Rabu, 28 Juni 2017

Prof.DR.KH. AHMADI ISA,MA



Prof. Dr.KH. Ahmadi Isa, MA bin HM. Isa lahir di Desa Jarang Kuantan, Amuntai, Kamis, 15 April 1948 M (bertepatan dengan 5 Jumadil Akhir 1367 H). Pendidikan Dasar beliau tempuh di Amuntai (1961), PGAN 4 tahun di Rantau (1966) kemudian melanjutkan ke MAAIN di Banjarmasin (1968), pindah lagi ke Amuntai untuk mondok di Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha).
S-1 beliau ambil di IAIN Sunan kalijaga Yogyakarta pada Fakultas ushuluddin Jurusan Dakwah. Sedangkan untuk S-2 (1990) dan S-3 (1996)  beliau selesaikan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Ilmu Agama Islam.


Beliau juga aktif di keorganisasian, diantaranya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) tahun 1966-1968, dan PMII (1968-1970). PPP dan menjadi Pengurus Wilayah NU Kalimantan Tengah mulai tahun 1987. Beliau juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Kalimantan Tengah.
Aktifitas beliau di bidang akademik diantaranya sebagai Dosen STAIN Palangkaraya (sejak 1992), dosen Akper dan Akbid Poltekes Palangkaraya (sejak 1999), Dosen Universitas Palangkaraya dan Dosen pasca Sarjana IAIN Antasari Banjarmasin (sejak 2001). Beliau meninggal 15 Juni 2015 dimakamkan di alkah jalan Bengaris Palangkaraya.

Diantara kalam beliau:

“Kristenisasi adalah sesuatu yang bisa dirasakan tetapi tak terucapkan, karena realitasnya memang ada dimasyarakat. Dan, suatu yang wajar bila misi mereka berhasil, karena keunggulan strategi yang mereka miliki, beda dengan dakwah Islam yang cenderung langsung ceramah”.
“Orang sufi menganggap bahwa syari’at untuk memperbaiki sesuatu yang lahir (nyata). Tarekat untuk memperbaiki sesuatu yang tersembunyi (batin).Dan hakikat untuk memperbaiki segala rahaia yang ghaib-ghaib. Tujuan akhir dari para sufi ialah ma’rifah, yakni mengenal hakikat Allah, zat, sifat dan perbuatan-Nya”. 


“Dalam agama Islam banyak hal yang tidak mudah dipahami dengan rasio (akal), tetapi memerlukan hati. Pahala dan dosa bukan merupakan konsep abstrak melainkan sesuatu yang nyata. Oleh karena itu, orang perlu menghayati “kenyataan” tersebut, agar dapat membedakan antara mematuhi dengan tidak mematuhi ajaran islam”
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar