Rabu, 18 April 2018

KH. SULIKAN SARIYUN, Lc




H. Sulikan Sariyun, Lc lahir di Jember, Jawa Timur pada Selasa, 7 April 1959 M (bertepatan dengan 28 Ramadhan 1378 H). Setelah menamatkan pendidikan di PGA Muhammadiyah, kemudian  melanjutkan studi ke Jami’ah Malik Saud  (King Saud University) Riyadh, Saudi Arabia.
Di samping aktif berdakwah beliau juga menjabat sebagai Ketua Panti Asuhan Muhammadiyah “al-Muslimun” Desa Tigarun, Amuntai. Ketua Majelis Penasehat Partai Daerah (MPPD) PAN Kabupaten Hulu Sungai Utara Periode 2015 – 2020, serta Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Amuntai mengajar mata kuliah Hukum Islam. Sekarang menetap di Kelurahan Sungai Malang, Amuntai.



Diantara kalam beliau:

“ (kalau kita renungi) makna lafaz adzan yang agung akan menyadarkan bahwa kita ini sebenarnya sangat sangat kecil, tidak mampu apa-apa dihadapan kuasa Allah”

“Kaya apa shalat itu supaya di awal waktu, kaya apa supaya shalat itu khusyu’ dan tuma’ninah. Pusat perhatian kita tu kepada Allah. Kita ini sebelum shalat dunia, ketika shalat dunia, selesai sembahyang dunia terus (yang dipikirkan, pen). Kehendak kita tu, sebelum shalat sudah kita kerjakan semua urusan dunia, (sehingga) sewaktu shalat focus kita kepada Allah”.

“Kita jangan menganggap manusia yang terkena musibah sebagai azab dari Allah, seharusnya justru kita menjadi empati, mendo’akan dan menolong mereka. Jika kita menganggap mereka yang mengalami musibah sebagai kena azab berarti kita sombong, karena menganggap diri kita lebih baik sehingga tidak tertimpa bencana”

“Kenikmatan dan kekayaan bisa merupakan azab yang bersifat “perangkap” dari Allah, karena sering tidak disadari manusia dan membuat mereka terlena dan sombong. (karena) dalam Islam, cobaan kenikmatan ini disebut istidraj, yakni kesenangan dan nikmat yang Allah berikan kepada orang yang jauh dari-Nya yang sebenarnya itu menjadi azab baginya jika dia tidak bertobat atau semakin jauh”.

AMINUDDIN "Lailatul Qadr"


Aminuddin  bin H. Abdul Hamid, lahir tahun 1976 M (1397 H). Pada tahun 1990, pada suatu malam di bulan Ramadhan, mengalami suatu peristiwa yang membuat dirinya takjub, kagum dan sebagainya. 


Kepada ayahnya, Aminuddin menceritakan bahwa ketika dirinya ingin mengambil air wudhu di sungai Candi, Paliwara (karena rumah beliau berseberangan dengan sungai), dalam penglihatannya mendadak langit terbuka dan mengeluarkan cahaya terang benderang, yang diiringi dengan suara gemuruh takbir, tasbih dan tahmid. Demikian juga, air sungai yang tadinya mengalir mendadak tenang, pohon-pohonpun merunduk seperti bersujud.
Selanjutnya, begitu mendengar cerita dari anaknya, H. Abdul Hamid sebagai orang tua yang bijak menghadap kepada KH. Muhammad Janawi, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Hulu Sungai Utara untuk meminta pendapat. Dan beberapa waktu kemudian, oleh ketua MUI kab. HSU waktu itu, Aminuddin di bawa ke Jakarta ke kediaman Dr. KH. Idham Chalid untuk juga meminta pendapat tentang persoalan tersebut.