Selasa, 24 September 2024

KH. M ABBAS RASYID

KH. M Abbas Rasyid lahir di Amuntai Utara, Senin, 3 Januari 1955 (bertepatamn dengan 9 Jummadil Awwal 1374 H). Adalah Katib Syuriah pada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Alabio.

 Telah berpulang ke rahmatullah pada hari Senin, 23 September 2024 (bertepatan 19 Rabiul Awwal 1446 H).

KH. HADARI

 


KH. Hadari adalah salah seorang tokoh ulama yang turut berjasa mendirikan perguruan atau madrasah “Intisyarul Mubarrat” Desa  Haur Gading, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Senin, 16 September 2024

Ustadz KHAIRIYADI, S.Pd, M.Pd

 


Ustadz Khairiyadi, S.Pd., M.Pd adalah Direktur Muhammadiyah Boarding School (MBS) Nurul Amin, Desa Pandulangan, Alabio. Lahir di Alabio, Kamis, 16 Juni 1988 (bertepatan dengan 1 Dzulqa’dah 1408 H). Selesai menempuh pendidikan SD dan Madrasah Tsanawiyah, beliau melanjutkan pendikan ke Pondok Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur. Pada tahun 2014, selesai kuliah beliau kemudian kembali lagi ke MBS Nurul Amin Alabio sebagai pengajar.

Diantara kalam beliau:

“Sekurang-kurangnya  ada 3 manfaat atau faedah dari mengingat kematian. Pertama (1), menyadarkan kepada kita untuk supaya bersegera bertaubat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Bertaubat adalah perintah yang mungkin disepelekan oleh sebagian orang, seakan tidak memiliki dosa. Kenapa sebabnya ? karena dia tidak sadar karena dia suatu saat akan meninggal dunia. Oleh karenanya, orang yang selalu ingat kematian, dia akan segera bertaubat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Kenapa? Karena dengan mengingat kematian tentunya ingin menghadap Allah dalam keadaan bertaubat. Kedua (2),  selalu merasa cukup dengan apa yang Allah anugerahkan. Orang yang selalu mengingat kematian, dia tidak akan menuntut lebih dari keduniaan. Dia merasa cukup, dia merasa qana’ah dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya, sehingga dengan itu dia selalu bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala apapun yang Allah takdirkan. Ketiga (3)  menjadi bersemangat dalam beribadah. Orang yang sadar akan meninggal dunia tentu dia akan lebih giat beribadah, dia akan lebih rajin melakukan perintah Allah Subhanahu wa ta’ala. Kenapa demikian ? Karebna orang yang mengingat kematian selalu beranggapan bahwa apa yang dia lakukan ini bisa saja adalah terakhir kalinya bagi dia, (seperti) dia shalat, dia anggap mungkin saja itu shalat dia yang terakhir kalinya. Dia puasa, bisa saja itu puasa yang terakhir kalinya. Dia membaca al-Qur’an, bisa saja itu adalah ayat terakhir yang dia baca. Begitulah seterusnya. Begitupun, ketika terbersit dalam hatinya ingin melakukan maksiat, dia juga sadar bahwasanya saja ini adalah dosa terakhir yang dilakukannya, sehingga dia tidak jadi melakukan dosa tersebut, karena sadar bahwa dirinya akan meninggal dunia”.

HUSIN, M.Pd

 


Husin, M.Pd lahir di Amuntai, Minggu, 19 Juli 1981 (bertepatan dengan 17 Ramadhan 1401 H). Pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah beliau selesaikan di lingkungan pondok pesantren “Rasyiddiyah Khalidiyah” (Rakha) Amuntai. Program Sarjana beliau tempuh pada 3 kampus yang berbeda, yaitu di Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an (STIQ) Amuntai mengambil jurusan Bahasa Arab, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Amuntai  pada program Administrasi Pemerintahan, dan di Universitas Terbuka (UT).  Sedang untuk Program Magister beliau mengambil spesialisasi PAI di IAIN Antasari Banjarmasin.

Sebelum menjabat sebagai Ketua Program Studi PGMI STIQ Amuntai, beliau pernah menjadi guru di SMP Assasunnajah, guru MTs al-Hidayah Sungai Tabukan, dan Guru MAN Kelua.

Diantara kalam beliau:

“Nafsu pada hakikatnya memiliki dua kekuatan, yaitu ghadabiyah Yaitu kekuatan yang berusaha menghindarkan manusia dari sifat tercela, dalam arti nafsu yang satu ini adalah sistem yang melindungi Ego dari kesalahan, sedangkan kekuatan yang kedua adalah al- syahwat yang berarti daya yang berpotensi untuik mengarahkan Ego kepada hal yang menyenangkan” (Husin, MPd, “Id, Ego dan Superego Dalam Pendidikan Islam”,  Jurnal Ilmiah Al-Qalam, vol. 11, No. 23, Janauari  Juni 2017, h. 58)

“Apabila manusia dikuasai oleh nafsu dan melayani semua dorongan dari nafsu maka hawa nafsu dalam dirinyalah yang akan menguat. Jika nafsu yang ada dalam diri manusia itu telah menguat maka dirinya akan tumbuh menjadi orang yang zalim”. (h. 58)

“Kekuatan akal dapat kita simpulkan menjadi dua yaitu akal yang terinderai (rasio nafsani) dan akal yang tak terinderai (rasio qalbani). Contoh dari rasio nafsani adalah ketika kita melihat sesuatu maka yang terekam adalah pemanfaatannya, ketika mendengar sesuatu maka yang terbayang adalah baik buruknya dan ketika merasa maka yang dialami adalah kesenangan dan ketidaksenangan. Rasio nafsani ini dapat ditingkatkan dengan membaca buku, diskusi, menulis dan lainnya yang berhubungan dengan penambahan pemikiran dan pengayaan wawasan. Sedangkan. Kekuatan rasio qalbani adalah pemikiran yang mampu menembus alam metafisik, bahkan kekuatan ini tetap aktif disaat manusia tidur. Contoh dari kekuatan ini adalah ketika melihat maka makna dari apa yang dilihatnya itu adalah keagungan Tuhan. Ketika mendengar, maka yang terekam adalah nasehat dan pelajaran dan ketika manusia merasa maka yang dirasakannya adalah kasih sayang Tuhan. Kekuatan ini dapat ditingkatkan dengan memeperbanyak zikir, i’tiqaf, muhasabah, berpuasa, membaca al-qur’an dan mengamalkan amalan sunnah.” (h. 60)

“Hati bisa dikatakan sebagai hati yang hidup apabila hati itu memiliki pengetahuan. Dengan pengetahuan tersebut hati bisa bekerja mengikuti aturan-aturan dari pengetahuannya tersebut. Disinilah pentingnya pendidikan jika hati seseorang telah terdidik dengan ke Islaman, dan kebudayaan maka hati akan mengontrol tingkah laku untuk selalu berbuat baik dan mengejar kesempurnaaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala” (h. 62)

 

Ustadz H Muhammad Yusuf

 

Ustadz H. Muhammad Yusuf adalah putra dari KH. Ibrahim Dahlan dari Desa Ilir Mesjid, Kecamatan Amuntai Selatan.  Berlatar belakang pendidikan Pondok Pesantren “Darussalam” (2007).

Diantara kalam beliau :

‘Faedah bertasbih itu diantaranya supaya kita kuat (yaitu) kuat sabarnya, kuat tawakkalnya, kuat redhanya, kuat mahabbahnya, kuat tenaganya. Ini rahasianya bertasbih”

“Rahmat itu adalah kasih sayang Allah. Itulah yang kita harapkan. Orang masuk sorga itu dengan apa ? Apakah dengan sebab ibadah ? Apakah dengan banyaknya pahala ? Tidak ! Demikian pula dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam. Kata Nabi : Akupun masuk sorga dengan Rahmat Allah”. Sebab kalau karena ibadah, -- sa apa pang ibadah kita ini – sehari berapa ba –ibadah, hitung ha, sa apa pang. Itu pun mun sah jua, itu gin mun nya diterima jua. Mun kada diterima nol nilainya. Jadi yang kita andalkan (harapkan) itu adalah adanya Rahmat Tuhan”.

“Bila imam ba-do’a, aminkan. Ibarat motor (mobil), (dimana) motor itu mogok, imam tu sopir, (maka) jangan didiamkan (tapi) tonjolakan (dorong) kan motor tadi. Kalau di tonjol (didorong) mau jalan. Begitu juga dengan do’a. Ketika berdo’a, tonjolakan supaya do’a itu sampai ke hadhirat Tuhan, dengan mengaminkan”.