Rabu, 26 Juli 2017

KH. SUFYAN NOOR MARBU


KH. Sufyan  Nor  bin Marbu bin Abdullah al-Banjari, lahir di Amuntai, Selasa, 11 Juni 1968 M (bertepatan dengan 14 Rabiul Awwal 1388 H). Adalah seorang hafizh al-Qur’an yang juga ahli dalam pembacaan qira’at 7. Beliau adalah adik dari Syekh Nuruddin Marbu al-Banjari.
Sejak usia 5 tahun dibawa orang tua hijrah ke Mekkah al-Mukarramah (tahun 1974). Mendapat pendidikan awal di Madrasah Ash-Shalatiah, Makkah, sebuah madrasah tertua di jazirah Arab. Tahun 1977 mengikuti program tahfizh di Masjidil Haram.
Pada usia 16 tahun beliau sudah diijinkan untuk  mengajar dan menjadi imam di beberapa buah masjid di sekitar Mekkah. Di antara guru-guru beliau yang mulia, adalah Syekh Abdul karim al-Banjari, Syaikh Abdullah Said al-Lahji, Syaikh Muhammad Idris al-Mandili al-Makki. Beliau juga berkhidmad kepada Musnid ad-Dunya al-allamah syaikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani selama 2 tahun, dan kemudian pergi ke Yaman, Hadramaut untuk berguru dengan Habib Umar bin Hafidz.
Tahun 1989 pulang ke Indonesia dan membuka halaqah al-Qur’an dan Madrasah Tahfizh pertama di kota Amuntai, Kalimantan Selatan.
Tahun 1991 mendirikan halaqah al-Qur’an bekerjasama dengan Pondok Pesantren “Al-Hikmah” Jakarta. Tahun 1994 membuka pesantren al-Qur’an “Al-Ihsan” di Banjarmasin dan belasan cabang di seluruh Kalimantan. Kemudian di tahun 1996, kembali membuka pesantren al-Qur’an “Asy-Syifa” di Tangerang, Jawa Barat.
Tahun 1997 mengajar di Ma’had “Al-Fattah” Temboro, Magetan, Jawa Timur. Tahun 1998 bekerja sama dengan Pondok Pesantren “al-Huda” membuka halaqah al-Qur’an di Wajak Malang.
Kemudian, tahun 1999 hijrah ke kota Batu, Malang dan kembali membuka Pondok Pesantren “An-Nashr” dimana beliau duduk sebagai direkturnya.
Disela-sela kesibukan mengajar al-qur’an, dan berdakwah, beliau berkesempatan pula mengarang kitab diantaranya kitab : “Fath al-Hadi al-Raqiib fi Adillah Fath al-Qariib al-Mujiib”.

Diantara kalam beliau:

“Alfatihah terbagi 2, sebagian pujian kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagiannya lagi kita beribadah Allah memberi pertolongan. Tetapi dengan catatan, urutan itu hars diperhatikan. (dimana) ibadah dulu baru minta pertolongan, dan hanya ibadahnya kepada Allah saat kita minta pertolongan. Saat kita minta pertolongan tidak murni kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, kalau tidak dikabulkan jangan menyalahkan Allah. Jadi saat misalnya, kita do’a- do’a tetapi hati kita masih mengharapkan orang yang (akan) memberi, maka tidak akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala selagi dihati kita ada selain Allah. Kita berdo’a tidak minta pertolongan kepada Allah, tapi hati mengharapkan selain Allah (maka) saat itu tidak bakalan datang pertolongan daripada Allah Subhanahu wa ta’ala”.

“Pertolongan dari Allah Subhanahu wa ta’ala akan turun saat lidah dan hati kita sinkron, keduanya sesuai dengan apa yang kita ucapkan minta kepada Allah, demikian juga hati minta kepada Allah”.

“Zakat kalau dijalankan oleh orang-orang kaya dan dibayar (maka) tidak ada orang miskin, atau tidak ada orang faqir, yang berhajat pasti akan tertutupi. Itu sudah Allah atur. “Kami-lah yang telah membagi-bagikan (menentukan) penghidupan mereka dalam kehidupan dunia...” (Qs. Az-Zukhruf ayat 32). Jadi ini dijadikan kaya, ini dijadikan miskin, itu aturan Kauniyah daripada Allah Subhanahu wa ta’ala. Tapi di samping aturan Kauniyah ada aturan Syar’iyah. Syari’atnya bagaimana (sikap) orang kaya disaat dia menjadi orang kaya, maka harus berbagi dengan orang miskin, atau orang faqir. Saat dia berbagi maka tidak akan ada orang faqir yang tidak kecukupan, dia akan tercukupi keperluannya. Tetapi karena orang kaya – kalau itu sampai terjadi – ternyata ada orang yang kelaparan, ada orang yang tidak berpakaian, telanjang karena kekurangan. Akhirnya itu gara-gara apa? Gara-gara orang kaya menyia-nyiakan mereka (yaitu) tidak mau membayar zakatnya. Maka oleh karena itu Allah Subhanahu wa ta’ala akan menghisab mereka dengan hisaban sadida, hisab yang sangat berat dan akan disiksa dengan siksaan yang amat pedih”.

“Dilihat dari lafadz “quwwah” (pada surah al-Anfal (8) ayat 60) adalah dari semua macam kekuatan apapun. Kekuatan apa saja yang harus dipersiapkan adalah kekuatan mal (harta), kekuatan da’wah, kekuatan ilmu, kekuatan  akhlaq, kekuatan rezkiyah, dan kekuatan lahir bathin”.

“Kalau dipukulnya karena salah, maka (ketika anak berusia, pen) 10 tahun bru boleh, tapi kalau dipukulnya itu karena akhlaq, maka sebelum umur itupun boleh. (missal) ia berbohong, ia boleh dipukul sebelum itu”.

“Apabila Aku (Allah) sudah cinta kepada hamba-Ku, maka (dalam) memanah contohnya, hamba-hamba Allah yang dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala, sampai kepada derajat Mahabbah di sisi Allah, maka apa yang dia inginkan (missal) saya mau kena 10, lepaskanlah maka kena 10. Ini yang terjadi pada Imam Syafi’i Rahimahullah, kata beliau : “saya itu kalau memanah 10 kena 10”.

“Bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar (Qs. Al-Anfal ayat 17). Kita hari ini, harus menghayati ayat ini disaat latihan  memanah, maka tujuan  utama dari latihan memanah, berkuda adalah menjalankan perintah Allah dan mengikuti cara Rasulullah Saw, adalah untuk menjadikan yakin kepada Allah. Adalah untuk menafikan bahwa kita mempunyai kekuatan, bukankah  semua gerak gerik kita adalah  bergantung kepada Allah”

“Apa yang terjadi pada Rasulullah, pada ummatpun boleh (dapat) terjadi. Apa yang terjadi pada Rasulullah sebagai mukjizat, boleh terjadi pada ummatnya sebagai karamah, ini adalah I’tikad kita kaum ahlussunnah wal jama’ah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar