KH. Ahmad Bakri, lahir di Bitin, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Rabu, 20
Mei 1959 M (bertepatan dengan 12 Zulqa'dah 1378 H). Pendidikan dasar beliau tempuh di MI “Shalatiyah” Bitin, demikian juga untuk tingkatan MTs. Tahun 1977
beliau belajar di Ponpes Darussalam martapura. Di Martapura ini, beliau berguru
dengan KH.Syukri Unus dan KH. Muhammad Zaini Ghani (Guru Sekumpul), dan beberapa
ulama yang lain.
Tidak lama setelah menyelesaikan mondok di Darussalam, beliau
mempersunting gadis Gambut. Dan di tempat inilah beliau kemudian
mendirikan Pondok Pesantren ‘Al-Mursyidul Amin”.
Dalam aktifitas keagamaan, di samping mengelola pondok beliau juga
memangku jabatan sebagai Ketua badan Pengelola Masjid Raya “Sabilal Muhtadin” Banjarmasin. Mengisi
pengajian di masjid tersebut, juga mengasuh ruang Tanya jawab agama di Surat
Kabar “Banjarmasin Post” dan tabloid
“Serambi Ummah”. Kumpulan Tanya jawab
tersebut telah diterbitkan dalam sebuah kitab yang diberi judul "Ibanatul Ahkam".
Beliau berpulang kerahmatullah pada Jum’at, 1 Februari 2013 M (bertepatan
dengan 20 Rabi’ul Awwal 1434 H).
Diantara
kalam beliau:
“Menurut hukum Islam, hendaknya semua adat dan istiadat tunduk
kepadanya. Namun, kebanyakkan kita sekarang hukum itu tunduk kepada situasi dan
kondisi”
“Untuk mendapatkan titel mukhlisun, orang itu harus sampai
kepada maqam Ikhlasul Arifin, karena ikhlas itu terbagi 3, yakni abidin
yaitu beramal karena fadhilat, muhibbin yaitu beramal supaya masuk sorga
dan terlepas dari neraka, dan arifin beramal tidak ada efek samping,
semata-mata bertaqarrub menjunjung perintah Allah”.
“Berhati-hatilah dalam belajar ilmu, apalagi ilmu tasawuf. Kalau
belajar ilmu fiqih, tidak benar paling ibadahnya tidaksah. Tetapi apabila
tidakbenar belajar ilmu tasawuf, neraka buat selama-lamanya”.
“Kita diajarkan oleh Allah Swt : “wama ashabaka min hasanatin faminallahi wa ma ashabaka min sayyi atin
famin nafsika (apa-apa yang mengenai dirimu daripada kebaikan maka itu dari
Allah, dan apa-apa yang mengenai pada dirimu dari kejahatan maka dari idirimu
sendiri). Jadi yang baik-baik kembalikan kebaikannya kepada pabrik yang jelek,
itu namanya salah urus. Kalau seseorang misalnya beli mobil Mercedes yang
terbaru yang full automatic, itu merupakan mobil paling baik. Katakanlah bahwa
kapasitasnya ini hasil buatan pabrik, bukan memang begitu ? Tetapi kalau mobil
itu nabrak tiang listrik sampai hancur, jangan disalahkan pabrik, taoi itu
salahnya yang menyopir. Yang baik dari Allah, yang jelek salah kita”.
“Setiap amal ibadah yng
tidak disertai dengan ikhlas bukan saja tidak mendatangkan pahala,bahkan
mendatangkan dosa. Oleh karena itu, dalam melaksanakan amal kita dianjurkan
ikhlas dan hendaknya kita mengaji betul tentang ikhlas tersebut”.
“Seseorang yang hidup di dunia ini harus mengukur kebaikan atas
keburukan itu dengan ukuran yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya, bukan dengan
ukuran hawa nafsu”.
“Kaidah ushul fiqh mengatakan, ketinggalan yang wajib
maka mengqadhanya juga wajib, ketinggalan sunnat maka mengqadhanya jugasunnat.
Tidak ada jalan ketinggalan yang wajib dengan dikeluarkannya pengorbanan harta
dan sebagainya”.
“Kalau kita memandang keagungan dan kebesaran Allah, tentu kita
mengenal kelemahan dan kehinaan kita sebagai manusia. Istilah tasawuf,
dinamakan maqam Taraqqi. Tetapi kalau dia mengenal pandangan pertama
kelemahan dirinya dan kehinaannya setelah itu, dia memandang keagungan dan
kebesaran Tuhannya, ini orang dinamakan maqam Tanazul”.
“Seseorang yang akan naik martabatnya terlebih dahulu bermimpi
dengan ulama-ulama, kemudian auliya-auliya dan juga sering bermimpi bertemu
nabi-nabi, baru bertemu mimpinya dengan Rasulullah”.
“Teliti sebelum belajar, kalausudah gurunya mengurangi ibadah yang
zahir bahkan ingkar terhadap kewajiban, orang itu sudah tergolong murtad.
Nyatakata peribahasa orang-orang tua kita dahulu
:berburu kepalang datar mendapat rusa belang kaki, berguru kepalang ajar
bagaikan bunga kembang tak jadi. Di tarik suatu kesimpulan, gurunya pintar
muridnya Insya Allah pintar. Tapi kalau gurunya
bodoh muridnya pasti tambuk
(bodoh). Dan dilihat lagi, ajaran-ajaran yang sesat itu lebih cepat
menjalar ketimbang ajaran yang benar, apalagi syari’at enteng seperti tidak
shalat tidak berpuasa dan sebagainya”.
“Orang yang mengikuti jalan ahli sufi
tanpa berdasar kitab-kitab yang muktabarah, pasti tidak akan terjadi. Jalan
menuju ke hadrat Allah itu memerlukan petunjuk kitab-kitab dan syekh murabbi,
yang membawa mereka ke jalan yang benar sehingga dapat diperpegangi manusia.
Ambil satu contoh,
orang Banua Lima (Hulu Sungai) yang seumur hidupnya tidak pernah ke
Banjarmasin, lalu berangkat dari rumah tujuan Banjarmasin, dia tidak mengetahui
dimana kota Banjarmasin dan tidak ada yang menunjukkan jalan. Saya takut dan khawatir, kalau dia
sampai di Km6 dia berkata dihati, inilah pasar Banjarmasin, padahal dia tidak
mengetahui disitu adalah terminal (taksian) dan batu loncatan menuju
Banjarmasin”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar