Sabtu, 27 Februari 2021

Ustadz MUHAMMAD NUR RIFA'I

Ustadz Muhammad Nur Rifa’i adalah ulama muda dari Muara Tapus, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Beliau menimba ilmu di Hadramaut, negeri Yaman, dibawah asuhan dan didikan Habib Umar bin Hafidz. Aktif dalam kegiatan Majelis Rasulullah Cabang Hulu Sungai Utara.

Diantara kalam beliau:

“Wajar haja kita manusia banyak kelalaian dan kekurangan, (maka) kita tutup amaliah kita dengan penutup yang baik, yaitu ber-istighfar. Karena diibaratkan, istighfar ini penambal bagi kain nang rabit (sobek), ibaratnya baju nang rabit ditambali. Demikian juga dengan ibadah, banyak kekurangan-kekurangannya, maka dengan beristighfar, kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala kekurangan-kekurangan kita.

“Sabar itu ada 3 macam, pertama, sabar dalam musibah. Musibah orang berpuasa itu adalah lapar. Lapar itu musibah jua, tapi laparnya kita ini bawaktu, dari imsak sampai babuka menahami lapar dan haus. Dalam al-Qur’an : “Innama yuwaffas shabiruna ajrahum bi ghairi hisab” (QS.Az-Zumar : 10), bahwasanya dibalas, diberi ganjaran, diberi pahala orang-orang yang sabar itu “bi ghairi hisab” dengan ganjaran dan pahala nang kada tahitung, kada tabatas. Kemudian sabar nang kedua, yaitu sabar atas meninggalkan maksiat atau dosa-dosa. Karena didalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam :  (dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Allah Azza wa Jalla berfirman : “Wa idzaa kaa na yaumu shaumi ahadikum falaa yarfust” Kalau salah seorang dari kamu berpuasa maka hendaklah inya jangan berkata nang kada baik, seperti mengghibah atau ma adu domba dan gawian-gawian dosa lainnya. (maka) sabar meninggalkan maksiat semacam ini pahalanya luar biasa, yaitu dapat pahala sabar, nang pahalanya kada babatas. Sabar nang ketiga, adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan. Seperti sabar kita dalam berpuasa menahan lapar dan haus, sabar kita dalam membaca al-Qur’an siang hari ramadhan, sabar kita berdzikir malam, menghidupkan shalat tarawih, sabar kita bagawi di bulan ramadhan sambil tetap berpuasa, sabar melaksanakan ketaatan termasuk kedalam ganjaran pahala yang kada babatas balasannya dari Allah Subhanahu wa ta’ala”.

“Ada 3 macam pahala nang kada babatas, kada kawa tahitung ganjarannya, yaitu pertama, pahala sabar. Kedua, pahala kita puasa dibulan ramadhan ini. Itu pahalanya kada babatas. Didalam hadits ada disebutkan : “Kullu ‘amali ibni adama lahu ila shiyaama fa innahu lii wa anaa ajzii bihi” (HR.Bukhari Muslim) : “Puasa itu untuk-Ku, maka Aku (Allah) yang membalasnya”. Artinya, kalau Allah Ta’ala yang membalas itu kada kawa kita membayangakan kaya apa balasannya. Kemudian nang ketiga, didalam kita menghadapi penutup akhir bulan ramadhan ini, kita supaya saling memberi maaf, yang mana pahala orang nang katuju memaafkan ini sama pahalanya dengan orang yang sabar. Sebagaimana dalam al-Qur’an : “Fa man ‘afaa wa aslaha fa ajruhu ‘alallah” (Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas tanggungan Allah, QS. Asy-Syura ayat 40).

“Kalau hati kita mati, maka itu adalah penyakit yang paling berbahaya.”

“Apabila kita tidak mampu berniat yang banyak didalam menghadiri majelis ilmu, maka cukup berniat dengan niatan sebagaimana niat orang-orang shaleh terdahulu. (yaitu) “Nawaitu bima nawashalafuna shalihun”, ya Allah, aku berniat dengan apa yang diniatkan oleh para pendahulu orang-orang yang shaleh. Maka sabuting (satu) niatan itu saja, maka niat kita seperti itu termasuk kedalam niatan orang-orang shaleh terdahulu. Jadi kada gagampangan, arena amaliah mereka mungkin tidak terlihat secara lahir, tetapi dihati yang lebih utama”.

“Perkara yang “mubah” ketika diniatkan dengan niat yang baik, maka disitu kita mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Berapa banyak amalan-amalan yang berupa amaliah dunia, gawian keduniaan, tetapi kemudian jadilah amaliah-amaliah keduniaan tadi menjadi amalan akhirat. Kenapa? Karena tersebb bagusnya dan lurusnya niat”.

“Menyesal nantinya semua penghuni sorga, padahal berbagai nikmat sudah mereka rasakan, tetapi menyesal juga mereka. Menyesalnya kenapa? Tidaklah menyesal para penghuni sorga itu kecuali atas satu saat atau satu detik dimana mereka tidak menyebut berdzikir kepada Allah sewaktu di dunia. Padahal berapa lama kita hidup, berapa lama kita lalai tidak berdzikir kepada Allah. (Sehingga) paling tidak kalau kita kada kawa ingat seharian semalaman nangkaya (seperti) para wali-wali atau orang-orang shaleh terdahulu, paling tidak kita jangan sampai lalai daripada hadir di majelis-majelis dzikir, majelis-majelis ilmu”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar