Sabtu, 23 Juni 2018

KH. MUHAMMAD RAMLI (H. WALAD)


KH. Muhammad Ramli (H. Walad) merupakan anak dari Tuan Guru KH. Ahmad (Sungai Banar) dengan seorang Ibu berkebangsaan Turki. KH. Muhammad Ramli lahir di Mekkah. Tahun 1936 pulang ke tanah air dan menikah dengan seorang wanita di Birayang, yang kemudian melahirkan KH. Ahmad Makki.


Ada diceritakan bahwa awal keaktifan beliau dalam dunia dakwah bermula ketika ada seseorang minta diantar kesebuah kompleks pemakaman, yang kemudian diketahui adalah makam 9 orang syuhada. Sejak itulah dia berhenti menjadi sopir dan membulatkan tekad untuk mengaji agama.
Beliau pernah menjadi tentara dengan jabatan Kepala Departemen Kehakiman di markas Besar ALRI Devisi IV Pertahanan Kalimantan. Tapi tahun 1950 berhenti jadi tentara dan kemudian kembali aktif mengajar agama (dakwah) dari kampung ke kampung.
Dalam perjalanan pulang setelah berhaji, beliau meninggal di Surabaya dalam usia 80 tahun. Beliau dimakamkan disamping makam orang tuanya KH. Ahmad di Sungai Banar.
Sebelum meninggal beliau sempat menulis sebuah kitab/risalah yang berjudul “Aqaidul Iman” merupakan uraian singkat mengenai sifat 20.

AMIR HUSIN


Amir Husin bin Buajim, berasal dari sebuah kampung di Barabai, Hulu Sungai Tengah. Beliau menikah dengan seorang perempuan asal Lampihong, Kabupaten Hulu Sungai Utara (sekarang masuk wilayah Kabupaten Balangan).


Setelah menikah, beliau tinggal di hutan pagatan Desa Batu Merah, karena aktifitas keseharian beliau adalah menyadap karet.
Keseharian beliau sangatlah bersahaja dan bersifat qana’ah, selalu merasa cukup dengan apa yang ada. Selain itu, ia senantiasa istiqamah setiap ke mesjid selalu datang lebih awal meski rumahnya di dalam hutan. Kepribadian beliau yang lain adalah sangat sayang dengan binatang.
Tidak banyak amalan beliau yang diketahui oleh masyarakat, namun beliau dipercaya sebagai wali Allah yang tersembunyi artinya setelah meninggal baru diketahui, yang ditandai dengan adanya karamah berupa timbulnya cahaya “Bagirap” disekitar kubur beliau.
Beliau meninggal pada tahun 1986 dan dimakamkan di Desa Lampihong Kanan Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan.

Drs. H. MASRAWAN, M.Ag

Drs. H. Masrawan, M. Ag lahir di Sungai Tabukan, Alabio, Amuntai, Minggu, 4 Juni 1967 M (bertepatan dengan 25 Shafar 1387 H). Pendidikan terakhir yang ditempuh adalah S-2 IAIN Antasari Banjarmasin mengambil jurusan Hukum Islam (2004).

Jabatan  yang  pernah  beliau pegang diantaranya Staf KUA Pulau Petak Tahun 1994-1996, kemudian menjadi Kepala Kantor Urusan Agama  Kecamatan Kapuas Barat tahun 1996-1999. Menjadi Kepala Sub Kepenghuluan Kandepag Kapauas (1999 – 2002), Kepala Penyelenggara Zakat wakaf (2002-2004). Kemudian menjabat sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Pulang Pisau (2008-2012) serta menjadi Kepala Kantor kementerian Agama Kapuas (2012-2013). Dan sekarang  menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Kalimantan Timur (Kaltim) ( - 2022), setelah sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Popinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) (2014 - )

Telah berpulang ke rahmatullah pada hari Minggu, 17 Juli 2022 M (bertepatan dengan 17 Zulhijjah 1443 H).

Diantara kalam beliau:

“Jurnalistik mempunyai peranan penting dalam menyampaikan informasi kepada publik (masyarakat/ ummat). Jurnalistik itu bisa diartikan sebagai akronim dari jujur dalam menulis kritik. Oleh karena itu, jurnalis yang baik adalah jurnalis yang bersifat jujur dan obyektif dalam menulis”.

“Sambutlah hari raya dengan memperbanyak syukur atas segala nikmat yang diberikan, dan merasa bahagia dengan apa yang ada pada diri kita dengan tetap sebatas kemampuan yang ada pada diri kita masing-masing, serta tidak berlebih-lebihan”.

“Ada 2 (dua) hal yang dikehendaki dalam setiap datangnya hari ‘idul fitri, Pertama, yaitu perbaikan hubungan hamba dengan khaliqnya, atau biasa disebut Hablumminallah. Hubungan dengan Allah yang diwujudkan dalam ibadah, diibaratkan sebagai proses menenun. Harapan kita adalah (dapat) menenun dan menghimpun sifat dan budi pekerti mulia, supaya menjadi pakaian dan amalan kita masing-masing. Kedua, adalah adanya perbaikan dalam hubungan sesama manusia, atau Hablumminannas. Perbaikan hubungan ini diwujudkan dalam bentuk ssilaturrahi, bermaaf-maafan. Melalui momentum ini diharapkan hubungan yang sebelumnya renggang karena ada permasalahan, akan kembali membaik setelah saling memaafkan”.