Ustadz H. Ahmad Madani lahir di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Bersama-sama dengan ulama dari Amuntai lainnya yang tinggal di Samarinda, di antaranya KH. Khairy Abusyairi, MA, KH. Helmi Nizami, SH, MH, DR. H. Akhmad Haries, S.Ag, M.Si (Dosen UINSI Samarinda) mengisi pengajian di Majelis Barkatul Ilmi (MDI) Mesjid Baabul Jannah, Samarinda.
Diantara kalam beliau:
“Untung sebenarnya orang yang di ghibah, orang yang disambati itu, padahal kenyataannya (adalah) ia memindah pahala amal shaleh kepada orang yang dighibah. Maka nantinya ada orang nang masuk sorga karena seringkali di ghibah”.
“Punya masalah dengan Allah , ba-isi masalah lawan Tuhan, (bawa) istighfar, selesai, selesai sembahyang beristighfar, habis dosa, duduk di pengajian, bulik dari sini habis dosa.Tapi jika berhubungan dengan manusia tidak akan pernah habis sampai diselesaikan dihari kiamat. Makanya orang bahari itu sebelum naik haji, berumrah, biasanya datang kerumah-rumah orang minta halal minta redha”.
“Jika ingin tahu seseorang manusia itu mulia di sisi Tuhan, manusia pilihan Allah, yaitu ia yang lapar dan ia tidak pernah menampakkannya kepada orang lain bahwa dia lapar. Contohnya seperti sahabat-sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil batu kemudian direkatkan diperutnya agar terlihat berjalan tegak tidak seperti orang lapar”.
“Ketika orang sembahyang, shalat berbaring (barabah), ba-tilantang (dimana) shalat itu wajib berdiri (tapi) kalau dia tidak sanggup berbungkuk, tidak sanggup duduk, tidak sanggup berbaring, tidak sanggup telentang (maka) kalau dia shalat tidak sanggup bertelentang maka wajib kepalanya itu ditinggikan agar dadanya menghadap kiblat, karena wajib pada shalat berdiri, duduk, miring, bertelentang itu dadanya menghadap kiblat. Kapan shalat tidak menghadap kiblat ? (yaitu) ketika dia sudah tidak berfungsi alat panca inderanya, yang hanya shalat menggunakan bayangan pikiran, itu tidak wajib lagi menghadap kiblat. Lalu ketika ada orang yang apabila kepala ditionggikan maka dia kesulitan bernafas maka kepalanya tidak usah ditinggikan, dadanya tidak menghadap kiblat, maka yang dihadapkan ke kiblat adalah telapak kakinya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar