Syekh Darkasi bin Utuh, lahir di Sungai Pandan, Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 1920 M (1338 H). Berlatar belakang pendidikan Normal Islam di Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai. Disamping itu, beliau banyak berguru dengan sejumlah ulama besar, diantaranya dengan KH. Saberan Kacil (Alabio), KH. Anang Ilmi (Martapura), dan beberapa ulama di daerah Nagara (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) dan Tembilahan (Propinsi Riau).
KH. Darkasi juga senang belajar dan mengambil sanad-sanad keilmuan serta ijazah, diantaranya mengambil ijazah Tarekat Naqsyabandiyah kepada Syekh Jalaluddin (Bukit Tinggi, Sumatera), juga sempat belajar dan mengambil ijazah dari Habib Salim Jindan.
Syekh Haji Darkasi merupakan ulama yang senang berorganisasi, dimana beliau pernah menjadi Ketua Partai Pembela Tarikat islam (PPTI). Tidak itu saja, meski sibuk berorganisasi beliau tidak melupakan kewajiban beliau untuk menyampaikan pengetahuan agama yang dimiliki melalui ceramah-ceramah di majelis dan masyarakat, serta beliau ajarkan secara formal kepada siswa atau santri dimana beliau pernah menjadi guru di madrasah Ibtidaiyah Diniyah Tanjung (Kabupaten Tabalong).
Syekh Darkasi tipikal ulama yang berwawasan luas, sehingga dimanapun beliau berada senantiasa diminta masyarakat untuk mengajarkan ilmu agama. Beberapa tempat dimana beliau pernah mengajarkan atau mendakwahkan agama Islam, yaitu di daerah Handil Bujur Desa Basirih, kemudian ke daerah tatah Belayung dan Jambu Burung Kabupaten Banjar. Sedangkan tarikat yang sudah ada ijazahnya, beliau ajarkan di wilayah Banjarmasin, juga ke daerah Sampit (Kalimantan Tengah).
Beliau ada mewariskan beberapa buku ataupun risalah (naskah), yaitu buku “Simpanan yang Berguna” (1990) yang membahas tentang permasalahan ketuhanan, zikir, tarikat, kenabian dan kehidupan sesudah mati. “Pelajaran Ringkas Agama Islam” (1972), “Majmu’ah Shuhuf Pelajaran Agama Islam (berupa naskah, 1972), dan “Ilmu Ketuhanan dan Kenabian” (naskah, 2002).
Ulama besar ini berpulang kerahmatullah pada hari Selasa, 15 April 2003 M (bertepatan dengan 13 Shafar 1424 H).
Diantara kalam beliau :
“Adapun yang dapat membinasakan iman ada 3 (tiga). Pertama, lewat perkataan seperti menghina syari’at Islam atau Allah. Kedua, lewat perbutan seperti sujud kepada makhluk atau melepar al-Qur’an. Ketiga, i’tikad seperti ragu kepada Allah dan Rasul-Nya atau terhadap al-Qur’an. Barangsiapa yang syirik Jali, harus bertaubat dengan mengucap dua kalimat syahadat, karena syirik Jali menghilangkan iman. Sedangkan syirik khafi hanya menghilangkan pahala ibadah” (dari “Majmu’ah Shuhuf Pelajaran Agama Islam” karya Syekh Darkasi).
“I’tiqad-i’tiqad ada 73 macam, 72 yang salah san hanya 1 yang benar, yaitu i’tiqad ahlussunnah wal jama’ah. Sekurang-kurangnya ada 3 i’tiqad yang harus diketahui. Pertama, Mu’tazilah (dipimpin Washil bin Atha’) yang beri’tiqad “aku yang berbuat dan aku pula yang menjadikan perbuatan itu”. I’tiqad ini salah karena membawa kepada syirik yakni menduakan perbuatan. Kedua, Jabariyyah (dipimpin oleh Jahman bin Shafwan) yang beri’tiqad bahwa Allah yang memperbuat dan Allah pula yang menjadikan perbuatan itu. I’tiqad ini salah karena membawa kepada Zindik, yakni tiada beragama. Ketiga, Ahlusunnah wal jama’ah (dipimpin oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari) yang beri’tiqad bahwa “aku yang berbuat tetapi Allah yang menjadikan perbuatan itu”. I’tiqad ini tahqiq, yakni sesuai dengan i’tiqad Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (dari “Pelajaran Ringkas Agama Islam”, karya Syekh Darkasi).
“Tujuan agama Islam itu ada 3 perkara. Pertama, menegakkan i’tiqad yang benar dengan cara mempelajari ilmu tauhid. Kedua, menegakkan peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mempelajari ilmu fiqih. Ketiga, melazimkan zikir untuk membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dengan cara mempelajari ilmu tasawuf”. (dari “Pelajaran Ringkas Agama Islam”, karya Syekh Darkasi).
“Ada 7 kelebihan zikir, yaitu : menjunjung perintah Allah; disenangi malaikat; terhindar dari munafik, godaan syetan dan api neraka; ingin selalu beribadah, dan jiwa menjadi tenang serta hati terjaga dari lalai mengingat Allah; mendapat pahala dan membuat hati lembut dan tawadhu’; menghapus berbagai kejahatan; dan zikir lebih utama dari ibadah lainnya”. (dari “Simpanan Berharga”, karya Syekh Darkasi)