KH. Syaiful
Rahman bin H. Syukri, lahir di Batumandi, Kabupaten Hulu Sungai Utara (sekarang
masuk wilayah Kab. Balangan), Januari 1965. Pernah menimba ilmu di Madrasah Tsanawiyah Belitung Banjarmasin, kemudian menjasi santri Ponpes “Al-Falah”
Banjarbaru (1980-1985) setelah itu menjadi pengajar di Ponpes tersebut.
Beliau seorang
qari’. Pernah menjadi juara I tingkat remaja pada MTQ di Kabupaten Banjar, kemudian juara II MTQ tingkat kota
Banjarmasin.
Keseharian
adalah mengisi pengajian pada berbagai majelis taklim di kota Banjarmasin serta
menjadi Imam besar shalat Rawatib di
Masjid Raya “Sabilal Muhtadin” Banjarmasin. Beliau juga menjadi pimpinan
Majelis Taklim yang diberi nama “al-Mahya”
Diantara kalam
beliau:
“(yang) dimaksudkan mencari lailatul qadr bukan berarti kita
disuruh melihat ke langit dan keadaan alam. Namun, disuruh beribadah penuh,
melihat atau tidak melihat lailatul qadr dimana saja ia tempatnya maka orang
itu kedudukannya disisi Allah lebih dari pada orang yang berumur 1000 bulan.
Harus diingat, jangan malamnya saja beribadah, tetapi siangpun dilakukan dan
jangan tinggalkan shalat 5 (lima) waktu. Perbanyak baca al-Qur’an, zikir,
shalawat, pokoknya baca surah-surah yang bisa saja. (karena) orang-orang
terpilih saja, yang diistimewakan Allah Subhanahu wa ta’ala yang bisa melihat
keajaiban tersebut”.
“Menurut para ulama, ada 4 (empat) perkara yang menyebabkan
seseorang tertolak dari maghfirah (keampunan) Allah, khusus ramadhan dan
bulan lainnya, yakni durhaka kepada orang tua, memutuskan silaturrahmi, orang
yang bertengkar antar sesame serta orang yang memakan dan meminum obat-obatan
yang memabukkan. Tidak ada gunanya beribadah jika empat perkara ini tidak
diselesaikan terlebih dahulu, dalam artian kita (harus) tobat, berhenti dari
perbuatan tersebut. Dalam hukum Islam, mereka (yang seperti) itu tidak akan
dapat sorga”.
“(dalam hal memperingati tahun baru) : “Secara tertulis memang tidak ada contoh, tetapi mengambil dari
hadits, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda : “Barangsiapa
hari ni (atau tahun ini) lebih baik dari hari (tahun) kemaren, maka itu adalah
orang yang beruntung, barang siapa yang hari ini (tahun ini) sama dengan hari
(tahun) kemaren, maka itu adalah orang yang tertipu, dan barang siapa hari ini
(tahun ini) lebih buruk dari hari (tahun) yang telah lewat, maka itu termasuk
orang yang terkutuk” (HR. Hakim). Dengan adanya hadits tersebut kita
memperingati tahun baru, karena sebagai bagian dari mensyukuri nikmat umur yang ada”.
“Sudah seharusnya kita kembali instrospeksi diri. Hentikan segala
kemaksiatan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar