Rabu, 02 Februari 2022

SYEKH KH. DARKASI


Syekh Darkasi bin Utuh, lahir di Sungai Pandan, Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 1920 M (1338 H).  Berlatar belakang pendidikan Normal Islam di Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai. Disamping itu, beliau banyak berguru dengan sejumlah ulama besar, diantaranya dengan KH. Saberan Kacil (Alabio), KH. Anang Ilmi (Martapura), dan beberapa ulama di daerah Nagara (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) dan Tembilahan (Propinsi Riau).

KH. Darkasi juga senang belajar dan mengambil sanad-sanad keilmuan serta ijazah, diantaranya mengambil ijazah Tarekat Naqsyabandiyah kepada Syekh Jalaluddin (Bukit Tinggi, Sumatera), juga sempat belajar dan mengambil ijazah dari Habib Salim Jindan.

Syekh Haji Darkasi merupakan ulama yang senang berorganisasi, dimana beliau pernah menjadi Ketua Partai Pembela Tarikat islam (PPTI). Tidak itu saja, meski sibuk berorganisasi beliau tidak melupakan kewajiban beliau untuk menyampaikan pengetahuan agama yang dimiliki melalui ceramah-ceramah di majelis dan masyarakat, serta beliau ajarkan secara formal  kepada siswa atau santri dimana beliau pernah menjadi guru di madrasah Ibtidaiyah Diniyah Tanjung (Kabupaten Tabalong).

Syekh Darkasi tipikal ulama yang berwawasan luas, sehingga dimanapun beliau berada senantiasa diminta masyarakat untuk mengajarkan ilmu agama. Beberapa tempat dimana beliau pernah mengajarkan atau mendakwahkan agama Islam, yaitu di daerah Handil Bujur Desa Basirih, kemudian ke daerah tatah Belayung dan Jambu Burung Kabupaten Banjar. Sedangkan tarikat yang sudah ada ijazahnya, beliau ajarkan di wilayah Banjarmasin, juga ke daerah Sampit (Kalimantan Tengah).

Beliau ada mewariskan beberapa buku ataupun risalah (naskah), yaitu  buku “Simpanan yang Berguna” (1990) yang membahas tentang permasalahan ketuhanan, zikir, tarikat, kenabian dan kehidupan sesudah mati. “Pelajaran Ringkas Agama Islam” (1972), “Majmu’ah Shuhuf Pelajaran Agama Islam (berupa naskah, 1972), dan “Ilmu Ketuhanan dan Kenabian” (naskah, 2002).

Ulama besar ini berpulang kerahmatullah pada hari Selasa, 15 April 2003 M (bertepatan dengan 13 Shafar 1424 H).

Diantara kalam beliau :

“Adapun yang dapat membinasakan iman ada 3 (tiga). Pertama, lewat perkataan seperti menghina syari’at Islam atau Allah. Kedua, lewat perbutan seperti sujud kepada makhluk atau melepar al-Qur’an. Ketiga, i’tikad seperti ragu kepada Allah dan Rasul-Nya atau terhadap al-Qur’an. Barangsiapa yang syirik Jali, harus bertaubat dengan mengucap dua kalimat syahadat, karena syirik Jali menghilangkan iman. Sedangkan syirik khafi hanya menghilangkan pahala ibadah” (dari “Majmu’ah Shuhuf Pelajaran Agama Islam” karya Syekh Darkasi).

“I’tiqad-i’tiqad ada 73 macam, 72 yang salah san hanya 1 yang benar, yaitu i’tiqad ahlussunnah wal jama’ah. Sekurang-kurangnya ada 3 i’tiqad yang harus diketahui. Pertama, Mu’tazilah (dipimpin Washil bin Atha’) yang beri’tiqad “aku yang berbuat dan aku pula yang menjadikan perbuatan itu”. I’tiqad ini salah karena membawa kepada syirik yakni menduakan perbuatan. Kedua, Jabariyyah (dipimpin oleh Jahman bin Shafwan) yang beri’tiqad bahwa Allah yang memperbuat dan Allah pula yang menjadikan perbuatan itu. I’tiqad ini salah karena membawa kepada Zindik, yakni tiada beragama. Ketiga, Ahlusunnah wal jama’ah (dipimpin oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari) yang beri’tiqad bahwa “aku yang berbuat tetapi Allah yang menjadikan perbuatan itu”. I’tiqad ini tahqiq, yakni sesuai dengan i’tiqad Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (dari “Pelajaran Ringkas Agama Islam”, karya Syekh Darkasi).

“Tujuan agama Islam itu ada 3 perkara. Pertama, menegakkan i’tiqad yang benar dengan cara mempelajari ilmu tauhid. Kedua, menegakkan peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mempelajari ilmu fiqih. Ketiga, melazimkan zikir untuk membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dengan cara mempelajari ilmu tasawuf”. (dari “Pelajaran Ringkas Agama Islam”, karya Syekh Darkasi).

“Ada 7 kelebihan zikir, yaitu : menjunjung perintah Allah; disenangi malaikat; terhindar dari munafik, godaan syetan dan api neraka; ingin selalu beribadah, dan jiwa menjadi tenang serta hati terjaga dari lalai mengingat Allah; mendapat pahala dan membuat hati lembut dan tawadhu’; menghapus berbagai kejahatan; dan zikir lebih utama dari ibadah lainnya”. (dari Simpanan Berharga”, karya Syekh Darkasi)

 

Drs. KH. SYARIFUDDIN SY, M.Ag

 

Drs. H. Syarifuddin Sy, M.Ag, lahir di Hulu Sungai Utara, Amuntai, Senin, 15 Oktober 1956 M (bertepatan dengan 11 Rabiul Awwal 1376 H). Beliau adalah dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin. Menjadi khatib di beberapa mesjid yang ada di Banjarmasin.

Diantara kalam beliau:

“Masyarakat beranggapan bahwa mereka (anak yang berkebutuhan khusus, admin) tidak dapat berperan, bersosialisasi, dan tidak dapat melakukan tugasnya seperti anak-anak normal yang lain. Tindakan mengucilkan anak berkebutuhan khusus adalah tindakan yang tidak tepat karena sebenarnya mereka ada bukan sebagai beban melainkan sebagai sebuah anugerah dan amanah dari Allah Subhanahu wa ta’ala, yang bagaimanapun juga perlu kita syukuri keberadaannya. Labeling inilah yang menggambat proses pengoptimalisasian potensi yang dimiliki anak-anak dengan kelainan ini. Tak jarang juga keluarga penderita juga mendapat atribusi yang tidak mengenakkan dari masyarakat”. (Syarifuddin Sy, “Pembelajaran Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus di SD Harapan Bunda Banjarmasin”. Dalam Mu’adalah, Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol. IV No. 1, Januari – Juni, 2017, h. 75).

“Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan kehidupan yang bermakna, beriman, bertaqwa, dan berkhlaq mulia. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam adalah suatu hal keniscayaan bagi setiap individu manusia, dan tidak ada pengecualian  terhadap seluruh makhluk manusia” (h. 77)

“Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan dengan tujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Pendidikan Budi Pekerti dimaksudkan agar peserta didik mulai mengenal, meneladani dan membiasakan perilaku terpuji” (h. 78).

“Pendidikan hendaknya berupaya meningkatkan rasa keimanan makhluk kepada sang Khaliq. Hal ini dirasakan penting agar ilmu pengetahuan selalu beriringan dengan peningkatan rasa keimanan dan ketakwaan”. (h. 78)

“Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena syara’ (al-Qur’an dan Sunnah) menilainya. Misalnya, sifat syukur, sabar, tawakkal, istiqamah dinilai aik tidak lain karena syara’ menilai semua sifat tersebut baik. Sebaliknya, sifat dendam, kikir, dusta, dinilai buruk karena syara’pun menilainya demikian” (h. 79)