Sabtu, 05 Mei 2018

Ustadz Drs. H. ALWI SAHLAN,MSi



Ustadz  Drs. H. Alwi Sahlan, Msi, lahir di Alabio, Minggu, 8 September 1963 M (bertepatan dengan 18 Rabiul Awal 1383 H). Pendidikan dasar ditempuh di SDN Banua Hanyar (1955), SMPN Alabio (1979) kemudian melanjutkan ke SMA Negeri Amuntai (1982). Tamat SMA melanjutkan kuliah ke FKIP Unlam Banjarmasin (1988), sedangkan S-2 di Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1996).
Dalam bidang politik, beliau adalah Ketua Umum PKS (1998 - 2008),hal tersebut kemudian menghantarkannya menjadi anggota DPRD Propinsi Kalsel dan sempat menjadi Wakil Ketua DPRD Propinsi Kalsel (1999 – 2004). Dan pada pilkada 2005 terpilih menjadi Wakil Wali Kota Banjarmasin (2005 – 2010) mendampingi Drs. H. Yudhi Wahyuni.
Beliau juga aktif dalam organisasi keagamaan, diantaranya aktif di Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Mesjid (BKPRMI) Kalsel (1998) dan Penasehat Jam’iyyah Ahlith Thariqah al Mu’tabarrah an-Nahdliyyah (2006), juga menjadi khatib dan penceramah pada beberapa majelis taklim.

Diantara kalam beliau:

“Perbedaan pendapat itu adalah sebuah keniscayaan. Lalu kita berfikir kalau ummat Islam ini kembali kepada satu pendapat, seragam dalam beramal, (maka) itu adalah (suatu) kemustahilan sampai hari kiamat. Kembali kepada al-Qur’an dan hadits itu tidak mengharuskan seragam dalam amal. Jadi ahlussunnah wal jama’ah tidak mesti seragam dalam amal”.

“Akhlaq ahlussunnah wal jama’ah adalah menghormati perbedaan pendapat para imam. Kita yang hidup sekarang ini, hanya meneruskan kajian-kajian para imam (terdahulu) saja. Jadi jangan berfikir kembali ke al-Qur’an hadits itu bahwa kita langsung mengambil ilmu langsung dari al-Qur’an dan Hadits. Tidak bisa begitu. Tetapi melalui para imam itu lalu sampai pada kita. Ilmu kita ini datangnya dari pada sahabat, sahabatpun berbeda pendapat, kemudian sahabat mengajarkan kepada tabi’in, tabi’in mengajarkan kepada tabi’ tabi’in kemudian lanjut kepada para imam, lalu muncullah kerendahan hati. Kalau kita berfikir seperti itu, akan muncul rasa rendah hati, rasa tawadhu’ dari kita. Jadi ada urut-urutannya, tidak bisa kita langsung mengambil dari al-Qur’an dan Hadits.”

“Perbedaan pendapat imam bukan bid’ah, lalu (ke)cenderung(an) kita memilih siapa. Jadi ada kecenderungan hati kita untuk memilih, itu yang dimaksud dengan “Yuridullahu bikumul ‘usra wala yuridu bikumul yusra”, Allah menghendaki kemudahan bukan kesulitan. Jadi ada keluasan di dalam Islam, ada keluasan didalam pilihan. Ini ditinjau dari segi perbedaan pendapat”.

“Ada ribuan perbedaan pendapat para ulama. Jadi ahli fiqih mengatakan orang itu tidak bisa disebut ahli fiqih kalau tidak faham tentang perbedaan pendapat fatwa ulama”.

“Langkah pertama iblis menghalangi manusia dari jalan yang lurus, yaitu menghalangi manusia itu untuk menuntut ilmu. Karena dari ilmu itulah orang beriman, dan karena dari ilmu itulah orang beramal. Tanpa ilmu bagaimana dibayangkan orang bisa beriman dengan baik, tanpa ilmu bisa dibayangkan bagaimana orang bisa beramal dengan baik. Jadi setan ini sedapat mungkin menjauhkan manusia dari ilmu pengetahuan”.

“Jadikanlah syetan sebagai musuh. Jin kada kelihatan, sekarang setan yang kelihatan adalah manusia, (yaitu) manusia yang membawa kepada kesesatan itu syetan, maka jadikanlah ia musuh. Tapi sekarang malah orang jadikan guru, seharusnya dianggap musuh”.

“Mengejek-ejek orang yang melaksanakan sunnah dia termasuk kepada orang-orang yang terjerumus ke dalam kekafiran. Kalau kita kada kawa mamakai (maka) baniat mudahan kaena kawa mamakai. Jangan suka mengejek orang yang melaksanakan sunnah. (karena) mengejek sunnah itu sama dengan mengejek nabi. Mengejek sunnah itu sama dengan kekafiran”.

“Ibadah itu tidak hanya shalat, puasa dan zakat (tetapi) pembuatan peraturan daerah untuk melindungi kaum muslimin dari kejahatan juga termasuk ibadah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar