Jumat, 19 April 2024

KH. ABDURRASYID

 


KH. Abdurrasyid lahir di Sungai Tabukan, Alabio, Senin, 23 November 1953 (bertepatan dengan 16 Rabiul Awwal 1373). Berlatar belakang pendidikan awal madrasah di Desa Pasar Selasa, kecamatan Sungai Tabukan, kabupaten Hulu Sungai Utara. Kemudian mondok di Pondok Pesantren “Nurul Hijrah” Pasar Selasa di bawah pimpinan H. Aziz selama lebih dari 10 tahun.

Tahun 1976 beliau pergi berhaji dan mukim di Mekkah selama kurang lebih setengah tahun. Sekembali dari tanah suci, beliau kembali mondok di Pesantren Nurul Hijrah selama lebih kurang 7 tahun. Setelah lulus dari mondok, beliau diminta untuk membantu mengajar di pondok dimana beliau pernah mendapatkan bimbingan dan didikan.

Di antara guruguru beliau adalah KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul) selama kurang lebih 5 tahun, KH. Masrani di Desa Tungkap, dengan Habib Abdurrahman (Pekapuran Banjarmasin) untuk mengkaji ilmu makrifat.

Dalam mengembangkan syi’ar agama beliau mengelola dua buah mjelis taklim yang diberi nama “Nurul Muhibbin” bertempat di Desa Hambuku Pasar dan sebuah lagi di Desa Sungai Tabukan (Pasar Selasa), akan tetapi majelis yang di Sungai Tabukan ini mengalami musibah kebakaran pada tahun 2015.

Diantara kalam beliau:

“Jalan untuk makrifat ada 2 (dua) jalan, yaitu jalan “Tauhid” dan jalan “Nur”. Jalan Nur ini merupakan jalan pintas, singkat, cepat sampai kepada yang di tuju dan akhirnya Allah itu nampak. Kalau (melalui kajian) jalan Tauhid, Tuhan itu tetap rahasia, dan makrifat melalui jalan Tauhid (itu) jalannya panjang. “Nur Muhammad” sebaga jalan untuk makrifat, melalui Nur Muhammadlah kita bisa washil (terhubung) kepada Tuhan atau bisa makrifat kepada Allah. Sumber alam baik itu alam shagir maupun alam kabir (alam semesta), sorga dan nerka, diri kita jasmani dan rohani bersumber dari Nur Muhammad”.

“Bagi orang yang ingin makrifat kepada Allah dan bisa me “musyahadah” kan Nur Muhammad, maka hendaklah ia mengurangi makan, mengurangi tidur, mengurangi berkawan, dan mengurangi banyak bicara. Kalaunya tidak mau mengurangi (yang sedemikian) maka tidak akan berhasil mengkaji ilmu Nur Muhammad, (sehingga) kalau mau mendapatkan apa yang diinginkan maka harus ber “mujahadah” terlebih dahulu”.

“Kenyangi diri lawan shalawat atau banyakbanyak membaca shalawat, karena kalau kenyang dengan shalawat nanti Rasulullah yang menjadi gurunya atau yang membimbingnya. Kalau orang yang sudah menjiwai Nur Muhammad nanti Rasulullah yang menyambut ketika datang sakaratul maut. Sampai saatnya nanti keluar ia (Nur Muhammad), maka inilah yang dinamakan “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Orang yang mengkaji Nur Muhammad dan dapat memesrakan Nur Muhammad pada sekalian alam, maka orang itu sudah fana, orang ini sudah mati maknawi. Kalau orang yang tidak mengkaji Nur Muhammad, maka orang itu akan merasakan sakit ketika meninggal dan dicabut rohnya, orang ini yang asalnya dari tanah kembali ke tanah, maka inilah yang dinamakan “kullu nafsin dza ikatul maut”.

“Janganlah memusuhi orang yang ahli ilmu batin, karena akan membuat “ketulahan” (kualat) dan akan menjadi linglung ketika mau meninggalnya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar