Sabtu, 20 Juni 2020

HABIB ALI bin ABDUL QADIR al-JUFRI





Habib Ali bin Abdulqadir bin Husein al-Jufri diperkirakan lahir tahun 1929 H. Adalah pendiri Pondok Pesantren "Noorussalam" Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Beliau seorang Waliyullah yang tawadhu. Keseharian beliau pada masa muda adalah mengawal hewan-hewan ternak yang dikirim dari Flores, Nusa Tenggara Timur ke pulau-pulau di Indonesia. Dari pekerjaan tersebut, beliau dapat menginjakkan kaki ke Papua, ke Sulawesi, ke Sumatera, ke Medan, ke Singapura, dan lain-lain. Tapi beliau tidak (belum) pernah ke Kalimantan.
Pada umur sekitar 28 – 29 tahun, beliau ziarah ke Boto Putih (maqam Habib Syech bin Ahmad bin Abdullah Bafagih) Surabaya bersama dengan orang tua dari Habib Bahasyim. Pada saat ziarah itulah tampak kuburnya bergoyang, yang membuat orang tua habib Bahasyim lari meninggalkan Habib Ali sendirian di dalam maqam. Selang berapa lama, terbukalah misteri bergoyangnya maqam tersebut, bahwa yang keluar adalah Habib Syech bin Ahmad Bafaqih yang menyuruh Habib Ali untuk pergi ke Borneo, kesuatu tempat yang belum pernah beliau datangi.
Tapi sebelum itu, beliau (Habib Ali) pernah ke tempat Habib Husein Brani (Habib Husein bin Hadi al-Hamid Brani) Kulon Probolinggo, Jawa Timur, dimana Habib Husein berkata : “Ya Ali, kamu pergi ke Borneo, kau akan kawin dengan anaknya Wulaiti”. Tapi waktu itu beliau belum pergi ke Kalimantan, baru setelah ziarah ke Boto Putih mendapat perintah dari Habib Syech Boto Putih, maka beliaupun pergi ke Kalimantan.
Tiga bulan setelah kepergian beliau ke Kalimantan, tahun 1959, baru datang surat kepada keluarga di Surabaya, yang menceritakan bahwasanya beliau (Habib Ali) sudah ada di Borneo, Kalimantan tepatnya di Martapura. Isi surat minta dikirimi silsilah keluarga (fam) karena akan dikawinkan dengan anaknya wulaiti (sebagaimana ucapan habib Husein Brani).
Tahun 1962 Habib Ali bin Abdul Qadir al-Jufri  mulai berdakwah ke Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Beliau bertemu dengan Guru Astani yang pernah menimba ilmu dari KH. Gusti Imansyah (Guru Murad) pendidik di Ponpes Darussalam Martapura. Pada awalnya beliau Habib Ali membuka pengajian secara halaqah di rumah karena belum ada gedung sekolah, dimana santri yang jauh dapat menumpang tidur dan makan secara gratis dirumah beliau.
Kemudian tahun 1988 atas prakarsa Habib Ali bin Abdul Qadir al-Jufri dan KH. Zainuddin Astani (Guru Tuha) dimulailah berdirinya Pondok Pesantren “Noorussalam” yang penamaannya dinisbahkan kepada nama istri beliau, Syarifah Noor binti Zainal al-Habsyi, sehingga menjadi “Noorussalam”.
Diantara murid-murid beliau yang masyhur adalah Guru Mukti, Guru Fajeri dan lain-lain. Beliau berpulang ke Rahmatullah pada tahun 2008 M dalam usia kurang lebih 79 tahun, dan di makamkan di Martapura.

Kamis, 04 Juni 2020

Ustadz H. AULIA RAHMAN Lc, MH



Ustadz H. Aulia Rahman, Lc, MH lahir di Balikpapan, Minggu, 1 Januari 1984 M (bertepatan dengan 27 Rabi’ul Awwal 1404 H) adalah alumni dari Universitas “Al-Ahqaf” Yaman. Latar belakang pendidikan, yaitu setelah menamatkan pendidikan dasar (SD) di Balikpapan, beliau kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) “al-Falah” Banjarbaru, Setelah itu menimba ilmu lagi di Madrasah Aliyah (MA) “Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha)” Amuntai. Tidak berhenti disitu, beliau melanjutkan S-2 Program Pasca Sarjana mengambil Program Studi Filsafat Hukum Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin (sekarang UIN Antasari).

Pernah menjadi pendidik di Madrasah Aliyah Normal Islam Putri Rasyidiyah Khalidiyah (MA NIPI Rakha) Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sekarang menjadi dosen dan Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah di Institut Agama Islam negeri (IAIN) Samarinda, Kalimantan Timur (sekarang berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) “Sultan Aji Muhammad Idris” Samarinda).


Diantara kalam beliau:

“Selama ini, kita memahami silaturrahim itu “bailang” lawan orang. Artinya, orang itu kada dinamakan bersilaturrahim kecuali ia bulik ka kampung. (Misal) pian ada baisi kaluarga di Kaltim, di banjarmasin, di Kalteng, bulikanlah tahun ini? (pada saat pandemi corona, pen), kada kawa bulik kalo. Jadi karena kada kawa bulik jangan dipadahakan : “mohon maaflah tahun ini kada kawa bersilaturrahim”. Jangan! Karena menurut Imam Nawawi : Silaturrahim itu maknanya bukan sesimpel itu, bukan sekecil itu, (tapi) silaturrahim itu dimaknai dengan makna yang lebih luas. Contohnya : berkirim salam termasuk silaturrahim.”

“Jangan ditinggalakan amalan orang-orang tua bahari, (dimana) bila handak amalan capat sugih (maka) silaturrahim dijaga. Itu hadits nabi, “Barangsiapa yang hendak panjang umur, diluaskan rezeki, dikabulkan do’a, meninggal husnul khatimah, maka sambunglah dilaturrahim”. Caranya kaya apa ? Wahini kalo handak batamu masih ada jalan, kaya apa caranya yaitu berkirim salam. Yangkedua, berkirim surat (dizaman dulu), tapi sekarang bisa melalui WA, video call, berkirim Parsel, dan lain-lain. Apakah yang ini juga bagian dari silaturrahim. Jawabnya : Iya”.

“Ujar Habib Jindan (seperti ini) : pian kalau ada orang itu meninggal membawa dosa 1 (satu) saja dan dosa itu dosa kecil, tetap inya itu nanti menghadap Allah dengan membawa dosa, walaupun dosa kecil apalagi dosa yang banyak. Tapi ternyata ada amaln , didalam hadist disebutkan : dia akan bertemu dengan Allah tanpa membawa dosa sedikit juapun. Artinya pian bertemu Allah kada berdosa. Kalo orang kada badosa tu tempatnya dimana kira-kira? Di sorga. Amalannya apa? Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Senantiasa bala itu (- tapi bala itu apa, bukan musibah tetapi ujian -) yang mana ujian bisa dengan ujian yang baik bisa dengan ujian yang buruk. Jadi jangan disangka orang yang sakit haja yang dapat bala’. Salah. (sebab) sehat itu juga merupakan bala’ dalam pengertian ujian. Kada baduit, bala’. Baisi duit juga termasuk bala’. Jangan sabarataan merasa aman. Makanya dalam hadits itu disebutkan : Senantiasa, selama orang itu masih hidup pasti ada ujian.”

“Yang kadada baisi ujian tu 2 (dua) ja yaitu orang mati dan satunya lagi orang gila. Coba lihat orang gila. Pernahkah pian mendengar ada orang yang gila garing (sakit). Kenapa? Karena inya kada kapikiran. Makanlah kada makankah kada urusan inya, yang penting hidup jalan kesana kemari. Adakah inya mamikirakan : uma jar aku kaya ini, kaya apa kaena sambutan orang lawan aku? Kada mamikirakan. Yang inya pikirakan dirinya haja. Itu makanya orang perlu belajar sama orang gila, yang dipikirkan apa : dirinya dan Allah Ta’ala. Tolok ukurnya itu Allah ridho kada lawan aku”.
“Kalau yang namanya bala’. Dalam pemahaman kita adalah sesuatu yang sanagat lebih berbahaya daripada musibah. Bila orang kena musibah, sering diucapkan Innalillah. Tapi bila kena bala’ pian masih sanggup mengucap Alhamdulillah. Dalam al-Qur’an surah Al-Mulk (Tabarak) ayat 2 : “Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan, untuk mencobanya, untuk menguji kalian, siapa yang terbaik amalnya”.  Maka jar ulama Tafsir, kalau yang namanya bala’ itu adalah sesuatu yang tidak nyaman itu datangnya memang bukan karena perilaku kita tapi datangnya dari Allah Subhanahu wa ta’ala. (misal) ibadah seseorang bagus saja, perilaku baik haja, maksiat ditinggalkan tiba-tiba rumah kebakaran. Hal seperti ini apakah musibah. Tidak. Tapi gara-garanya apa coba. Memang sudah bala’ nya datang. Tapi yang ujiannya ingin ditingkatkan oleh Allah tingkatannya dihadapan Allah Subhanahu wa ta’ala. Nah bila pian faham musibah tu gara-gara ulah manusia, kalau yang namanya bala’ itu memang sudah bakal datang kejadiannya”.

“secara intisab (artinya satu keturunan atau ada hubungan dengan, pen) misal bila ulun (kita, pen) keluar negeri, belakang nama ulun itu mau kada mau batambah gelarnya, dan itu bukan karena ditambah-tambah, memang harus ada supaya orang tahu kita orang mana. Misalnya : al-Banjari. Seperti nama kita bolehkah ditambahi al-Banjari? Boleh. Syaratnya itu sebenarnya dalam bahasa arabnya : “Barangsiapa yang tinggal di baladi disuatu tempat selama 4 tahun maka dia berhak untuk dinisbahkan namanya itu dengan nama tempat dimana ia pernah tinggal”.