Senin, 25 November 2019

HABIB ABDULLAH bin MUHSIN bin UMAR BARAKWAN




Habib Abdullah bin Muhsin al-Barakwan al-Hasani lahir di Desa Kota Raja, Kecamatan Amuntai Selatan. Beliau adalah putra dari al-Habib Muhsin bin Umar Barakwan pendiri Majelis Taklim “Raudlatul Muhsinin” Palampitan Amuntai.

  Diantara kalam beliau:

 “Kita harus memuliakan ulama, orang alim. Yang mana dengan merekalah kita menimba ilmu-ilmu yang diajarkan oleh nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam. Kita diajarkan ilmunya Nabi Muhammad, kita menimba dari ilmunya nabi Muhammad, yang mana itulah warisan daripada Nabi dan Rasul. Yang mana hakikatnya, yang diwariskan Nabi dan Rasul bukanlah harta bukan pula tahta, akan tetapi yang mereka wariskan adalah daripada ilmu yang mereka turunkan sampai kepada kita.  Dan juga, ketika kita memandang wajah mereka (orang alim) sebagaimana dikatakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, “barangsiapa yang memandang daripada wajah orang alim, kemudian dengan pandangan tersebut dia bangga, dengan pandangan tersebut dia senang, maka pada saat itulah Allah menciptakan satu malaikat yang mana malaikat tersebut beristighfar memintakan ampunan untuk orang yang memandang wajah orang alim tersebut”. Cukup dengan satu pandangan, kemudian dengan pandangan tersebut kita bangga (senang), maka pada waktu itulah Allah ciptakan satu malaikat yang memintakan ampunan untuk kita. Berkaitan dengan hal tersebut, ketika kita beristighfar, adakalanya istighfar kita tersebut tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, karena kita ini banyak dosa, kita masih sering bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi, ketika seorang malaikat memintakan ampunan kepada Allah untuk kita, maka apa kiranya Allah Subhanahu wa ta’ala tidak menmgabulkannya? Seorang malaikat yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, seorang malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu, tentunya ketika mendo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala supaya Allah mengampuni kita, maka Insya Allah pasti Allah akan mengampuni”.

“Barangsiapa yang duduk bersama dengan orang alim, maka pada hakikatnya duduk bersama dengan Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasala,m, dan sebagaimana janji Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, adalah barangsiapa yang menjadikan Nabi Muhammad sebagai teman duduknya di dunia, maka ketika diakherat nanti, kita akan dijadikan teman duduknya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam.

“Berkat orang alim kita bisa mengetahui siapa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita tidak bisa mencintai Nabi Muhammad, kita tidak bisa mengenal Nabi Muhammad, kalau tanpa ulama, karena sesungguhnya ilmu mereka (orang alim) selalu sambung menyambung dari guru sampai guru sampai guru sampai kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari merekalah kita bisa mengenal syari’at Allah subhanahu wa ta’ala, apa-apa yang dijaarkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan apa-apa yang dilarang oleh Allah subahanhu wa ta’ala.”

“Hakikat dari keindahan adalah kebeningan hati”

“Sebagaimana kedekatan mahabbah kita dengan baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam maka seperti itulah kedekatan kita dan derajat kita dididi Allah Subhanahu wa ta’ala”.

“Dan diantara tanda cinta seseorang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ketika disebut nama Nabi Muhammad maka pastilah orang-orang yang merindukan beliau pastilah akan berlinang meneteskan air mata”.

Ustadz AHMAD ROYANI



Ustadz Ahmad Royani adalah pendakwah yang berasal dari Desa Pangkalan Sari Alabio, Amuntai.

Diantara kalam beliau :

“Agungkanlah pribadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sering-sering kita membaca shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka kita akan dicintai oleh baginda Rasulullah. Shalawat kita itu akan diperlihatkan kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahwasanya itulah bentuk kemudahan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dan berkat shalawat itu pula nantinya kita akan dimudahkan untuk bersama dengan Rasulullah di akhirat”

“Jangan ada rasa dendam di hati, janagan sampai bermusuhan selama 3 hari, jangan sampai dengan saudara senantiasa kada bararawaan, maka jika sampai ada yang demikian, kalau dia meninggal dunia, maka dikhawatirkan nantinya mati dalam keadaan su’ul khatimah”.

“Jangan sampai kita menjadi orang yang lupa daratan, lupa dengan jasa orang tua. Kalau seandainya kita dulu durhaka kepada orang tua, maka nanti anak-anak kita akan durhaka juga kepada kita. Karena itu berbaktilah kepada orang tua kalian, niscaya akan berbakti pula anak-anakmu”.

“Luangkanlah waktu untuk beramal shaleh. Jangan sampai kita lupa bahwa nanti kita akan dihisab diakhirat oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena itu berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Sekecil apapun perbuatan kita, walau sekecil dzarrah, niscaya kita akan melihatnya, niscaya kita akan mendapatkan balasannya, demikian pula bila berbuat kejahatan, walau sekecil dzarrah, maka akan dilihat dan dirasakan pembalasan atas kejahatannya (al-Zalzalah (99) : 7-8).