Ustadz Ahmad Rifa’i,
S,Pd.I lahir di Amuntai, Minggu, 25 April 1982 M (bertepatan dengan 1 Rajab 1402 H). Ustadz yang berprofesi sebagai pendidik
ini, mengajar di MIN Kandang Halang Amuntai (sekarang MIN 8 HSU).
Beliau aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, di samping juga aktif mengisi berbagai majelis taklim di Kota raja, Palampitan, Kota Raden Hulu dan Hilir, serta juga membuka majelis pengajian dirumah pribadi beliau setiap hari Senin.
Beliau aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, di samping juga aktif mengisi berbagai majelis taklim di Kota raja, Palampitan, Kota Raden Hulu dan Hilir, serta juga membuka majelis pengajian dirumah pribadi beliau setiap hari Senin.
Diantara kalam beliau:
“Dengan adanya zurriyat Rasulullah di majelis
tersebut (di suatu majelis) akan mempercepat hadirnya rohaniah baginda
Rasulullah di majelis tersebut. Sebagai contoh, misalnya, disebuah desa yang
terpencil ada sebuah pesantren, tiba-tiba bupati takajut, camat takajut, RT
takajut, kenapa, tiba-tiba gubernur datang ke sana, usut punya usut, diteliti
benar apa tidak di pondok pesantren terpencil tersebut ada cucunya gubernur
sekolah di situ. Pantaslah gubernur datang ke situ ? Pantas. Diundangkah
gubernur, kada. Begitupula dengan Baginda Rasullillah. Adanya zurriat beliau
disuatu majelis akan mempercepat hadirnya rahaniah baginda Rasulullah ditempat
tersebut”
“Kita ini jadi ummat yang paling mulia.
Kenapa? Karena ummat lawan Nabi yang paling mulia. Kada gampang-gampang. Kada
handak Allah supaya kita terjerumus seperti Bani Israil, mendaulat Nabi
Muhammad sebagai “Tuhan”. Napa yu? Al-Qur’an hanya milik Rasulullah, Isra’
mi’raj hanya Rasulullah yang mengalami. Kadada Nabi lain. Artinya napa, lebih
pantas beliau jadi “Tuhan”. Seandainya. Tapi lihat, Allah kada handak hal
tersebut terjadi. “Subhanalladzi asra biabdihi” (Maha suci Allah yang
menjalankan hamba-Nya). Maksudnya, kaya apapun hebatnya Nabi Muhammad, beliau
tetap adalah “abdun” (hamba).
“Pangkat nang paling tinggi adalah
“abdun” (hamba). Jadi mun ada orang mengaku hamba, berarti sudah faham. Bila
inya sugih, (berarti) aku disugihakan. Inya alim, (berarti) aku dialimakan.
Inya bungas, (berarti) aku dibungasaakan. Hilanglah sikap sombong. Hilanglah
ucapan “aku”. (seperti) : “Jaka kada aku dilanggar itu kada kawa bamulutan”
Jadi (sifat) Aku ini berbahaya. Lihat maksiat yang pertama ketika Allah
menjadikan langit dan bumi, sorga dan neraka, adalah : “Qaala Anaa khairru
minhu, khalaqtanii min naariin wa khalaqtanii min thiin (QS. Al-A’araf (7)
:12). “Aku jar iblis diciptakan dari Api, (sedang) Adam daripada tanah. Lebih
mulia aku”. Nah, aku ini berbahaya. Membakar sikap sombong dalam satu
kalimat : “Subhanalladzi asra bi
abdihi”.
“Ketika seseorang
mendapat nikmat Allah, (lalu) dia sisihkan sagin (untuk) yatim, sagin
muallim, sagin anak bini. Kenapa ? (karena) sudah ada ingatannya dijalan Allah
Subhanahu wa ta’ala. (Jadi) orang yang pandai menggunakan hartanya di jalan
Allah, ketika dia dapat nikmat, maka ingatannya yang pertama bukan pada
banyaknya (?) tetapi (bagaimana) menggunakannya di jalan Allah, dan mulutnya
mudah mengucap Alhamdulillah. Kakinya ringan melangkah di jalan Allah, segenap
waktunya ringan beribadah kepada Allah. Alhamdulillah. Sedikit-sedikit ada
maksiat, cepat astaghfirullah, na’udzubillah. Kenapa ? Karena ingatannya selalu
pada Allah”.
“Banyak yang bisa
kita contoh dari baginda Rasulullah SAW, baik dari segi pikiran, perkataan
maupun perbuatan beliau. (Jadi) beruntung sekali kita diciptakan menjadi ummat
Rasulullah. Karena kasih sayang Rasulullah kepada ummatnya sangat besar dan
beliau selalu mendo’akan ummat beliau”
“Pada dasarnya
mendidik anak, orang tua harus terus menerus berusaha jangan pernah menyerah
dalam mengejar taufik dan hidayah untuk anak-anak kita, teruslah berusaha dan
berdo’a untuk anak kita.”.
“Ketika Allah
Subhanahu wa ta’ala menurunkan semua musibah, semua bala’ ke suatu tempat maka
musibah, bala’ tersebut akan memilih dan memilah, akan memberikan banyak sekali
hikmah dan manfaat bagi orang-orang yang ingin mengambil manfaat. Kalau
ditempat itu dulunya terjadi kemaksiatan, banyak terjadi hal-hal yang melanggar
perintah Allah dan Rasul-Nya, maka musibah yang Allah datangkan saat itu tidak
lain dan tidak bukan adalah untuk memberikan teguran, memberikan peringatan.
Kenapa? Agar kita kembali kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya: “zaharal fasadu fil barri wal bahri bima kasabat aidin
naasi, liyuziiqahun ba’dalladzi ‘amiluu la’allahum yarji’un” (Qs. Ar-Ruum : 41).
Agar mereka kembali kejalan yang benar. Ibaratnya, orang tua yang sayang kepada
anaknya, ketika anaknya melakukan suatu pelanggaran, seperti anaknya kada
ma-asi dirumah, kuitan biasanya memberikan teguran (seperti) mungkin kada
mambarii duit, mungkin sesekali kuitan mamupuh tapi mamupuh dengan pupuhan
sayang, yang sekira-kira memberikan pendidikan pada anak. Dan kita sebagai anak
yang baik, ketika kita kada dibari duit, atau kita dipupuh oleh kuitan, kemana
jalan kita? Kada lain kada bukan kecuali kembali kepada kuitan kita. (maka)
Allah ta’ala ingin agar kita kembali kepada-Nya dengan memberikan teguran, dan
kalau kita mau menjalaninya kembali dengan Allah baru ketahuan betapa dalam
musibah tersebut terdapat segudang hikmah, terdapat sejuta kebaikan bagi kita
semua”.
“Orang beriman (itu)
sangat sederhana, tetapi istemewa, yang mana apabila datang musibah kepada
mereka, mereka mengatakan : Innalillahi wa inna ilahi raji’un. Allah adalah
tempat kembali, bukan hanya dilisan
tetapi melekat dihati kita, iman (yang) mengembalikan ini semua kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala. Sekiranya kita tidak dapat merasakan hikmah itu sekarang,
maka berhusnudzan-lah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, berbaik sangkalah
dengan Allah, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan mendtangkan segala kebaikan
dibalik semua musibah yang Allah ta’ala datangan kepada kita”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar