Ansharullah, S.Ag, M.Fil.I lahir di Amuntai, Senin, 9 Juni 1975 (bertepatan dengan 29 Jumadil Awwal 1395 H ). Berlatar belakang pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah “Manarul Huda” Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah (lulus 1987), kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren “al Falah” Banjarbaru, kalimantan Selatan (lulus 1991). Tahun 1992 kembali ke Amuntai untuk menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Amuntai (lulus 1995).
Beliau kemudian menempuh program sarjana pada Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari, mengambil jurusan Aqidah Filsafat (tamat 1999). Pada tahun inilah, setamat kuliah, beliau mengikuti tes CPNS Kualifikasi Dosen Filsafat Umum yang diselenggarakan IAIN Antasari dan lulus sebagai Dosen Filsafat Umum pada Fakultas Syariah IAIN Antasari banjarmasin.
Baru pada tahun 2007 berkesempatan untul mengambil Program Pascasarjana di IAIN Antasari jurusan Filsafat Islam konsentrasi Ilmu Tasawuf, dan lulus dengan meraih gelar Magister Filsafat Islam (M.Fil.I).
Beliau ada menerbitkan beberapa buku, diantaranya : Pengantar Filsafat, Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Ummat (LPKU), Batola, 2019, dan Pengantar Ilmu Tauhid , LPKU, Barito Kuala, 2021.
Diantara kalam beliau:
“Tentang kenabian, manusia dapat berhubungan dengan Aql Fa’al (Jibril) melalui 2 cara/ metode, yakni penalaran atau renungan pemikiran dan imajinasi atau inspirasi (ilham). Cara pertama hanya dapat dilakukan oleh para filosof yang dapat menembus alam materi/ fisik dan dapat mencapai cahaya ketuhanan, sedangkan cara yang kedua hanya dapat dilakukan oleh nabi” (Ansharullah, Pengantar Filsafat, Batola : LPKU, Cet. 3, Oktober 2019, h. 81)
“Semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang yang mawjud atau tentang ciptaan Tuhan, maka semakin sempurna pulalah ia bisa dalam mendekatkan pengetahuan tentang adanya Tuhan itu” (Pengantar Filsafat, h. 83)
“Tujuan diberlakukannya hukum Islam adalah terciptanya keselamatan baik di dunia dan di akhirat. Islam, selain berarti penundukkan, juga berarti penyelamatan. Tujuan dari hukum Islam tersebut merupakan manifestasi dari sifat Rahman dan Rahiim Allah kepada semua makhlukNya dimana hukum Islam bertujuan menyelamatkan manusia dari yang tidak diinginkan. Rahmatan lil ‘alamin adalah inti tujuan hukum Islam. Dengan adanya syariah tersebut perdamaian dan keselamatan dapat ditegakkan di muka bumi dengan pengaturan masyarakat yang dapat memberikan keadilan kepada semua orang agar terarah kepada keselamatan di dunia dan di akhirat nanti” (Pengantar Filsafat, h. 95)
“Pandangan dalam dunia Islam menyebutkan bahwa asal, cara, dan tujuan perilaku manusia mempunyai konsekuensi eskatologis (hari akhir), yaitu bermula dari dan berujung pada keimanan pada Allah Subhanahu wa ta’ala”. (Pengantar Filsafat, h. 98)
“Adapun hubungan antara ilmu Tauhid dengan ilmu ilmu keislaman lainnya adalah bahwa ilmu Tauhid merupakan dasar dan akar dari ilmuilmu ajaran agama Islam, sedangkan ilmu yang lainnya merupakan cabang dari ilmu Tauhid tersebut. Dengan kata lain, ilmuilmu lain dalam Islam harus berdasarkan pada ajaran Tauhid yang diajarkan dalam Islam. Ilmu Tauhid, filsafat dan ilmu tasawuf itu mempunyai kemiripan dalam banyak masalah pada aspek objek bahasan. Objek bahasan ilmu tauhid itu adalah masalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Objek bahasan filsafat adalah masalah ketuhanan disamping juga masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu, objek bahasan tasawuf adalah Tuhan, yaitu upaya oleh manusia dalam melakukan pendekatan kepada Nya. Jadi, jika dilihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu tersebut membahas masalah yang berkaitan dengan masalah ketuhanan. Ketiganya bisa saling membantu dalam arti saling memberikan informasi yang bersifat masukan informasi bagi ilmuilmu lainnya” (Ansharullah, Tauhid Sebuah Pengantar, Batola : LPKU, 2021, h. 5)
“Mengesakan Allah Subhanahu wa ta’ala dari segi Dzat Nya, yaitu menyakini bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala itu tidak tersusun dari elemen elemen internal maupun eksternal, dan tidak ada yang menyamai dan menyerupai dzat Nya. Mengesakan Allah dalam masalah sifat berarti bahwa menyakini bahwa Cuma Allah Subhanahu wa ta’ala saja yang memiliki kesempurnaan dalam semua sifat kebaikan. Jika kita menyebut Allah itu kekal, maka kita juga menyakini bahwa yang kekal itu Cuma Allah Subhanahu wa ta’ala saja, tidak makhluk yang kekal, kecuali jika Allah berkehendak mengekalkannya sampai waktu yang lama. Tauhid dalam masalah perbuatan Tuhan, berarti bahwa hanya Allah saja yang memiliki kesempurnaan dalam melakukan semua hal yang dikehendaki oleh Nya”. (Tauhid Sebuah Pengantar, h. 17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar