Selasa, 11 Agustus 2020

Ustadz H. MAHMUDIN, Lc., MH





Ustadz H. Mahmuddin, Lc., MH, lahir di Desa Pinang Habang, Kecamatan Amuntai Tengah, Minggu, 5 Desember 1982 M (bertepatan dengan 19 Safar 1403 H). Adalah alumni Fakultas Syariah dari Universitas al-Ahgaff, Tarim, Hadramaut, Yaman.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di SDN “Danau Cermin”, melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah “Darussalam” Pinang Habang” (1995-1998). Kemudian mondok ke Pondok Pesantren “Ibnu Amin” Pamangkih (1998 – 2000). Untuk tingkatan Aliyah, beliau kembali ke Amuntai untuk melanjutkan pendidikan ke Madrasah ‘Aliyah Khusus “Normal Islam Rasyidiyah Khalidiyah” (NIPA Rakha) Bidang Studi Keagamaan (2000 – 2003).
Setamat dari kuliah di Universitas al-Ahqaff, Yaman (2010) langsung mengabdikan diri menjadi pengajar di Madrasah Aliyah Nipa/Nipi Rakha serta menjadi dosen Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’am (STIQ) Amuntai.
Beliau juga mengarang beberapa kitab, diantaranya : Al-Adillah al-Mukhtalaf ‘alaiha (Ushul Fiqh), Asrar Sunan ar-Rasul (Rahasia dibalik Sunnah Rasul), dan Mukhtar hadis Riyadhus shalihin (Hadits pilihan Riyadhus Shalihin bab Ikhkas, Taubat dan Sabar).
 

Diantara kalam beliau:

“Dalam perspektif hukum Islam orang yang sakit tetap berkewajiban menjalankan agamanya, selama akalnya masih berfungsi dengan baik (tidak gila), baik kewajiban kepada Allah ataupun yang berkaitan dengan hak-hak manusia, tetapi aktivitas orang sakit tentunya berbeda dengan orang yang sehat. Syariah Islam memberikan beberapa kemudahan bagi orang yang sakit. Hal ini bertujuan agar orang sakit tetap melaksanakan ibadah sesuai dengan kondisi sakit yang dideritanya tanpa beban dan kesulitan. Rukhsah (keringanan) yang diberikan oleh syariat Islam kepada orang yang sakit seperti : bolehnya berbuka puasa pada saat sakit, ataupun melakukan shalat dengan posisi yang mampu dilaksanakannya dan yang lainnya”. (Rukhsah (Keringanan) bagi orang sakit dalam perspektif hukum Islam (Abstrak) oleh H. Mahmudin, Lc., M.H didalam Jurnal Ilmiah “al-Qalam”, Vol. 11, No. 23, Januari-Juni 2017, hal. 65)

“Sakit juga dipandang sebagai peringatan dari Allah Subhanahu wa ta’ala untuk mengingatkan segala dosa-dosa akibat perbuatan jahat yang dilakukannya selama hidupnya. Pada kondisi sakit, kebanyakkan manusia baru mengingat dosa-dosa dari perbuatan jahatnya dimasa lalu. Dalam kondisi sakit itulah, kebanyakkan manusia baru melakukan taubat dengan cara memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan jahatnya dikemudian hari”.


Rabu, 05 Agustus 2020

KH. ABDUL KARIM





KH. Abdul Karim bin H. Nafiah, adalah orang tua dari Drs. H. Abdul Wahid HK, MM. Msi, Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara. Pernah menimba ilmu agama selama sepuluh tahun di Mekkah al-Mukarramah. Sekembali dari tanah suci beliau kemudian diminta untuk mengisi pengajian di Majelis Ta’lim al-Ma’arif Amuntai.
Sebagai seorang ulama dan hafal al-Qur’an, beliau mempercayakan putra dan putri beliau juga kepada anak seorang ulama, diantaranya yang menjadi menantu beliau adalah Prof. Dr. KH. Fahmi Arief, MA, KH. Ahmad Riduan (Lok bangkai), dan Hj. Anisah Rasyidah, M.AP binti KH. Abdullah AA.
Berpulang ke rahmatullah pada malam Minggu, 15 Mei 1991  M bertepatan dengan 22 Syawal 1412 H. Makam beliau berada di desa Lok Bangkai, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Selasa, 04 Agustus 2020

Drs. H. MUHAMMAD ADENAN, MA



Drs. H. Muhammad Adenan, MA lahir di Juai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (Sekarang masuk wilayah Kabupaten Balangan), Senin, 5 Mei 1958 M (bertepatan dengan 16 Syawal 1377 H). Adalah Master bahasa Arab pertama dari Kalimantan.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Modern “Gontor” (1980), beliau kemudian menempuh program sarjana di IKIP Malang mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Arab.
Pada tahun 1993 beliau diangkat menjadi pegawai negeri sipil dan ditempatkan di MAN 2 Model Banjarmasin. Seiring perjalanan waktu, beliau kemudian diangkat menjadi Kepala Sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kelayan, kemudian menjabat Kepala Sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Mulawarman, Banjarmasin (2011- ).
Dalam keaorganisasian beliau menjadi Sekretaris Madrasah Development Center (MDC), serta aktif menjadi pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Kalimantan Selatan peride 2011 – 2016, dan menjadi fungsionaris di Nahdlatul Ulama (NU).
Aktifitas keseharian lainnya adalah menjadi penceramah dan khatib di beberapa mesjid, serta menjadi dosen di Akademi Perawat (Akper), Stikes Suaka Insan dan di Universitas Islam Kalimantan (Uniska).
Diantara kalam beliau:
“Menguasai bahasa arab mutlak diperlukan, apalagi, untuk mempelajari al-qur’an dan hadits secara detail, kita dituntut menguasai bahasa arab, selain sebagai bahasa komunikasi, ia juga bahasa ibadah”.
“Warga NU adalah masyarakat semi tradisional yang taat pada agama dan ulama. Mereka tidak memisahkan antara agama dan negara, sebab antara keduanya bagai dua sisi mata uang. Agama dengan dukungan negara akan kuat, dan negara dengan dukungan agama akan lestari. Negara yang dijalankan oleh sebuah pemerintahan instrumen untuk mewujudkan nilai-nilai politik keagamaan”.
“Siapapun orangnya, jika memiliki komitmen dan mau memperjuangkan agama dan negara secara bersama-sama, kesanalah mereka akan menjatuhkan pilihannya”