Senin, 16 September 2024

HUSIN, M.Pd

 


Husin, M.Pd lahir di Amuntai, Minggu, 19 Juli 1981 (bertepatan dengan 17 Ramadhan 1401 H). Pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah beliau selesaikan di lingkungan pondok pesantren “Rasyiddiyah Khalidiyah” (Rakha) Amuntai. Program Sarjana beliau tempuh pada 3 kampus yang berbeda, yaitu di Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an (STIQ) Amuntai mengambil jurusan Bahasa Arab, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Amuntai  pada program Administrasi Pemerintahan, dan di Universitas Terbuka (UT).  Sedang untuk Program Magister beliau mengambil spesialisasi PAI di IAIN Antasari Banjarmasin.

Sebelum menjabat sebagai Ketua Program Studi PGMI STIQ Amuntai, beliau pernah menjadi guru di SMP Assasunnajah, guru MTs al-Hidayah Sungai Tabukan, dan Guru MAN Kelua.

Diantara kalam beliau:

“Nafsu pada hakikatnya memiliki dua kekuatan, yaitu ghadabiyah Yaitu kekuatan yang berusaha menghindarkan manusia dari sifat tercela, dalam arti nafsu yang satu ini adalah sistem yang melindungi Ego dari kesalahan, sedangkan kekuatan yang kedua adalah al- syahwat yang berarti daya yang berpotensi untuik mengarahkan Ego kepada hal yang menyenangkan” (Husin, MPd, “Id, Ego dan Superego Dalam Pendidikan Islam”,  Jurnal Ilmiah Al-Qalam, vol. 11, No. 23, Janauari  Juni 2017, h. 58)

“Apabila manusia dikuasai oleh nafsu dan melayani semua dorongan dari nafsu maka hawa nafsu dalam dirinyalah yang akan menguat. Jika nafsu yang ada dalam diri manusia itu telah menguat maka dirinya akan tumbuh menjadi orang yang zalim”. (h. 58)

“Kekuatan akal dapat kita simpulkan menjadi dua yaitu akal yang terinderai (rasio nafsani) dan akal yang tak terinderai (rasio qalbani). Contoh dari rasio nafsani adalah ketika kita melihat sesuatu maka yang terekam adalah pemanfaatannya, ketika mendengar sesuatu maka yang terbayang adalah baik buruknya dan ketika merasa maka yang dialami adalah kesenangan dan ketidaksenangan. Rasio nafsani ini dapat ditingkatkan dengan membaca buku, diskusi, menulis dan lainnya yang berhubungan dengan penambahan pemikiran dan pengayaan wawasan. Sedangkan. Kekuatan rasio qalbani adalah pemikiran yang mampu menembus alam metafisik, bahkan kekuatan ini tetap aktif disaat manusia tidur. Contoh dari kekuatan ini adalah ketika melihat maka makna dari apa yang dilihatnya itu adalah keagungan Tuhan. Ketika mendengar, maka yang terekam adalah nasehat dan pelajaran dan ketika manusia merasa maka yang dirasakannya adalah kasih sayang Tuhan. Kekuatan ini dapat ditingkatkan dengan memeperbanyak zikir, i’tiqaf, muhasabah, berpuasa, membaca al-qur’an dan mengamalkan amalan sunnah.” (h. 60)

“Hati bisa dikatakan sebagai hati yang hidup apabila hati itu memiliki pengetahuan. Dengan pengetahuan tersebut hati bisa bekerja mengikuti aturan-aturan dari pengetahuannya tersebut. Disinilah pentingnya pendidikan jika hati seseorang telah terdidik dengan ke Islaman, dan kebudayaan maka hati akan mengontrol tingkah laku untuk selalu berbuat baik dan mengejar kesempurnaaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala” (h. 62)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar