Husin, M.Pd lahir di Amuntai,
Minggu, 19 Juli 1981 (bertepatan dengan 17 Ramadhan 1401 H). Pendidikan
Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah beliau selesaikan di lingkungan pondok pesantren
“Rasyiddiyah Khalidiyah” (Rakha) Amuntai. Program Sarjana beliau tempuh pada 3
kampus yang berbeda, yaitu di Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an (STIQ) Amuntai
mengambil jurusan Bahasa Arab, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA)
Amuntai pada program Administrasi Pemerintahan,
dan di Universitas Terbuka (UT). Sedang
untuk Program Magister beliau mengambil spesialisasi PAI di IAIN Antasari
Banjarmasin.
Sebelum menjabat sebagai Ketua
Program Studi PGMI STIQ Amuntai, beliau pernah menjadi guru di SMP
Assasunnajah, guru MTs al-Hidayah Sungai Tabukan, dan Guru MAN Kelua.
Diantara
kalam beliau:
“Nafsu pada hakikatnya memiliki
dua kekuatan, yaitu ghadabiyah Yaitu kekuatan yang berusaha menghindarkan
manusia dari sifat tercela, dalam arti nafsu yang satu ini adalah sistem yang
melindungi Ego dari kesalahan, sedangkan kekuatan yang kedua adalah al- syahwat
yang berarti daya yang berpotensi untuik mengarahkan Ego kepada hal yang
menyenangkan” (Husin, MPd, “Id, Ego dan Superego Dalam Pendidikan Islam”, Jurnal Ilmiah Al-Qalam, vol. 11, No. 23,
Janauari Juni 2017, h. 58)
“Apabila manusia dikuasai oleh
nafsu dan melayani semua dorongan dari nafsu maka hawa nafsu dalam dirinyalah
yang akan menguat. Jika nafsu yang ada dalam diri manusia itu telah menguat
maka dirinya akan tumbuh menjadi orang yang zalim”. (h. 58)
“Kekuatan akal dapat kita
simpulkan menjadi dua yaitu akal yang terinderai (rasio nafsani) dan akal yang
tak terinderai (rasio qalbani). Contoh dari rasio nafsani adalah ketika kita
melihat sesuatu maka yang terekam adalah pemanfaatannya, ketika mendengar
sesuatu maka yang terbayang adalah baik buruknya dan ketika merasa maka yang
dialami adalah kesenangan dan ketidaksenangan. Rasio nafsani ini dapat
ditingkatkan dengan membaca buku, diskusi, menulis dan lainnya yang berhubungan
dengan penambahan pemikiran dan pengayaan wawasan. Sedangkan. Kekuatan rasio
qalbani adalah pemikiran yang mampu menembus alam metafisik, bahkan kekuatan
ini tetap aktif disaat manusia tidur. Contoh dari kekuatan ini adalah ketika
melihat maka makna dari apa yang dilihatnya itu adalah keagungan Tuhan. Ketika
mendengar, maka yang terekam adalah nasehat dan pelajaran dan ketika manusia
merasa maka yang dirasakannya adalah kasih sayang Tuhan. Kekuatan ini dapat
ditingkatkan dengan memeperbanyak zikir, i’tiqaf, muhasabah, berpuasa, membaca
al-qur’an dan mengamalkan amalan sunnah.” (h. 60)
“Hati bisa dikatakan sebagai hati
yang hidup apabila hati itu memiliki pengetahuan. Dengan pengetahuan tersebut
hati bisa bekerja mengikuti aturan-aturan dari pengetahuannya tersebut.
Disinilah pentingnya pendidikan jika hati seseorang telah terdidik dengan ke
Islaman, dan kebudayaan maka hati akan mengontrol tingkah laku untuk selalu
berbuat baik dan mengejar kesempurnaaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala” (h. 62)