DR. Irfan Noor, M. Hum adalah
putra dari KH. Muhammad Laily Mansur. Lahir di Alabio, Kabupaten Hulu Sungai
Utara, Rabu, 14 April 1971 M (bertepatan dengan 18 Shafar 1391 H). Gelar
sarjana pertama didapatkan setelah lulus dari IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta,
kemudian mengambil program Magister Ilmu Filsafat di Universitas Gajah Mada
(UGM). Sedangkan gelar Doktor of Philosophy diperoleh dari Universiti Utara
Malaysia.
Sekarang menjabat sebagai Ketua
Program Studi Filsafat Islam pada Program Pascasarjana Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin. Dalam organisasi kemasyarakatan, beliau
aktif dalam kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan
Selatan, sebagai Anggota Komisi Hubungan antar Ummat Beragama.
Adapun buku beliau yang telah
diterbitkan diantaranya : “Agama sebagai Universum Simbolik, kajian
Filosofis Pemikiran Peter L. Berger”, Pustaka Prima, Yogyakarta, 2011.
Diantara kalam beliau:
“Janganlah dalih kebenaran membuat
kita menjadi bersikap pongah untuk memaksa nilai-nilai yang kita yakini untuk
diikuti oleh orang lain”. (Petikan dalam “Syari’at
Islam Versus Negara Kesatuan” )
“Mengapa dalam memahami agama,
khususnya fenomena keislaman paradigma baru ini perlu kita apresiasi?
Jawabannya tidak lain lantaran fenomena agama tidak bisa lepas dari wilayah
“human construction”, dimana ia terlibat dalam kesadaran berkelompok
(sosiologis), kesadaran pencarian asal usul (antropologis), pemenuhan kebutuhan
untuk membentuk kepribadian yang kuat dan ketenangan jiwa (psikologis),
dorongan yang kuat untuk memperoleh derajat kesejahteraan hidup yang optimal
(ekonomis), dan bentuk kesadaran historis lainnya” (Petikan
dalam “Model Pengembangan Kajian Filsafat, hal. 8)
“Agama, dengan demikian, sangat
memainkan peran strategis dalam usaha manusia membangun dunia. Hal ini
dikarenakan agama merefleksikan jangkauan terjauh dari eksternalisasi diri
manusia, dari peresapan makna-maknanya sendiri kedalam realitas. Tatanan
manusia dengan kerangka acuan agama diproyeksikan ke dalam totalitas kedirian”.
(DR. Irfan Noor, M.Hum, “Agama sebagai Universum
Simbolik, Kajian Filosofis Pemikiran Peter L. Berger”, Pustaka Prima,
Yogyakarta, 2011, h. 112)
“Konstruksi-konstruksi historis
aktivitas manusia dengan sendirinya dilihat dari suatu titik yang tinggi, yang
meng-atas-i (trancend) sejarah maupun manusia. Konsepsi tatanan
kelembagaan, melalui titik tolak ini, mengalami transformasi hubungan. Segala
yang “di bawah sini” memiliki analoginya “di atas sana”. Berpartissipasi dalam
tatanan kelembagaan dengan sendirinya memiliki makna yang juga berpartisipasi
dalam kosmos ilahiah” (“Agama sebagai
Universum Simbolik”, h. 113)
“Agama, dengan demikian, berfungsi
melakukan stabilitas dan kontinuitas kepada formasi-formasi tatanan sosial yang
secara intrinsik adalah rawan. Hal ini, mengingat bahwa tujuan fundamental dari
legitimasi religius adalah transformasi produk manusia menjadi faktisitas supra
manusiawi dan non manusiawi” (“Agama sebagai
Universum Simbolik”, h. 125)
“Agama muncul dalam sejarah
sebagai kekuatan yang memelihara dunia sekaligus sebagai kekuatan yang
mengguncangkan dunia” (“Agama sebagai
Universum Simbolik”, h. 129)
“Eksistensi manusia selalu
berorientasi ke masa depan. Manusia berada dengan secara tetap memperluas
“ada”nya menuju masa depan, baik dalam kesadaran maupun dalam segala
aktivitasnya. Dimensi pokok “kemasadepanan” manusia inilah yang merupakan
harapan. Melalui harapan manusia dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang
dihadapi disini dan sekarang. Manusia melalui harapan menemukan makna dalam
menghadapi penderitaan yang hebat. Harapan manusia, dalam banyak hal selalu
menegaskan dirinya dalam pengalaman yang mengungkapkan kekalahan final, yakni
kematian” (“Agama sebagai Universum Simbolik”, h.
142-143)