KH. Ahmad bin KH. Abdul Qadir lahir di Desa Sungai Banar, pada sekitar
tahun 1860 M (1278 H). Ayah beliau (KH. Abdul Qadir, lahir 1830 M/ 1248 H) adalah seorang
ulama besar yang tidak saja terkenal di Kalimantan Selatan, tetapi juga sampai
ke Kalimantan Timur. Dalam catatan sejarah, KH. Abdul Qadir berhasil
mengislamkan Raja pasir beserta rakyatnya.
Pada usia kurang lebih 35 tahun pergi untuk menuntut
ilmu dan berguru dengan beberapa ulama di kota Mekkah. Sampai akhirnya beliau
menguasai keberkahan ilmu, sehingga sempat pula mengajar beberapa orang santri
dari Kalimantan yang menuntut ilmu di Mekkah, seperti KH. Abdurrasyid (Muassis
Rakha), KH. Muhammad Janawi, KH. Muhammad Imran (Bung Tomo), KH. Jamaluddin (Negara),
KH. Nawawi (Birayang), KH. Baijuri (Tanjung), dll.
Tahun 1936 beliau kembali ketanah air (Sungai Banar) dan kemudian membuka
majelis pengajian bertingkat, dimana lantai atas dipergunakan untuk mushalla
(langgar) dan tempat belajar mengajar (majelis), sedangkan lantai dasar dipergunakan
sebagai asrama untuk menampung santri/ jama’ah yang datang dari luar daerah.
Selama di Mekkah beliau kawin dengan seorang wanita berkebangsaan Turki dan
melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Muhammad Ramli (H. Walad). Sepulang
ke tanah air, beliau menikah dengan seorang wanita di Kotabaru di karuniai
seorang anak perempuan. Kemudian menikah lagi dengan Hj. Maimunah di Tanah
Grogot (Kaltim) lalu pindah kembali ke Sungai Banar Amuntai. Dari Hj. Maimunah
ini beliau dikaruniai 7 orang anak.
Beliau adalah seorang ulama yang berpengetahuan luas. Dalam menjalankan
aktivitas dakwah ke pelosok-pelosok beliau biasanya menggunakan “jukung’
(perahu) yang dicat berwarna putih. Sehingga oleh masyarakat, pada masa dulu
hingga sekarang, dikenal dengan sebutan Tuan Guru Jukung Putih.
Beliau diperkirakan meninggal sekitar tahun 1950 M- (dihitung semenjak beliau pulang ke tanah air
tahun 1936 dan dikaruniai anak sebanyak 8 orang dari dua orang isteri).
Makam sidin dimana?
BalasHapusMakam sidin dikotaraja, pinggir sungai. Parak sekolahan mi nurul hidayah
Hapus