Rabu, 02 Februari 2022

KH. BADERI

 

Guru Baderi atau KH. Baderi bin Ahmad lahir di Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, pada tahun 1949.  Meskipun hanya berpendidikan Sekolah Rakyat (SR) Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha), tetapi beliau banyak belajar mengaji duduk dengan para ulama. Mukim di Mekkah selama kurang lebih 3 tahun untuk mengkaji ilmu dengan ulama-ulama di Masjidil Haram, dan melazimi majelis  yang diberikan oleh Syekh Abdul Karim al-Banjari.

Beliau dijadikan rujukan untuk mendapatkan ijazah dan sanad-sanad keilmuan. Sekarang menjadi tenaga pendidik di Pondok Pesantren “Ar-Raudhah“ Pasar Senin, Amuntai. 

Telah berpulang ke rahmatullah pada hari Selasa, 3 Mei 2022 M (bertepatan dengan 2 Syawal 1443 H).

Diantara kalam beliau:

“Yang perlu kita perhatikan adalah iman kita, batipiskah batabalkah? Batambahkah atau tatapkah? Jadi, iman ini nang kita pikirakan, karena iman itu tabawa mati. Mun harta dunia ini kaya (seperti) apa haja banyaknya, tatinggal”.

“Mengajarkan ilmu Allah (agama) tu bisa jadi panyarik orang yang dikuasai oleh nafsu. Contohnya, nangkaya Rasulullah, sidin tu disayangi oleh orang-orang jahiliyyah, disayangi banar sampai digelari “al-amin”. Tapi ketika disuruh menyampaikan ilmu Allah, disariki orang. Ini karena orang tersebut dikuasai oleh nafsu, sehingga sarik sama Rasulullah”.

“Apabila ada panggilan adzan, dan kita rahatan (sedang) babacaan (membaca tasbih, dsb. Pen), misal baca surah Ya Siin belum tuntung (selesai) maka lebih baik badiam atau berhenti dulu. Maka dengarkanlah adzan dan dijawab (seruannya). Jadi terhadap amalan yang baik saja kita disuruh diam (mendengarkan) apalagi bapandir”

“Guru kami bahari mamadahakan, apabila orang tu bapandir rahat (saat) orang adzan, kaena (nanti) jar sidin, apabila inya mati, talinganya itu dituangi dengan timah mandidih”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar