali qutub, dan memang kita kada wali qutub Cuma kita dapat merasakan, artinya apa? Kita ini, misalnya, bupati datang lalu kita mairingi (mengikuti) beliau. Lalu disambat orang: tu jar orang rombongan bupati. Padahal mana kita jadi bupati, cuma taumpat jua rombongan bupati. Nah kaitu jua. Memang kita kada wali Qutub, Cuma tabuat dalam rombongan wali qutub, dapat kita fadhilat wali. Jadi nang kita ziarah, baik nang walinya masih hidup, maupun nang walinya sudah meninggal, maka kita dapat. Seandainya beliau itu benar-benar wali, maka kita mendapatkan fadhilah wali jua berkah ziarah kita”.

Ustadz Drs. H. YUSRAN HILMI, M.M


Ustadz Drs. H. Yusran Hilmi, M.M lahir di Amuntai, 16 Juli 1947 M (bertepatan dengan 27 Sya’ban 1366 H). Pernah menjadi Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Teluk Daun periode 1972 s/d 1975. Aktivitas menjadi da’i dan khatib diantaranya di Mesjid “Sabilal Muttaqin” Sungai Malang Amuntai.

Diantara kalam beliau:

“Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, yang artinya : “dan Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berberjihad dijalan Allah, dengan harta, benda dan diri mereka, adalah mereka itu lebih tinggi derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala dan merekalah orang-orang yang mendapat kemenangan” (QS. At-Taubah (9): 20).  Dari ayat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa manakala kita ingin menjadi orang yang mempunyai kedudukan istemewa disisi Allah, maka ada 3 (tiga) hal yang harus kita fahami dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari, (yaitu) dengan memperteguh keimanan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa secara harfiyah iman artinya percaya. Orang yang beriman artinya orang yang memiliki kepercayaan-kepercayaan yang benar.  Karena itu, tidak setiap orang yang mengaku iman kepada Allah diakui keimanannya. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an : “Di antara manusia ada yang mengatakan kami beriman kepada Allah dan hari akhir, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman (Qs. Al-Baqarah (2) : 8). Dan juga sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa : “Iman itu dibenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan” (HR. Ibnu Majah).  Maka manakala unsur iman itu tidak ada pada diri kita maka keimanan kita dianggap tidak benar. Di samping itu, keimanan yang kita miliki, ia harus disertai dengan keteguhan, pendirian yang kuat, yang tidak goyah sedikitpun. Sikap seperti itu, membuat orang mukmin tidak terpengaruh dengan hal-hal yang menimpa dirinya, sebagai konsekuensi dari keimanan dan diapun juga tidak akan berduka cita dalam arti tidak menyesal sebagai orang beriman. Mukmin seperti inilah yang nantinya akan meraih bahagia di dunia maupun akerat”.

“Dan juga yang membuat orang mukmin itu derajatnya terangkat di sisi Allah adalah dengan berjihad, yang artinya bersungguh-sungguh. Kalau seorang muslim diperintah untuk berijihad itu artinya dia harus memiliki kesungguhan dalam diri, baik kesungguhan dalam perang dalam diri maupun perang melawan hawa nafsu untuk bisa memegang agama dengan kuat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits : “Orang yang berjihad adalah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya untuk mentaati Allah Subhanahu wa ta’ala” (HR. Tirmidzi).

“Agar kita betul-betul termasuk orang-orang yang beriman dan terangkat derajat disisi Allah adalah dengan berhijrah, yaitu dengan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah : “Orang-orang yang berhijrah adalah orang-orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah Sub hanahu wa ta’ala”. Dengan demikian, iman harus dibuktikan dengan hijrah atau meninggalkan segala bentuk yang diharamkan dan bathik kepada sesuatu yang halal dan haq”