Jumat, 29 Januari 2021

Syekh KH. MUHAMMAD JAHRI bin KH. M KASIM

 


KH. Muhammad Jahri bin KH. Muhammad Kasim lahir di Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 1885 M (1303 H).  Ulama yang hidup seumur dengan beliau pada waktu itu adalah Syekh KH. Abdurrasyid  (Muassis Perguruan Rakha) Amuntai dan Syekh KH. Kasyful Anwar Firdaus bin M. Shaleh dari Desa Panyiuran Amuntai.

Berpulang ke rahmatullah pada 8 November 1954 M (bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1374 H). Makam beliau terletak di Desa Ilung, Kecamatan Batang Alai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Minggu, 03 Januari 2021

SAYYID MAHMUD al-AHDAL

 


Sayyid Mahmud al-Ahdal adalah putra dari al-Habib Muhammad bin Ibrahim al-Ahdal. Lahir di Martapura pada tahun 1995. Ibunda beliau adalah orang Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, tepatnya dari Kecamatan Haur Gading. Kakak beliau, yaitu Sayyid Ahmad al-Ahdal sejak masih bayi diasuh dan diangkat anak oleh Guru Sekumpul Martapura.

Sejak berumur 6 tahun (2001) tinggal di Saudi Arabia. Dengan demikian, dari tingkatan Ibtidaiyah. Mutawassithah dan Tsanawiyah (di Indonesia setingkat ‘Aliyah). Setelah itu, sekitar tahun 2013- 2014 beliau kembali ke Indonesia, kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Ahmad Yani Banjarmasin, mengambil jurusan Manajemen.

Dalam keorganisasian beliau aktif di Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Pemuda (GP) Anshor.

Diantara kalam beliau:

“Tantangan NU hari ini tidak sama dengan tantangan NU zaman dahulu, karenanya cara menghadapinya juga berbeda. Kalau NU nya masih sama seperti dahulu”.

“Kepengurusan inti NU harus diisi alumn-alumni pesantren. Masuknya orang-orang yang tidak berlatar belakang agama ke kepengurusan inti NU, (dapat) merusak NU dan mematikan NU itu sendiri. Kedepannya pengurus NU harus diisi orang-orang yang mumpuni dalam ilmu agama”.

 

HABIB RIDHO bin SALIM al-BAHR

 

Habib Ridho bin Salim al-Bahar, lahir di Bondowoso, 7 Juni 1994 M (bertepatan dengan 27 Zulhijjah 1414 H) adalah Sekretaris Majelis Rasulullah Cabang Amuntai. Terkenal karena kedekatannya dengan kalangan generasi milineal, seperti keikutsertaan beliau didalam aktifitas Biker di Hulu Sungai Utara. Beliau juga Khadim Majelis Ta’lim “Makarimal Akhlaq” Pasar Amuntai.

Diantara kalam beliau:

“Jangan memandang seseorang dari awalnya, pandanglah seseorang tersebut dari akhir hayatnya”

“Kita banyak mendengarkan sejarah-sejarah, lalu apa yang kita bawa pulang oleh-oleh dari majelis-majelis ilmu. Seharusnya kita mengamalkan apa yang disampaikan oleh guru-guru kita. Beginilah bukti cinta kita kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam”.

“Akan datang suatu saat dimana bibir kita tidak bisa bergerak lagi menyebut nama Allah. (yaitu) ketika kita meninggal, kita dikafani lalu dimasukkan ke dalam kubur kita, dibuka wajah kita diciumkan ke didinding kuburan kita. (maka) selagi pian nyaman berucap shalawat kepada Sayyidina Muhammad, nyaman berdzikir kepada Allah, selagi pian mampu, maka cepat ucapan”.

“Ingatlah kematian itu tidak pandang bulu, kakanakankah tuhakah, kada tahu umur kita berapa. Kita memohon, sampai ulama-ulama mengatakan : Ya Allahu biha ya Allahu biha ya Allahu bi husnil khatimah. Maka saat itu, ketika kita meninggal, tidak ada kekasih, tidak ada jabatan, tidak ada harta, hanya kita sendiri di dalam kubur, dan disaat itu, beruntunglah orang yang berdzikir yang mengingat Allah (dan) Allah mengingatnya, yang merindukan Allah, Allah merindukannya. Maka beruntunglah ketika orang yang selalu berdzikir, yang selalu mengingatnya, bukan hanya mengingat-Nya kepada Allah tetapi Allah juga mengingatnya”.

“Jangan tahan lidahmu untuk (terbiasa) menyebut nama Allah, jangan berhenti menyebut nama Allah. (maka) dosa apa gerangan yang kalian lakukan hingga berat menyebut nama Allah”.

“Cerahkan wajah Nabi kalian dengan bagusnya amal kalian. Kalau pengin vNabi senang kepada sampiyan, maka perbaguslah perbuatan amal pian, perbaguslah apa yang dilakukan pian sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senang kepada kalian”.