Muallim Syafi’i adalah salah seorang da’i ilallah yang dimiliki oleh Kabupaten Hulu Sungai Utara. Beliau sekarang menjadi pendidik di Pondok Pesantren “Ar-Raudhah” Pasar Senin, Amuntai.
Diantara kalam beliau:
“Membaca shalawat adalah salah satu bentuk kita membalas jasa kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Makin banayak kita bershalawat kepada Rasulullah makin banayak kita membalas jasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (Tetapi) sebanyak apapun kada terbalas. Cari saja siapa orangnya yang paling banyak bershalawat, kawalah membalas jasa Rasulullah ? Kada kawa. Makanya memperbanyak shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah tidak ada batasnya”.
“Semakin banayak shalawat yang dibaca untuk baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semakin orang itu menyadari bahwa jasa Rasulullah terhadap alam semesta ini begitu besarnya”.
“Shalawat adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sama seperti bacaan-bacaan lainnya, seperti membaca al-Qur’an ibadah, membaca dzikir ibadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, membaca tasbih dan lain-lain mengandung fadhilah. Kalau termasuk ibadah berarti bershalawat itu adalah berpahala”.
“Khusyu’nya kita beribadah itulah yang dipandang Allah Subhanahu wa ta’ala. Nah kalau bacaan shalawat itu belum masuk ke dalam hati, maka kamu sampai kapanpun tidak akan dapat bermimpi dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu, nang kita baca dimuntung itu sia-siakah? Kada ! Bapahala-ai sudah, Cuma mun hendak dapat bermimpi lawan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, belum kawa lagi. Maka caranya : Ketika pian membaca nama “MUHAMMAD”, maka hendaklah ketika membaca MIM yang bertasydid itu hendaklah di tahan (pengucapannya), kalau dalam ilmu tajwid dikenal dengan nama “Ghunnah Musyaddadah”. Contohnya NUN bertasydid dan MIM bertasydid. Jadi ketika membaca nama Nabi hendaknya di randam, ditahan pada mim bertasydid itu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar