Rabu, 07 Juni 2023

Syekh H. ABDUSSALAM

 


Syekh H. Abdussalam lahir di Kandang Halang, Kecamatan Amuntai Tengah pada tahun 1910. Nasab beliau adalah H. Abdussalam bin Syekh H. Djamaluddin bin Syekh H. Abdul Hamid. Telah berpulang ke rahmatullah pada tahun 1980. Makam beliau terletak dekat SDN Rantawan 2, jalan Amuntai – Pantai Hambawang.

KH. ARKANI BAKHRAN

 


KH. Arkani Bakhran lahir di Danau Panggang,  Kabupaten Hulu SungaiUtara, Selasa, 14 Maret 1961 (bertepatan dengan 27 Ramadhan 1380 H). Berlatar belakang pendidikan pondok pesantren. Beliau adalah pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren “Ar-Raudhah” Pangkalan Bun, Propinsi Kalimantan Tengah.

Diantara kalam beliau:

“Ketika kita sudah terakhir antrean (pada) sekat terakhir kita menjelang ke Raudhah. Di sana, maaf, tidak ada lagi saling tolong menolong di antara kita. Artinya apa? Bebisa-bisa kita ja lagi mengatur diri kita untuk mendapatkan tempat di Raudhah. Raudhah itu (adalah) antara kubur Rasulullah dengan teras yang hijau dengan mihrab. Jadi kalau posisi kita, misalnya berjalan kita lambat-lambat (sedangkan) orang lain pada prak- prak. Kenapa? Karena orang mentargetkan dapat tempat di Raudhah itu. Diantaranya, tiangnya berwarna merah pink, berbanjar ada 4 kemudian kebelakangnya ada 5. Jadi 4 membanjar dari kiri sampai ke kanan dan dari depan sampai kebelakang ada 5 tiang. Termasuk tempat muadzin itu separo termasuk Raudhah. Diantara tanda-tandanya, karpetnya juga warnanya hijau daun dan kemudian apa namanya kembangnya (motif) itu kayanya (seperti) tumbuhan jalar, kecil-kecil daunnya. Kalau yang lainnya beda. Jadi sekali lagi, tidak bisa saling menolong diantara kita. Ambil sikap terbaik. Amun (jika) kita yang sudah dapat tempat duduk dulu jangan langsung berdiri, tenangkan diri, sudah dipastikan kanan kiri kita juga sudah ada orang.  Jadi jangan ragu, misalnya  hendak ketempat sebelah situ, ternyata orang lain juga ingin mendapatkan itu, yang ini ditinggalkan akhirnya yang diinginkan juga nggak dapat-dapat. Jadi kalau sudah dapat yang penting masuk bagian Raudhah, istiqamah, diam dulu disitu agar kita dapat tempat untuk shalat. (Mesjid Nabawi) yang luas ini adalah perluasan dari Dinasti ke Dinasti. Kalau mesjidnya Rasulullah Cuma yang itu tadi (yaitu) dari rumahnya Rasulullah sampai mihrabnya, dimana Rasulullah biasa shalat di situ, ada beberapa tiang ke belakang. Itu aja yang namanya Raudhah. Dapatkan itu, jangankan Cuma dapat 5 kali salam, 2 kali salah atau 1 kali salam pun sudah berarti, mungkin separoh dunia kita dapatkan”.

Guru SYAMSUDDIN

 


Guru Syamsuddin (Guru Teluk) adalah salah seorang da’i ilallah yang sekarang menjadi pendidik di Pondok Pesantren “Darul Aman” Desa Pajukungan, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Diantara kalam beliau:

“Andai kita hadir ditempat orang baca manaqib para wali, tetapi hati kita ragu (dengan) orang tersebut, apakah bujur wali-kah atau kada-kah sidin. Nah yang seperti ini kada mendapat rahmat Allah Ta’ala. (karena) syarat untuk mendapat barokah karamah wali itu, syaratnya, (yaitu)pertama, hati kita yakin, kedua, jangan i’tiraj dihati kita lawan gawian wali yersebut yang walaupun pada zahirnya (sang wali itu) ada melakukan sesuatu yang kada patut menurut syariat. Jangan diprotes. Mun (jika) handak takunakan (tanyakan) saja. Kenapa? Itu bisa memnutus barokah tadi”.

“Banyak kekasih-kekasih Allah itu maqamnya sudah mencapai “Baqa billah”. Apa itu “Baqa billah” ? Maqam baqa billah itu adalah maqamnya auliya Allah. Sedangkan dalamjenjang pelajaran tauhid ada pelajaran maqam Fana fillah dan maqam Baqa billah. Maqam Fana fillah itu kan Tuhan semata, yang seperti ini belum sempurna. Sedangkan yang sempurna adalah Baqa billah, (yaitu) ada makhluk. (sebab) Pada mulanya Allah sendirian, lalu kata Allah, Aku ingin dikenal bahwa Aku ini harat (Perkasa), maka Ku ciptakanlah makhluk. Maka awal makhlujk yang tercipta adalah “Nur Muhammad”. Jadi maqam Baqa Billah itu sempurna. Ada syariatnya ada hakikatnya. Adapun pada maqam fana fillah itu hanya semata Allah, Tuhan ha tarus”.

“Makna “qutub” dalam kewalian itu adalah “Man jama’a bainal ilmi wal ‘amali wal balwa”. Yaitu orang yang menghimpun antara ilmu, amal dan segala cobaan. Kan orang yang berpangkat Qutub itu ilmunya lengkap, amalnya juga lengkap, cobaan yang diberikan Tuhan juga lengkap. Serba lengkap. Adapun kita ini, ilmunya kurang, amalnya kurang, lalu rancak “kutup-kutupan”.

“Syariat itu adalah hukum-hukum Allah, aturan-aturan agama. Jadi ilmu semuanya. Jadi ilmu apa saja yang dipelajari nilainya syariat, (seperti) fiqih, tauhid, mantiq, balaghah dan napakah lagi (apa saja) itu syariat ngarannya. Kaena ilmu yang sudah kita fahami, kita yakini lalu kita pakai, kita amalkan, (maka) ma-amalakan ilmu tadi disebut “Thariqat” ngarannya. Tahu cara sembahyang, digawinya (dikerjakannya), tahu cara ini, digawi. Ini thariqat ngarannya. Sedangkan hakikatnya mana? Ketika kita ma-amalakan ilmu, seperti berdzikir, wiridan, ibadah dan lain-lain = ketika ba-ibadah ba-amal itu =  kita sadar bahwa diri kita ini “La haula wala quwwata illa billah”, kada kawa pang kita ini (dalam) ba-amal mun kada karena Allah. Jadi kawa (bisa) nya kita semata-mnata billah, dengan Allah. Ini hakikat. Hakikat itu artinya nang manggawi sabujurnya, yaitu Allah Ta’ala. Sedangkan kita ini ke- dzahiran-nya haja dari kenampakan gawian Tuhan, mun sabujurannya (hakikatnya) adalah gawian (pekerjaan) Allah Subhanahu wa ta’ala”.

“Istiqamah itu zahir manggawi ibadah, hatinya ma’rifat”.

“Apabila ingin mendapat ridha dari Allah, ingin sejahtera di hari kemudian nanti, maka hendaklah Rasulullah kita jadikan contoh teladan hidup kita sehari-hari”.

Ustadz AHMAD RIFANI

 


Ustadz Ahmad Rifani adalah salah seorang da’i ilallah dari Desa Sungai Karias, Kecamatan Banjang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Beliau mengisi majelis pengajian di Majelis Taklim “Sabilul Rusydi wal Hidayah” Banjang.

Diantara kalam beliau:

“Sealim-alimnya manusia pasti ada yang kada tahu. Kealiman manusia itu juga pemberian dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Manusia ini kadada baisian (memiliki) napa-napa. Amun kita kadada baisi apa-apa, maka kita kada pantas untuk mendapat pujian. Allah Ta’ala-lah yang ‘alim (Mahamengetahui), sedangkan kita yang bungul (bodoh)”.

“Apabila kita disambati orang “bungul” lalu kiota sarik, berarti kita tadi merasa diri kita pintar. Kenapa kita sarik ketika disambati orang bungul, itu adalah karerna hati kita rigat (kotor), karena hati kita merasa memiliki, maka yakinkan saja bahwasanya diri kita ini bungul”.