Ustadz Muhsinin, lahir di Pematang Benteng, Alabio, Senin, 28 Maret 1977 (bertepatan dengan 8 Rabiul Akhir 1397 H)
Diantara kalam beliau:
“Wajib itu terbagi ke dalam empat bagian, yaitu pertama, wajib yang berhubungan dengan waktu pelaksanaannya. Dan ini terbagi pula atas 2 (dua) yaitu wajib mutlak dan wajib muakkad. Arti wajib mutlaq itu adalah kewajiban yang sifatnya pabilakah (kapan saja) di kerjakan, artinya kada bawaktu (tidak terikat waktu). Contohnya, membayar kifarat sumpah atau nadzar. Ketika seseorang melanggar sumpah, maka dia diwajibkan membayar kiffarat sumpah. Apa kifaratnya? (yaitu) memberi makan 10 orang miskin, atau memberi pakaian 10 orang miskin, atau memerdekakan budak, dan bila kada kawa jua maka hanyar (baru) berpuasa 3 (tiga) hari. Jadi ini wajib membayar kifarat sumpah, Cuma waktunya kada dibatasi pabilakah, pabilakah. Sedangkan wajib muakkad yaitu kewajiban yang berwaktu. Artinya, waktunya sudah ditentukan, seperti puasa ramadhan. Sebelum ramadhan lain puasa ramadhan ngarannya, apalagi sesudah ramadhan. Contohnya lagi adalah shalat 5 (lima) waktu. Zuhur ada waktunya, ashar ada waktunya, begitu pula seterusnnya. Apabila seseorang mengerjakan kewajiban shalat pada waktunya, sesuai dengan syarat dan rukunnya, maka dikatakanlah shalatnya adalah tunai. Apabila seseorang mengerjakan shalat tetapi syaratnya tertinggal seperti orangnya kada (tidak) berwudhu namun dikerjakannya pada waktunya, maka shalatnya kada sah dan wajib dia mengulanginya. Tapi apabila seseorang mengerjakan shalat dan waktunya sudah keluar (terlewat) maka disebut dengan mengqadha”.
“Dalam hal mengqadha shalat, misalnya pas waktu bangun pas matahari timbul sudah. Artinya waktu shalat subuh sudah habis. Pertanyaannya adalah apakah dia meninggalkan shalat itu karena singhaja (sengaja) atau kadakah? Jawabannya, dia basinghaja (sengaja), sebabnya inya mendengar haja suara adzan tetapi kaena-kaena (nanti-nanti) dulu pas (lalu) taguring. Ketika orang meninggalkan shalat dengan sengaja, artinya malalambatakan sampai habis waktunya, (maka) dalam fiqih hukumnya ia wajib segera mengqadlanya, dia tidak boleh mengerjakan hal-hal lainnya, kecuali dia segera mengqadla shalat subuhnya. Jadi mengqadla itu wajib segera, kalau kaena-kaena (menunda-nunda) maka berdosa lagi. Tetapi, kalau meninggalkannya karena tidak sengaja, misal kadada siapa yang menggarak (membangunkan) tiba-tiba bangun guring matahari pas timbul, habis waktu shalat subuh sudah, maka dia disunnatkan segera mengqadla. Bahasa kitanya, pabilakah mengqadlanya, handak selajur ba-dhuha-kah hanyar mengqadla sembahyang yang keluputan tadi, yang seperti itu boleh, sebab karena ia meninggalkannya itu kada basinghaja (tidak sengaja). Jadi dalam madzhab kita, kalau meninggalkannya ia secara sengaja maka wajib segera mengqadla, tapi kalau tidak sengaja maka itu adalah sunnat segera mengqadla”.
“Amalan yang paling baik di akhir zaman ini adalah banyak-banyak bershalawat kepada Nabi, banyak-banyak beristighfar, banyak-banyak bersedekah kepada fakir miskin atau kurang mampu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar