KH. Kasyful Anwar, lahir di Teluk Buluh,
Amuntai, Jum'at, 13 Maret 1964 M (bertepatan dengan 27 Syawal 1383 H). Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren “Nurul Muttaqin” Desa Sungai Karias Amuntai.
Diantara kalam beliau:
“Dengan ujian seseorang bisa menjadi wali
karena naik pangkat. Mun diuji kada sabar maka tidak akan mendapatkan kedudukan
dan kemuliaan. Makin baanyak ujian makin tinggi nilai S nya, makin banyak
mengikuti ujian naik pulang (jadi) S 2, naik lagi mengikuti ujian, ujian
makhluk nih, mendapat lagi S 3, naik lagi tiap ujian dapat lagi kedudukan.
Kalau orang sudah anbiya atau auliya, makin diuji makin hebat, makin di uji
makin mantap, makin diuji makin tinggi derajat dan martabatnya. Mun kada diuji
berarti nilainya kurang kada kawa maumpati ujian. Mun kada kawa mengikuti ujian
berarti kada kawa naik pangkat dan kedudukan”.
“Apabila engkau
mendapatkan sesuatu yang menggembirakan hati, maka ingatlah dengan yang memberi
kesenangan itu, lalu bagaimanakah kesyukuranmu ? Kemudian, jika sesuatu yang
engkau dapatkan itu sesuatu yang menyakitkan, maka ingatlah pula dengan yang
memberi rasa sakit itu, lalu bagaimanakah kesabaranmu?”
“Ukuran derajat seseorang itu bukan
karena amalnya yang banyak tetapi (karena) kesabaran yang ia sandang itulah
yang menyebabkan ia menjadi “sami’na wa atha’na” menjadi panutan dan
ikutan orang-orang yang sabar”.
“Makhluk dapat menjadi pengganggu kita
dalam beribadah serta menghalangi kita dalam beribadah, maka untuk selamat dari
pada makhluk yaitu (dengan) uzlah, artinya “jangan pati bagaul lawan makhluk tadi”
“Bukan orang alim itu karena banyak
haditsnya, bukan orang alim itu karena qur’an dan tafsir menguasai dirinya,
tapi yang alim itu saat dia kebodohan lalu datang sesuatu permasalahan baru, (maka) pertolongan Allah datangkan ilmunya,
ini yang dinamakan alim hakiki”.
“Sombong dengan ibadah kita atau merasa harat
diri dengan ibadah kita tadi maka itu akan berbahaya, hancur amal kita kadada
artinya. Amal kada dipandang Tuhan dan diri kita (juga) dalam kemurkaan Tuhan”.
“Orang (manusia) itu ada mempunyai
kehidupan 4 macam. ~ ada yang banyak maksiat kepada Allah, tapi hatinya takut lawan Allah
Ta’ala, ada harapan dosanya tu diampuni. ~ ada orang yang banyak maksiatnya kepada
Allah, tapi hatinya tidak takut sama sekali malahan dia tertawa
sebahak-bahaknya, ini orang maksiat jauh dari keampunan Allah. ~ Ada orang yang
ta’at namun dia merasa aman daripada azab Allah dengan ta’at ibadatnya, maka
orang ini tertipu dengan amalnya dan azab Allah lebih dekat ketimbang aman dari
azab-Nya. ~ Ada orang yang ta’at kepada Allah, namun hatinya takut atas
amalannya ini kalau dicabut dan ditiadakan lagi oleh Allah …. Maka dia dengan
ta’at namun banyak menangis dengan ta’atnya tadi karena takut kalau nikmat itu
akan diambil Allah”.
“Ruang lingkup taffakur adalah sangat
luas. Tiada lain yang paling mulia adalah bertafakkur akan keajaiban-keajaiban
alam yang diciptakan Allah serta tanda-tanda kebesaran_Nya yang bertebaran di
seluruh jagad alam raya ini. Taffakur semacam ini akan menambah kedalaman hati
kita makin mengesakan Allah Subhanahu wa ta’ala, sifat dan asma-Nya”.
“Betapa besar ketergantungan kita kepada
apa-apa yang tersedia di alam dunia ini. Ketika kita hendak bernafas, yang kita
butuhkan adalah oksigen baru untuk memompa paru-paru. Ketika kita hendak
melihat dengan jelas, yang kita butuhkan adalah cahaya yang cukup untuk dapat
memandang apa yang diinginkan. Ketika kita hendak berjalan, kita membutuhkan
landasan untuk berpijak dan melangkah. .. Sungguh luar biasa Allah menciptakan
semuanya untuk makhluk-Nya. (semuanya itu) membuat kita tak kuasa selain pujian
dan rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, melaksanakan
puji syukur itu merupakan fardlu ‘ain bagi kita”.
“Sering-seringlah kita bertaffakur.
Bertaffakurlah terhadap apa yang sudah kita lakukan, juga hendaknya
bertaffakur, merenung tentang apa yang akan kita perbuat untuk hari esok, yaitu
untuk hari akhirat”.
“Seseorang akan mendapat rahmat,
mendapatkan keampunan dari Allah adalah Barakah ilmunya para ulama”.
“Kita jangan talalu bahimat (terlalu bersungguh-sungguh) mengambil fadhilat
dengan menziarahi kubur para wali, sementara untuk mendapatkan keselamatan diri
setelah mati, kita kada hakun bahimat
(tidak mau bersungguh-sungguh)”
“Percuma kekayaan
melimpah kalau sembahyang tidak terselesaikan. Percuma pangkat yang tinggi
kalau sembahyang kada dikerjakan. Percuma jadi orang terhormat kalau
sembahyang tidak segera dilakukan. Tetapi hidup akan bernilai, walau dalam
kemiskinan dan selalu dalam kefakiran, asal sembahyang dikerjakan, itulah nilai
kesuksesan dalam kehidupan”.
“Seseorang yang
cinta kepada ummat, cinta kepada hambanya Allah supaya menjadi orang
yangberimankepada Allah, itulah yang menyebabkan orang itu tinggi martabat dan
pangkatnya di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala”.
“Apabila dalam hati
ini ada nilai kebencian, berapapun ibadat yang kita lakukan akan ditolak oleh
Allah, jauh dari rahmat
Allah, penuh dengan laknatnya Allah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar