Sabtu, 29 Februari 2020

Ustadz TAMJIDNOOR, S.Ag., M.Pd.I


Ustadz Tamjidnoor, S.Ag. M.Pd.I lahir di Amuntai, Hulu Sungai Utara, Jum’at, 28 Maret 1969 M (bertepatan dengan 9 Muharram 1389 H). Berlatar belakang pendidikan sarjana lengkap fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin. Setelah itu melanjutkan program magister Pasca Sarjana IAIN Antasari mengambil Pemikiran Pendidikan Islam.
Beliau adalah dosen pegawai negeri sipil di Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari mengajar mata kuliah Hadits dan Ulumul Hadits. Di samping itu, beliau adalah Pembina Majelis taklim “Raudlatul Jannah” dan aktif di lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) kampus UIN Antasari.
Diluar kegiatan mengajar di kampus, beliau sering diminta memberikan siraman rohani dibeberapa tempat di Banjarmasin, tidak terkecuali juga mengisi ceramah agama subuh di Radio Republik Indonesia (RRI) Regional Banjarmasin.

Diantara kalam beliau:

“Seseorang akan terhina karena menghina orang yang dimuliakan Allah. Nabi Musai ‘alaihisallam mulia, dihina fir’aun, (maka) fir’aun dihinakan Allah. Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam disumpahi Abu Lahab, Nabi mulia samapi detik ini, (sedangkan) Abu Lahab terkutuk hingga saat ini. Ini ada didalam al-Qur’an. Selama itu ada didalam al-Qur’an, (lihat Qs. Al-Lahab)...selamanya ia dikutuk gara-gara menyiksa Nabi kekasih Allah. Jadi hati-hati kita jangan sampai menghina orang-orang yang dimuliakan Allah”.

“Jagalah Allah, jagalah syari’at Allah, jagalah larangan Allah agar jangan sampai talanggar, maka Allah akan menjaga kita”.

“(durasi waktu) Zuhur 3 jam, ashar 2 jam setengah, maghrib 1 jam lebih, subuh 90 menit, Isya 9 jam. Hitungi-ai lagi.  (dimana) waktu shalat dibagi 3, al-awwal, al-ausath dan al-akhir. Ini mengenai waktu. Jadi waktu yang terbaik itu diawal waktu, ini bagi orang yang berfikir bahwa memang ada perbedaan, kada sama. Allah yang mamadahakan kada sama, melalui petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi rugi besar kita kada mendapatkan yang utama, menyesal kita diakhirat nanti. Jadi ini yang harus diperbaiki. Sebagai contoh misalnya, waktu datang ke Jum’atan – bukan waktu ibadah jum’atnya, kalau mengenai waktu ibadahnya sama haja misalnya pukul 12 lewat 5 menit atau lebih --, tapi durasi kedatangan seseorang yang berbeda. (dimana) jar Nabi : siapa yang datang paling awal atau panyungsungnya maka ibarat dia berkorban seekor onta. Kemudian datang diwaktu yang kedua bagai berkorban seekor sapi. Bayangkan, hanya beda waktu datang saja sudah sedemikian besar (ganjaran) perbedaannya. Seekor onta berapa? 25 jutaan. Sapi berapa ? 15 jutaan. Lalu yang ketiga seperti berkorban seekor kambing, sekitar 2 juta setegah sampai 3 jutaan. Lalu yang keempat, seperti seekor ayam, paling larang tangah dua ratus saikung (Rp. 150.000,- seekor), lalu yang terakhir ketika khatib sudah naik ke atas mimbar baru dia datang, maka dia dapat 1 butir telor. Coba fikirkan ! Nabi berupaya mengkongkretkan nilai-nilai kerohaniaan supaya kita faham, amun sudah kaya itu tinggal kita memilih yang mana”.

“Dimasyarakat kita, sering terjadi salah kaprah, (dimana) sunnah disamakan dengan sunat. Padahal pengertian antara keduanya berbeda. Sunnah adalah pribadi Rasulullah yang harus dicontoh sebagai teladan. Sedangkan sunat larinya kehukum fiqh, yaitu kalau dikerjakan berpahala kalau tidak dikerjakan tidak apa-apa. (jadi) karena sunnah diartikan dengan sunat, akhirnya masyarakat beranggapan walaupun tidak dikerjakan tiada mengapa padahal bukan demikian maksudnya”.

“Bersiwak itu menjernihkan pikiran yang kusut atau galau dalam istilah sekarang. Selain itu, mulut yang terbiasa bersiwak maka akan difasihkan ketika mengucapkan kalimat tayyibah Lailaha illallah menjelang akhir hayat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar