Ustadz H. Aulia Rahman, Lc, MH lahir di Balikpapan, Minggu, 1 Januari 1984
M (bertepatan dengan 27 Rabi’ul Awwal 1404 H) adalah alumni dari Universitas “Al-Ahqaf”
Yaman. Latar belakang pendidikan, yaitu setelah menamatkan pendidikan dasar (SD)
di Balikpapan, beliau kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) “al-Falah”
Banjarbaru, Setelah itu menimba ilmu lagi di Madrasah Aliyah (MA) “Rasyidiyah
Khalidiyah (Rakha)” Amuntai. Tidak berhenti disitu, beliau melanjutkan S-2
Program Pasca Sarjana mengambil Program Studi Filsafat Hukum Islam Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin (sekarang UIN Antasari).
Pernah menjadi pendidik di Madrasah Aliyah Normal Islam Putri Rasyidiyah
Khalidiyah (MA NIPI Rakha) Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sekarang
menjadi dosen dan Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah di Institut
Agama Islam negeri (IAIN) Samarinda, Kalimantan Timur (sekarang berubah menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN) “Sultan Aji Muhammad Idris” Samarinda).
Diantara kalam beliau:
“Selama ini, kita memahami silaturrahim itu
“bailang” lawan orang. Artinya, orang itu kada dinamakan bersilaturrahim
kecuali ia bulik ka kampung. (Misal) pian ada baisi kaluarga di Kaltim, di
banjarmasin, di Kalteng, bulikanlah tahun ini? (pada saat pandemi corona, pen),
kada kawa bulik kalo. Jadi karena kada kawa bulik jangan dipadahakan : “mohon
maaflah tahun ini kada kawa bersilaturrahim”. Jangan! Karena menurut Imam
Nawawi : Silaturrahim itu maknanya bukan sesimpel itu, bukan sekecil itu,
(tapi) silaturrahim itu dimaknai dengan makna yang lebih luas. Contohnya :
berkirim salam termasuk silaturrahim.”
“Jangan ditinggalakan amalan orang-orang tua
bahari, (dimana) bila handak amalan capat sugih (maka) silaturrahim dijaga. Itu
hadits nabi, “Barangsiapa yang hendak panjang umur, diluaskan rezeki,
dikabulkan do’a, meninggal husnul khatimah, maka sambunglah dilaturrahim”.
Caranya kaya apa ? Wahini kalo handak batamu masih ada jalan, kaya apa caranya
yaitu berkirim salam. Yangkedua, berkirim surat (dizaman dulu), tapi sekarang
bisa melalui WA, video call, berkirim Parsel, dan lain-lain. Apakah yang ini
juga bagian dari silaturrahim. Jawabnya : Iya”.
“Ujar Habib Jindan (seperti ini) : pian kalau
ada orang itu meninggal membawa dosa 1 (satu) saja dan dosa itu dosa kecil,
tetap inya itu nanti menghadap Allah dengan membawa dosa, walaupun dosa kecil
apalagi dosa yang banyak. Tapi ternyata ada amaln , didalam hadist disebutkan :
dia akan bertemu dengan Allah tanpa membawa dosa sedikit juapun. Artinya pian
bertemu Allah kada berdosa. Kalo orang kada badosa tu tempatnya dimana
kira-kira? Di sorga. Amalannya apa? Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Senantiasa bala itu (- tapi bala itu apa, bukan musibah tetapi ujian -) yang
mana ujian bisa dengan ujian yang baik bisa dengan ujian yang buruk. Jadi
jangan disangka orang yang sakit haja yang dapat bala’. Salah. (sebab) sehat
itu juga merupakan bala’ dalam pengertian ujian. Kada baduit, bala’. Baisi duit
juga termasuk bala’. Jangan sabarataan merasa aman. Makanya dalam hadits itu
disebutkan : Senantiasa, selama orang itu masih hidup pasti ada ujian.”
“Yang kadada baisi ujian tu 2 (dua) ja yaitu
orang mati dan satunya lagi orang gila. Coba lihat orang gila. Pernahkah pian
mendengar ada orang yang gila garing (sakit). Kenapa? Karena inya kada kapikiran.
Makanlah kada makankah kada urusan inya, yang penting hidup jalan kesana
kemari. Adakah inya mamikirakan : uma jar aku kaya ini, kaya apa kaena sambutan
orang lawan aku? Kada mamikirakan. Yang inya pikirakan dirinya haja. Itu
makanya orang perlu belajar sama orang gila, yang dipikirkan apa : dirinya dan
Allah Ta’ala. Tolok ukurnya itu Allah ridho kada lawan aku”.
“Kalau yang namanya bala’. Dalam pemahaman
kita adalah sesuatu yang sanagat lebih berbahaya daripada musibah. Bila orang
kena musibah, sering diucapkan Innalillah. Tapi bila kena bala’ pian masih
sanggup mengucap Alhamdulillah. Dalam al-Qur’an surah Al-Mulk (Tabarak) ayat 2
: “Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan, untuk mencobanya, untuk
menguji kalian, siapa yang terbaik amalnya”.
Maka jar ulama Tafsir, kalau yang namanya bala’ itu adalah sesuatu yang
tidak nyaman itu datangnya memang bukan karena perilaku kita tapi datangnya
dari Allah Subhanahu wa ta’ala. (misal) ibadah seseorang bagus saja, perilaku
baik haja, maksiat ditinggalkan tiba-tiba rumah kebakaran. Hal seperti ini
apakah musibah. Tidak. Tapi gara-garanya apa coba. Memang sudah bala’ nya
datang. Tapi yang ujiannya ingin ditingkatkan oleh Allah tingkatannya dihadapan
Allah Subhanahu wa ta’ala. Nah bila pian faham musibah tu gara-gara ulah
manusia, kalau yang namanya bala’ itu memang sudah bakal datang kejadiannya”.
“secara intisab (artinya satu keturunan atau ada hubungan
dengan, pen) misal bila ulun (kita, pen) keluar negeri, belakang nama ulun itu mau kada mau
batambah gelarnya, dan itu bukan karena ditambah-tambah, memang harus ada
supaya orang tahu kita orang mana. Misalnya : al-Banjari. Seperti nama kita
bolehkah ditambahi al-Banjari? Boleh. Syaratnya itu sebenarnya dalam bahasa
arabnya : “Barangsiapa yang tinggal di baladi disuatu tempat selama 4
tahun maka dia berhak untuk dinisbahkan namanya itu dengan nama tempat dimana
ia pernah tinggal”.