Sabtu, 08 Juni 2024

Ustadz Abdul Khaliq

 


Ustadz Abdul Kholiq, lahir di Amuntai, Senin, 9 Oktober 1989 (bertepatan dengan 9 Rabiul Awwal 1410 H) adalah alumni dari Pondok Pesantren “Darussalam” Martapura. Sekarang menjadi pendidik di Pondok Pesantren “Nurul Muttaqin” Sungai Karias, Amuntai.

Diantara kalam beliau:

“Apabila kita itu berat dalam melaksanakan ta’at, bila dalam urusan ba-ibadah koler bangat (malas sekali). Tapi bila urusan ba-raramean, bila urusan maksiat, pa-iya nya. Bila mau ba-ibadah asa lapah, asa uyuh, kada model nyaman ba-ibadah tu. Nah itu gara-garanya, penyebabnya adalah karena taubat kita kada bujur. Makanya, orang shaleh bahari itu, mereka sebelum --- istilahnya – ba-amal ba-ibadah mereka terlebih dahulu bertaubat lawan Tuhan. Jadi taubat itu bilanya bujur secara otomatis ibadah kita nyaman, secara otomatis maksiat kawa ditinggalakan”.

“Ummat terbaik nabi itu siapa? (yaitu) orang nang katuju membawai orang kepada kebaikan, dan ma-olah (menjadikan) orang kajutu lawan kebaikan. Jadi bila kita nang kaya itu gawiannya maka kita termasuk “khaira ummah”, sebaik-baik ummat. Bagaimana cara kita bisa menjadi ummat terbaik, (yaitu) jadilah orang yang berdakwah. Kaya apa berdakwah? Kata “dakwah” itu kada mutlak berceramah, intinya, bila kita membawai (mengajak) orang kepada kebaikan, dakwah ngarannya. Jadi apapun nang sifatnya ma-olah orang-orang kembali kepada Allah, nang ma-olah orang katuju lawan Allah, itu ngarannya dakwah”.

Ustadz Muhammad Amin

 


Ustadz Muhammad Amin adalah seorang da’i ilallah dari Desa Pararain, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Beliau juga pendidik pada Pondok Pesantren “Noorussalam” Danau Panggang.

Diantara kalam beliau:

“Jaga 3 waktu ini. Jangan guring (tidur), yaitu imbah (setelah) sembahyang subuh, imbah sembahyang ashar, kemudian imbah sembahyang maghrib. Kalau bisa jangan guring di 3 waktu ini. Imbah sembahyang subuh, akan mewarisi faqir; imbah sembahyang ashar, mewarisi gila; dan imbah sembahyang maghrib, karena itu adalah gawian daripada orang-orang Yahudi, mereka guring imbah sembahyang maghrib, sedangkan Nabi kita kada katuju lawan orang Yahudi. Jadi amun bisa di 3 waktu ini jangan guring”.

“Sesuatu yang haram atau sesuatu yang makruh kada (tidak) dianjurkan, kada disunnahkan untuk memulainya dengan “Bismillah”. Tetapi sesuatu yang baik, sesuatu perkara yang penting yang dianggap oleh syariat itu dianjurkan, disunnahkan dimulai dengan “Bismillah”. Jadi perkara yang dimulai dengan “Bismillah” itu akan mendapat keberkahan yang jauh lebih banyak di sisi Allah karena ada menyebut nama Allah Subhanahu wa ta’ala, mengagungkan nama Allah, membesarkan nama Allah, meskipun kayanya (sepertinya) remeh, cuman nilainya ganal (besar) disisi Allah Subhanahu wata’ala. Jadi perlu setiap pekerjaan kita itu dimulai dengan “Bismillahirrahmaanirrahiim” supaya nang kita gawi itu benar-benar diberi keberkahan oleh Allah”.

“Apa itu sunnah? Sunnah yaitu apabila kita kerjakan dapat pahala, dan bila ditinggalkan tidak berdosa. Jadi sunnah itu bila digawi dapat pahala, ditinggalakan kada badosa. Contoh mandaras (tadarrus) al-Qur’an, sembahyang tarawih, sembahyang dluha, sembahyang isyra’, sembahyang rawatib qabliyah ba’diyah itu semuanya sunnah. Artinya bila kita gawi kita dapat pahala, bila kita tinggalkan kada badosa. Cuma jangan dilihat itunya. Yang bahaya itu kalau kita meremehkan yang sunnah. Kita kada melihat kalau itu adalah pekerjaan yang pernah di gawi (dikerjakan) oleh Rasulullah. Jadi kalau kita hendak melihat diri kita tambah rajin mengerjakan sunnah, maka kita lihat gawian Rasulullah. Ketika aku (kita) menggawi ini berarti aku mengikuti apa yang digawi Rasulullah, maka mudah-mudahan dengan berkat mengikuti apa nang digawi Rasulullah, maka aku dianggap ummat oleh Rasulullah, aku dicintai oleh Rasulullah, di beri syafaat oleh Rasulullah. Jadi jangan karena sunnah lalu kita remehkan. Sikap yang meremehkan itulah sebuah kesalahan”.

“Ulama kita terdahulu, salaf kita terdahulu mengerjakan perkara sunnah karena menganggap bahwa itu “sunnah”, sedangkan orang wayahini (sekarang) meninggalkan sunnah alasannya karena hal itu “hanya sunnah”. Bedanya, yang satu menganggap karena itu sunnah,  kalau orang wayahini meninggalkan sunnah dengan bahasanya : itu kan hanya sunnah. Sama-sama alasannya karena sunnah. Orang dahulu karena itu sunnah,digawi. Orang wayahini, karena itu sunnah, lalu ditinggalkan”.

Ustadz Yusuf Markawi, Lc

 


Ustadz H. Yuusuf Markawi, Lc  adalah seorang da’i ilallah dari Desa Jarang Kuantan, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Diantara kalam beliau :

“Dzikir itu ada yang bentuknya “dzahir” atau yang kelihatan, ada yang bentuknya “Sirr” kada kelihatan. Ada yang kelihatan, ada yang rahasia. Yang kelihatan itu ada yang pakai muntung (mulut) seperti mengucap Subhanallah Alhamdulillah La ilaaha ilallah Allahu Akbar, kita membaca shalawat kepada Nabi, kita beristighfar meminta ampun, kita berdo’a, kita membaca al-Qur’an, dan lain-lain ini bentuk-bentuk dzikir nang pakai lisan. Ada lagi dzikir yang bentuknya gerakan, gawian, seperti kita menuntut ilmu, berjalan ke mesjid, ke majelis taklim, kita bakti kepada orang tua atau kita berbuat baik kepada sesama manusia, termasuk ba-cari yang halal, termasuk dzikir juga. Dan ada lagi dzikir yang menggabungkan kedua-duanya, yaitu gerakannya ada bacaannya ada juga seperti kita sembahyang. Kedua, dzikir “Sirr”dzikir nang kada ketahuan, nang kada kelihatan, dzikir rahasia, ialah dzikir hati. Yaitu hati kita selalu ingat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Bagaimana caranya bentuknya. Ada yang caranya itu ketika bahinak banafas : menarik nafas “Hu” melepas nafas “Allah” terus seperti itu, yang seperti itu dimanakah wayah (saat) apakah tetap kita dianjurkan. Atau ketika kita bertafakkur melihat alam semesta ini, memikirkan lalu berkesimpulan bahwa semuanya adalah Kuasa Allah Subhanahu wa ta’ala”.

Ustadz Mawardi HB

 


Ustadz Mawardi HB adalah salah seorang da’i ilallah dari Desa Pulantani, Kecamatan Haur Gading. Berlatar belakang pendidikan Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Di antara guru-guru beliau adalah KH. Muhammad Janawi (Haur Gading), KH. Syukeri Unus (Harus – Martapura), Guru Sekumpul (KH. Zaini bin Abdul Ghani), KH. Mu’adz bin Hamid, dll.

Diantara kalam beliau:

“Kalau kita berguru secara khusus, maka pian akan diberi ilmu luar dalam. Sedangkan kalau belajar kitab secara mustami’ saja, maka itu ilmu zahir ja samua-an (semuanya), Cuma kebatinannya ada-ai jua, Cuma masih kada kawa lafgi diketengahakan kepada orang banyak”.

“Mengapa kita kada boleh mengingatakan (menyebut/ membicarakan) kebaikan kita? Karena kita bisa di bungulinya (dibodohinya) iblis. Membisiki iblis lawan kita. “ikam banyak kalo ba-sadakah, ikam banyak kalo sudah sembahyang, kaena ha pulang, kaena ha dulu”. Karena hati kita tu, perasaan kita ini : gawian kita ini asa diterima Tuhan sudah. Padahal kita kada tahu lagi diterima kadanya. Disinilah hebatnya iblis menggoda kita. Yang kada boleh tadi mengingatakan kebaikan, nang disuruh mengingatakan adalah tentang dosa-dosa kita. Supaya apa? Supaya kita ini jangan lambat-lambat lagi taubat kepada Allah”.

“Amun kita bujur-bujur

Drs. H. Zainal Arifin, M.Sc

 


Ustadz Drs. H. Zainal Arifin, M.Sc, lahir di Desa Tambalangan, Kecamatan Amuntai Tengah, Senin, 24 Desember 1962 (bertepatan dengan 26 Rajab 1382 H). Beliau adalah karyawan di Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara (pensiun 2022). Mengisi pengajian pada Majelis Taklim langgar “Nurul Ihsan” Desa Tambalangan, Amuntai.

Diantara kalam beliau:

“(dalam ayat tentang puasa), itu lengkap. Tauhidnya ada, fiqih syariatnya ada, tasawufnya ada. “Yaa ayyuhalladziina aamanuu”, ini tauhid, iman. “Kutiba ‘alaikumush-shiyaamu”, itu fiqih. Tasawufnya yang mana? “la’allakum tattaquun” ini tasawufnya. Tujuan kita puasa sabarataannya, tujuannya adalah hendak menjadi orang yang bertaqwa. Amun (jika) hendak menjadi orang yang taqwa harus didasari dengan iman. Pondasi adalah iman. Ibarat bangunan, apabila hendak kuat sebuah bangunan itu, maka dasarnya dulu yang di kuati (diperkuat)”.