Senin, 25 Oktober 2021

Ustadz ZAKI MUBARAK, Lc



Ustadz Zaki Mubarak, Lc bin Drs. H. Laseri, A.Md adalah salah seorang da’i dari Pasar Selasa, Kecamatan Sungai Tabukan, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Setelah menyelesaikan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah “al-Hidayah” (2010), kemudian melanjutkan ke Madrasah Aliyah “Rasyidiyah Khalidiyah” Amuntai (2013). Sebelum menimba ilmu ke Al-Ahqaf University, Hadramaut mengambil bagian Syariah wal qanun, beliau sempat kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Amuntai. Sekarang beliau menjadi pendidik di lingkungan Pondok Pesantren “Rasyidiyah Khalidiyah” Amuntai.

Diantara kalam beliau:

“Para auliya, wali-wali kekasih Allah ta’ala itu, mereka sedikit makannya tetapi ibadahnya banyak, adapun orang yang jauh dari Allah Subhanahu wa ta’ala, banyak makan dan minun sedangkan ibadahnya sulit”.

“Seseorang yang awal kehidupannya amburadul, tapi menjelang akhir hayatnya ia dapat berubah, maka matinya dalam keadaan baik. Jadi akhir itu adalah kunci utamanya. Tapi amun kawa kita itu hidup diawalnya baik diakhirnya juga baik”.

“Fungsi puasa yang lain adalah sebagai obat penyakit-penyakit hati. Seperti sekarang ada penyakit corona. Ini hanya penyakit luar. Padahal ada penyakit dalam yang tidak kita sadari, seperti dengki, pemarah, ghibah, dan lain-lain sebagainya penyakit batin. Apa obatnya? Yaitu berpuasa. Kalau orang misalnya garing atau terkena positif corono, maka orang itu akan diisolasi atau dikarantina, supaya cepat sembuh. Nah nang kaya itu pula dengan datangnya bulan ramadhan ini, sudah saatnya kita mengisolasi diri, supaya kita bisa mengalahkan dan menundukkan penyakit-penyakit yang ada didalam hati”.

“Puasa itu adalah sarana bagi kita untuk memotivasi diri. Ibaratnya tu sebagai alat ces keimanan kita. Dimana ada iabadat kita tu mulai lemah. Datangnya bulan ramadhan ini, maka inilah kesempatan bagi kita untuk cangkal beribadah dibulan puasa ini, orang yang kada kalanggar jadi kalanggar, orang yang kada mengaji, jadi mengaji, orang yang malas beribadah jadi semangat beribadah. Jadi ibaratnya, pada bulan syawal kita masih kuat ibadah, sampai Muharram tentunya sudah mulai berkurang. Ibarat ces-cesan tu tinggal 60 – 50 % baterainya. Dan ketika sampai bulan Ramadhan full pulang ces-ces an hp tadi. Jadi bukti bulan puasa ini untuk memotivasi diri supaya cangkal beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala”.

“Ketika kita masih diberikan umur panjang, itu bukan berarti kita ini harat, tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kita agarsegera bertaubat. Kita ini banyak dosa”.

“Kita menghadiri maulid ini tujuannya untuk apa? Ka hulu ka hilir hadiri haja orang mengundang. Kenapa? Yaitu kita ini merayakan hari kelahirannya sebagai bukti bahwasanya kita ini cinta kepada beliau, dan juga kita ini memohon syafaatnya di hari kiamat, karena tidak ada jalan lain untuk mendapatkan  syafaat Nabi Muhammad kecuali dengan bershalawat kepada beliau, mencintai beliau, melaksanakan sunnah-sunnah beliau dan lain-lain sebagainya”.

“Ujar lalakian bibinian wayahini : kalau tak kenal maka tak sayang. Kalau sering menyebut namanya berarti cinta. “Aku cinta lawan ikam, tapi SMS kada dibalas, ditunti-i karumah kada mambuka-i, ikam ini bujur cinta atau kadakah? Ampihan barang kita nah”. Nah jadi galau akhirnya. Begitu juga lawan Nabi Muhammad. Ujar Nabi kaena di yaumil qiyamah,  Nabi mengenali ummatnya sebagaimana banyaknya inya bershalawat kepada baginda Nabi Muhammad. Kawalah nanti dihari kiamat kita bertemu dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam? Kebanyakkan orangnya (tetapi) beliau mengenali kita dengan yang namanya shalawat. Paling banyak bershalawat, paling dikenali oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Mun kada suah bershalawat kada usah gin mengaku-ngaku ummat Nabi Muhammad”.

“Ujar Quraish Shihab, jika kita ini memuji seseorang, semakin kita memuji, semakin tinggi derajat orang yang kita puji itu. Tetapi, kalau kita ini memuji Nabi Muhammad (maka) semakin kita memuji Nabi, maka kedudukan Nabi Muhammad kada batinggi-tinggi lagi. Kenapa? Karena derajat atau kedudukan beliau sudah dipuncaknya. Ibarat kita ma-isi banyu itu semakin diisi makin hibak. Tetapi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam hibak tadahulu sudah, mun kita isi pasti limpas. Limpasnya kemana? Limpasnya ke kita. Jadi, ketika kita memuji Nabi Muhammad, yang akan terhormat itu diri kitanya, kada Nabi Muhammad lagi, karena Nabi Muhammad sudah sangat terhormat, dipuncak-puncak penghormatan. Jadi ketika kita bershalawat, sesungguhnya itu bukan untuk Nabi Muhammad, tapi sebenarnya untuk kita sendiri. Jadi perbanyaklah bershalawat kepada baginda Nabi kita, supaya di yaumil akhir nanti kita mendapatkan syafaatnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam”.

 

Ustadz AHMAD SAYUTI

Ustadz Ahmad Sayuti adalah salah seorang da'i dari Banyu Tajun Dalam, Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Diantara kalam beliau:

“Shalawat ini adalah perintah Allah Subhanahu wa ta’ala, dan yang kedua adalah bukti daripada kita bershalawat dan faedah kita bershalawat adalah menyambung hubungan kita kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mendekatkan diri kita kepada Nabi kita. Jadi bila seseorang itu banyak bershalawat pacangan baparak baparak tarus lawan Rasulullah. Bila orang itu jarang bershalawat, (maka semakin) bajauh bajauh tarus dari Rasulullah. Itu saja. Kedekatan kita lawan Nabi, paraknya jauhnya kita dengan Nabi, itu kita sendiri yang mengukurnya. Bila kita banyak bershalawat maka pacangan parak dengan  Rasulullah. Orang yang kada bershalawat sama sekali kadada hubungan dengan Rasulullah.”

“Shalawat dan salam itu terhubung kepada rohnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita bershalawat sama kita itu “manalipon” bahasa kampungnya. Buila kita tu tasambung, bila HP ini tasambung lawan nang kita maksud, maka inya kawa bapander. Tapi bila kada tasambung, karena jaringannya atau apalah, (maka) sakit hati tu. Jadi bila terhubung, nyaman  bapander. Nang jauh jadi dekat.  Misal ada keluarga ahli Makkah, misalnya. Terhubung nilpon, entah melalui video call kah, maka serasa asa dirumah, asa baparakan, asa bahadapan. Tapi bila kada tasambung, (maka) nang parak gin asa jauh. Biar dihiga rumah, mun kada tasambung, kada diangkat-angkat, asa jauh tu pang. (Jadi) sebenarnya Rasulullah itu parak (dekat), tai kalau kada tasambung kada pacangan kita bakalan bertemu. Lalu kaya apa cara nyambungnya ini? Sabuting (satu saja) yaitu shalawat”.

“Kalau orang dalam keadaan asyik (saat dibacakan syair-syair maulid, penulis) pasti meneteskan air mata. Kenapa? Seakan-akan Rasulullah itu ada, dan memang kita yakini ketika kita membaca, apalagi yang kita baca itu Asyraqal, maka Rasulullah itu hadir. Dan kita ketika bershalawat, mengucapkan shalawat dan sama kepada Nabi kita, maka kita harus yakin bahwa Rasulullah itu mendengar shalawat dan salam kita. Dan Rasulullah pun menjawab. Walaupun talinga kita kada mandangar”