Aliansyah
Jumbawuya, lahir di Amuntai, Senin, 4 Juni 1973 M (bertepatan dengan 3 Jumadil
Awwal 1393 H). Setelah tamat SMA (1992) kemudian melanjutkan ke Fakultas Hukum
Tata Negara Universitas lambung Mangkurat (1998).
Sejak mahasiswa
aktif dalam dunia jurnalistik dengan mempublikasikan puisi, cerpen, berbagai
artikel sastra, keagamaan dan sosial kemasyarakatan.
Lama menggeluti
aktifitas sebagai freelancer, dan sejak tahun 2001 bergabung menjadi
wartawan “Banjarmasin Post” Group dan ditempatkan di tabloid “Serambi
Ummah”.
Beberapa buah
buku yang sudah diterbitkan diantaranya, “Saatnya Penulis Muslim Menggebrak”,
Tahura Media, 2009. Di dalam buku tersebut terdapat beberapa artikel seperti, “
menulis itu ibadah”, “andai ulama rajin menulis’ dan sebagainya.
Beliau juga menjadi Tim Penyusun buku “Ulama Kalsel dari Masa ke Masa”,
MUI Provinsi Kalsel.
Dalam bidang
sastra, juga menulis beberapa buku kumpulan cerpen, seperti Kumpulan Cerpen
(Kumcer) “Sayap-sayap Patah Perempuan Bagau”, “Perkawinan Rahasia Sang
Bintang”, dan “Jurus Sakti jadi Penulis”, dan bersama dengan Lis Maulina, "Parangmaya", dll.
Cerpen-cerpen
beliau terdapat pula dalam antologi cerpen “Ketika Api Bicara” dalam judul “Bayangan
Diri”, “Anak Kampret” dan “Izinkan aku mengagumimu”
Diantara kalam
beliau:
“Kali ini Suci
tak kuasa lagi menahan rasa ingin tahunya. Ia sengaja mencegat ustadzah Fia
setelah anak-anak yang lain bubaran.
Mbak, apa sih
artinya anak kampret ?
Fia tergeragap.
Sama sekali tak menyangka akan mendapat pertanyaan demikian. Dia mengetahui
persis latar belakang kehidupan suci. Tapi, apakah gadis kecil di hadapannya
ini harus memikul beban dari dosa yang tak pernah dia lakukan? Bukankah setiap
anak lahir dalam keadaan fitri meski dari Rahim seorang lonte?
“Suci, apapun
omongan orang tak perlu kelewat digubris. Tak usah terlalu mempersoalkan
silsilah keturunan. Yang penting tunjukkan akhlak mulia. Bunda memberi kamu
nama Suci pasti maksudnya supaya kelak kamu jadi anak yang berhati bersih,
tahan menghadapi segala godaan, serta pandai menjaga kehormatan diri. Kamu
mengerti kan…”
“Kalau nama
saya begitu bagus, tapi kenapa orang-orang suka memanggil saya kampret?”
sergahnya.
“Biarkan saja.
Ingat setiap kali orang menjelek-jelekan kamu maka pahalanya akan berpindah
kepadamu. Jadi mereka itu sendiri yang rugi,” saran Fia coba membesarkan hati
Suci.
Suci diam
mendengarkan.
“Seperti intan
meski berada di kubangan lumpur tetap memancarkan cahaya berkilau. Karena itu,
ia jadi berharga dan banyak digandrungi orang-orang. Kamu mau kan seperti itu?
Suci mengangguk.”
(Petikan Cerpen “Anak Kampret” karya Aliansyah Jumbawuya, terdapat
dalam antologi Kumpulan Cerpen “Ketika Api Bicara”)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar