Ustadz
Tamjidnoor, S.Ag. M.Pd.I
lahir di Amuntai, Hulu Sungai Utara, Jum’at, 28 Maret 1969 M (bertepatan dengan
9 Muharram 1389 H). Berlatar belakang pendidikan sarjana lengkap fakultas
Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin. Setelah itu
melanjutkan program magister Pasca Sarjana IAIN Antasari mengambil Pemikiran
Pendidikan Islam.
Beliau
adalah dosen pegawai negeri sipil di Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari
mengajar mata kuliah Hadits dan Ulumul Hadits. Di samping itu, beliau adalah
Pembina Majelis taklim “Raudlatul Jannah” dan aktif di lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) kampus UIN Antasari.
Diluar
kegiatan mengajar di kampus, beliau sering diminta memberikan siraman rohani dibeberapa
tempat di Banjarmasin, tidak terkecuali juga mengisi ceramah agama subuh di
Radio Republik Indonesia (RRI) Regional Banjarmasin.
Diantara
kalam beliau:
“Seseorang akan terhina karena menghina orang yang dimuliakan Allah. Nabi
Musai ‘alaihisallam mulia, dihina fir’aun, (maka) fir’aun dihinakan Allah. Nabi
kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam disumpahi Abu Lahab, Nabi mulia
samapi detik ini, (sedangkan) Abu Lahab terkutuk hingga saat ini. Ini ada
didalam al-Qur’an. Selama itu ada didalam al-Qur’an, (lihat Qs.
Al-Lahab)...selamanya ia dikutuk gara-gara menyiksa Nabi kekasih Allah. Jadi
hati-hati kita jangan sampai menghina orang-orang yang dimuliakan Allah”.
“Jagalah Allah, jagalah syari’at Allah, jagalah larangan Allah agar jangan
sampai talanggar, maka Allah akan menjaga kita”.
“(durasi waktu) Zuhur 3 jam, ashar 2 jam setengah, maghrib 1 jam lebih,
subuh 90 menit, Isya 9 jam. Hitungi-ai lagi.
(dimana) waktu shalat dibagi 3, al-awwal, al-ausath dan al-akhir.
Ini mengenai waktu. Jadi waktu yang terbaik itu diawal waktu, ini bagi orang
yang berfikir bahwa memang ada perbedaan, kada sama. Allah yang mamadahakan
kada sama, melalui petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi rugi
besar kita kada mendapatkan yang utama, menyesal kita diakhirat nanti. Jadi ini
yang harus diperbaiki. Sebagai contoh misalnya, waktu datang ke
Jum’atan – bukan waktu ibadah jum’atnya, kalau mengenai waktu ibadahnya sama
haja misalnya pukul 12 lewat 5 menit atau lebih --, tapi durasi kedatangan
seseorang yang berbeda. (dimana) jar Nabi : siapa yang datang paling awal atau
panyungsungnya maka ibarat dia berkorban seekor onta. Kemudian datang diwaktu
yang kedua bagai berkorban seekor sapi. Bayangkan, hanya beda
waktu datang saja sudah sedemikian besar (ganjaran) perbedaannya. Seekor onta
berapa? 25 jutaan. Sapi berapa ? 15 jutaan. Lalu yang ketiga seperti berkorban
seekor kambing, sekitar 2 juta setegah sampai 3 jutaan. Lalu yang keempat,
seperti seekor ayam, paling larang tangah dua ratus saikung (Rp. 150.000,- seekor),
lalu yang terakhir ketika khatib sudah naik ke atas mimbar baru dia datang,
maka dia dapat 1 butir telor. Coba fikirkan ! Nabi berupaya mengkongkretkan
nilai-nilai kerohaniaan supaya kita faham, amun sudah kaya itu tinggal kita
memilih yang mana”.
“Dimasyarakat kita, sering terjadi salah kaprah, (dimana) sunnah disamakan
dengan sunat. Padahal pengertian antara keduanya berbeda. Sunnah
adalah pribadi Rasulullah yang harus dicontoh sebagai teladan. Sedangkan sunat
larinya kehukum fiqh, yaitu kalau dikerjakan berpahala kalau tidak dikerjakan
tidak apa-apa. (jadi) karena sunnah diartikan dengan sunat, akhirnya masyarakat
beranggapan walaupun tidak dikerjakan tiada mengapa padahal bukan demikian
maksudnya”.
“Bersiwak
itu menjernihkan pikiran yang kusut atau galau dalam istilah sekarang. Selain
itu, mulut yang terbiasa bersiwak maka akan difasihkan ketika mengucapkan
kalimat tayyibah Lailaha illallah menjelang akhir hayat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar