Selasa, 10 Desember 2019

HABIB HUSEIN bin MUHAMMAD ASSEGAF





Habib Husein bin Muhammad bin Ali Assegaf. Adalah Ketua “Majelis Rasulullah” Cabang Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Lahir di Banyuwangi, Jawa Timur.
SD dan SMP diselesaikan di Banyuwangi. Setelah itu masuk SMA namun tidak diselesaikan karena lebih tertarik dengan pendidikan keislaman. Beliau kemudian mondok di Pesantren yang terkenal dengan ilmu alatnya, yaitu di Pondok Pesantren “Sidogiri” Pasuruan (3 tahun), setelah itu pindah pesantren Sunniyah Salafiyah asuhan HabibTaufiq Assegaf (2008 – 2011). Pada tahun 2012-2015 memperdalam ilmu agama ke “Darul Musthafa  Yaman, Hadramaut. Dan dikarenakan berkecamuknya perang di Yaman pada masa itu, maka pada tahun 2015 para pelajar dan santri yang belajar di Yaman oleh pemerintah dievaluasi ke tanah air.
Kemudian pada tahun 2018 menyusul orang tua beliau Habib Muhammad bin Ali Asseggaf yang telah lama hijrah ke Amuntai, Kalimantan Selatan. Pada tahun 2019 Habib Husein membuka cabang “Majelis Rasulullah” di Amuntai dan mengisi majelis 2 minggu sekali.

Diantara kalam beliau:

“Ketika kita menghadiri majelis-majelis yang mulia, (maka) Allah akan memuliakan kita, maka Allah akan memberikan ketenangan didalam hati kita, bahkan bukan ketenangan saja yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, tetapi juga kerahmatan diturunkan kepada orang yang menghadiri majelis-majelis yang mulia.”

“Ketika kita mendapatkan rahmatnya Allah Subhanahu wa ta’ala maka kita akan mendapatkan sorganya Allah Subhanahu wa ta’ala”

“Suatu ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam masjid Nabawi. Beliau mendapati daripada orang-orang berkumpul untuk melakukan daripada majelis ilmu, da nada juga orang yang berkumpul untuk melakukan daripada wirid pembacaan dzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka ketika itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanyai oleh sahabat. Kata sahabat : “siapa yang lebih bagus daripada majelis-majelis tersebut ya Rasulullah?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada sahabatnya, bahwa hadza khair wa hadza khair, mejelis yang pertama baik dan majelis yang kedua juga baik. Akan tetapi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam merndatangi (duduk)  di majelis orang-orang yang mengajar, menuntut daripada ilmunya Allah subahanhu wa ta’ala. Inilah keistemewaan bagaimana ilmu diberikan oleh Allah subahanhu wa ta’ala kepada kita untuk kita mendapatkannya, untuk kita bisa mengerti tentang bagaimana ajaran agama Islam”.

“Ketika kita mempelajari daripada ilmu-ilmunya Allah subhanahu wa ta’ala, maka kita akan bisa mengerti bagaimana akhlaq Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”

“Bagaimana kita ini untuk menghadirkan hati kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan cara apa ? (yaitu) dengan cara kita mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika kita cinta kepada Nabi Muhammad tentunya kita akan merasakan keistemewaan untuk beribadah kepada Allah subahanhu wa ta’ala. Kita akan merasakan hal yang luar biasa untuk selalu istiqamah melaksanakan ibadah kepada Allah subhanhu wa ta’ala”.

“Disebutkan dalam Maulid al-Habsyi atau Maulid Simthut Duror, bahwasanya orang-orang yang terhubung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dikatakan didalam maulid al-habsyi tersebut, bahwa orang-orang yang selalu bershalawat, (maka) shalawatnya itu tersambung kepada  Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seperti kisah Saidina Bilal ra, yang mana luar bisa cintanya sahabat Nabi ini kepada baginda nabi, ketika beliau hendak meninggal saja beliau sangat bergembira, karena apa? Karena beliau (bilal ra) akan berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”.

Ustadz MUHAMMAD ANSHARI




Ustadz Muhammad Anshari bin KH. Suriani Rais, Lc., lahir di Amuntai, hari Kamis, 6 Agustus 1981M bertepatan dengan 5 Syawal 1401 H. Berlatar belakang pendidikan Pondok Pesantren “Darussalam” Martapura. Sekarang menjadi pendidik di Pondok Pesantren “Ar-Raudhah” Desa Kembang Kuning, Pasar Senin, Amuntai.

Diantara kalam beliau:

“Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam : siapa orang yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa ta’ala akan kebaikan, maka orang itu akan difahamkan Allah dalam hal urusan agama”. Jadi diantara usaha kita untuk memahami agama yaitu kita mau hadir di majelis taklim, majelis ilmu. Ujar para ulama, maksudnya daripada “kebaikan” (didalam hadits diatas) adalah “dakhalal jannah”. Bila Allah subahanhu wa ta’ala menghendaki seseorang itu pacangan atau calon penghuni sorga, (maka) orang itu pasti difahamkan Tuhan tentang masalah agama. Faham masalah kewajiban, faham masalah-masalah yang dilarang Allah, nang wajib digawinya, nang haram ditinggalakannya, (mengenai hal tersebut) dapatnya ilmu itu di majelis taklim, dipengajian-pengajian.”

“Rasulullah sangat senang apabila ummatnya ini menuntut ilmu agama. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke mesjid, dan didapati beliau ada halaqah orang yang duduk belajaran bahasa kitanya. Ada disebelahnya halaqah orang yang “ba amalan”. Kemudian Rasulullah duduk di halaqah orang yang belajaran tadi. Lalu ujar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “innama buitstu mu’alliman”, (Aku ini diutus Allah menjadi mu’allim). Jadi pian, jadi mu’allim ini luar biasa, merupakan pangkat tertinggi”.

“Orang yang belajar di pesantren tu pian kaena jadi penghuni sorganya Allah. Itulah tempat yang paling mulia. Kenapa? Karena orang yang menuntut ilmu agama itu kaena pacangan mewaris gawian Rasulullah. Napa gawian Rasulullah? Jar Habib Umar : “Jalannya khairil wara’, sebaik-baik makhluk adalah dakwah ilallah secara dawam, (yaitu) mengajak orang supaya ingat kepada Allah, mengajak orang supaya mempelajari ilmunya Allah, mengajak orang supaya mengabdi kepada Allah, (karena) kita diciptakan Allah adalah : “wa maa khalaqtul jinna wal insa illa liya’buduni” (dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku) (QS. Adz-Dzariyaat (51) : 56)”

“Dengan cintanya kita kepada Rasulullah maka kita akan dimudahkan didalam melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada kita”.

“Apabila kita cinta kepada zurriyat Rasulullah, maka Rasulullah akan cinta kepada kita. Dan bila kita cinta kepada Rasulullah, maka diakherat nanti kita akan mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”.