KH. Rusdi Rusli, Lc lahir di Bitin, Kabupaten Hulu Sungai Utara, pada hari Sabtu, 28 Februari 1970 (bertepatan dengan 22 Zulhijjah 1389 H). Setelah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah di Bitin, beliau kemudian meneruskan menimba ilmu di Pondok Pesantren “Darussalam” Martapura. Selanjutnya beliau memperdalam ilmu agama dengan melanjutkan kuliah Strata 1 (S-1) pada Fakultas Syari’ah di Universitas Islam Madinah. Sekarang beliau aktif sebagai Ketua Komisi Fatwa di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Kalimantan Selatan.
Diantara kalam beliau:
“Ba adab itu perlu. Karena adab itu pungkal ilmu, diatas ilmu. Kalau orang tinggi kada ba adab, kadada gunanya, tetapi orang nang kada tapi ba ilmu tapi adabnya tinggi, (yang sedemikian ini) masya Allah. Jadi adab manusia yang baik kepada orang yang tua, walaupun orang tua itu salah, maka cara menegurnya dengan cara batakun (bertanya). Seperti ucapan Ibrahim kepada ayahnya : mengapa pian menyembah sesuatu yang kada mandangar, kada malihat dan kada kawa memberi manfaat ataupun menolak mudharat. (lihat Dialog Nabi Ibrahim dengan ayahnya di Surah Maryam (19) : 42 : “Idz qaala li abiihi yaaa abati lima ta’budu maa laa yasma’u wa laa yubsiru wa laa yughnii ‘anka syai’aa “ (Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, ”Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikitpun?”.
“iman itu banyak cabang-cabangnya. Jadi makanya Allah mengingatkan kita supaya kita meningkatkan “aminu billah” beriman bujur-bujur kepada Allah. Masalah iman ini masalah didalam hati, masalah yang orang lain kada tahu, antara kita dengan Allah saja. Orang tahu kalau sudah kita ucapkan, orang tahunya kalau sudah ada perbuatan. Kalau masih dihati banyak orang kada tahu. Maka ayat ini, tentang aminu billah, sebenarnya Allah mengingatkan kepada kita supaya kita menjadi orang yang baik. Yang kedua, diantara cara meningkatkan keimanan adalah dengan betul-betul mengenal Allah yang telah menciptakan kita, yang telah memuliakan kita sebagai keturunan nabi Adam, yang telah membukakan penglihatan kita sehingga kita bisa melihat, yang membukakan telinga sehingga kita bisa mendengar, yang mengalirkan darah di nadi kita, dan sebagainya. Jadi kita ini kadada apa-apanya. Itu semua adalah nikmat Allah yang sangat banyak kepada kita, dan merupakan kemurahan Allah, dan meskipun manusia bermaksiat tetap diberikan nikmat, diberikan rezki, kesehatan dan sebagainya. Oleh sebab itu, kita harus menjadikan iman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai sesuatu yang paling utama.”
“Kita bisa berkomunikasi adalah sebuah nikmat yang luar biasa, dan itu merupakan modal untuk mencapai sebuah kebahagiaan. Mun kada kawa ba apa-apa kaya apa handak bahagia? Mandangar kada misalnya, malihat kada, manulis kada bisa, mambaca kada bisa. Maka dengan semua fasilitas nang “ ‘alamahul bayan” itu tujuannya apa? Yaitu untuk mengenal Allah. Dengan kita bisa membaca, menulis, mendengar, berkomunikasi (maka) kita bisa belajar bagaimana petunjuk-petunjuk Allah”.
“Keahlian kita didalam berkomunikasi adalah seperti tangga, itu bisa menurunkan kita kepada asfala safilin, kepada derajat yang paling rendah, tetapi juga bisa menaikkan posisi dihadapan Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena orang dengan bisa berkomunikasi, dengan bisa bapander, itu bahayanya bisa ghibah, bisa namimah (adu domba) suhriah (menghina, mengenteng-entengkan orang), dan kadzib (dusta) dan lain-lain. Dari segi positifnya, kita bisa baca al-Qur’an, bisa baca hadits dan sebagainya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan : “Seseorang masuk ke dalam neraka itu karena ucapannya, dan seseorang dengan ucapannya bisa pula memasukkannya ke dalam sorga”. Jadi kita haja lagi nang men setting, ma atur nikmat Allah yang ‘alamahul bayan ini, mesti kita arahkan kemana."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar