Guru Abdul Qayyum adalah salah seorang da’i dari Desa Manarap Hulu, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Diantara kalam beliau:
“Menurut Nabi, alamat orang yang celaka itu ada 4 (empat). Yang pertama, ia lupa akan dosanya yang telah lalu padahal dosa itu disimpan di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Catatan amal ibadah kita itu – baik dan jahat – itu disimpan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Jadi jangan sampai kita melupakan dosa yang pernah kita perbuat, baik dosa terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala, baik dosa terhadap kedua orang tua, kepada jiran tetangga, baik dosa kepada suami dan lain sebagainya. Harus selalu kita ingat, jangan sampai melupakan dosa itu. Apabila kita selalu mengingat dosa yang sudah kita kerjakan, lalu hendaknya segeralah kita untuk minta ampun dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Jangan sampai kita menunda-nunda taubat, (sebab) kata Nabi, celaka orang yang suka menunda-nunda taubatnya. Yang kedua, Menyebut-nyebut kebaikan padahal kebaikan itu belum tahu apakah kebaikan itu diterima atau tidak oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Menyebut-nyebut kebaikan, (seperti katanya: ) aku itu ini dan sebagainya, padahal kita kada tahu apakah kebaikan kita itu diterima ataukah ditolak. Itu yang harus kita fikirkan. Bertafakkur kepada Allah, diterimakah amal ibadah kita atau tidak. Kalau diterima Allah, syukur alhamdulillah, dan kalau tidak diterima, bagaimana nanti kita berurusan dengan Allah Subhanahu wa ta’ala. Nah, itu tanda orang yang celaka, yaitu suka menyebut-nyebut kebaikan. Yang ketiga, dalam urusan-urusan dunia, urusan harta benda, urusan-urusan pangkat, jabatan dan kedudukan dia memandang kepada orang yang lebih tinggi daripadanya. Misal, orang sebelah rumah ba-isi mobil 2 hendak jua baisi 2 buah. Kenapa? Karena dia suka memandang yang diatas, akibatnya tidak ada rasa syukur didalam hati kita kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Nimat yang sudah diberikan Allah Subhanahu wa ta’ala kada disyukurinya. Kenapa? Karena inya suka memandang kepada orang yang lebih tinggi daripada dirinya. Kalau kita memandang kepada orang yang lebih rendah daripada kita, (misal) kita sudah punya mobil, alhamdulilah, padahal tetanggaku tidak mempunyai mobil , dia hanya mempunyai sepeda motor. Bagi yang ba-isi sepeda motor, syukur karena ada orang lain yang hanya ba-isian sepeda. Kata yang ba-isi sepeda, syukur ba-isi sepeda, tetangga yang disebelah dia hanya Cuma jalan kaki. Kata yang berjalan kaki, syukur, tetanggaku yang disebelah (kakinya) kada kawa bajalan lagi. Jadi rasa syukur kita kepada Allah itu harus kita pelihara. Rasa syukur seperti itu ada, kenapa? Karena kita memandang kepada orang yang dibawah dalam urusan dunia, tidak memandang orang yang di atas. Kalau kita memandang yang diatas, maka itu dapat menyebabkan kita menjadi tamak, rakus, handak tarus peribahasanya. Yang keempat, alamat orang akan celaka, yaitu kalau dalam urusan agama (maka) ia memandang kepada orang yang lebih rendah daripada dirinya. (seperti katanya: ) si anu tu pang kada sembahyang ha, tapi sugih ha inya. Si anu tu kada puasa ha inya. Akibatnya inya umpat manuruti orang nang kada sembahyang, maumpati orang nang kada puasa. Kenapa? Karena dia suka memandang orang yang dibawah. Padahal untuk urusan agama hendaknya memandang kepada orang yang lebih tinggi ibadahnya daripada kita. Tapi kalau dia memandang kepada orang yang lebih rendah pemahaman agamanya, maka itu tanda ata alamat orang yang celaka”.