KH.
Dr (Hc) Idham Chalid bin H. Muhammad Chalid, lahir di Setui, Kotabaru, Minggu, 27
Agustus 1922 M (bertepatan dengan 4 Muharram 1341 H). Ayah beliau orang Tangga Ulin,sedang ibu beliau orang Setui.
Ketika dalam kandungan, orang tua beliau pindah ke Kotabaru hingga dilahirkan
disana. Dan ketika beliau berusia sekitar 6 tahun, orang tua mereka kembali
pindah ke Amuntai dan tinggal di Desa tangga Ulin.
Pendidikan
SR ditempuh di Amuntai tahun 1932. Kemudian melanjutkan ke Arabisch School
(cikal bakal Ponpes Rakha). Sejakkecil sudah pandai berpidato, dan sering
diundang untuk berceramah diberbagai acara dan pertemuan, hingga bakatnya ini
menjadikannya terkenal tidak saja di Amuntai, tapi juga sampai keluar daerah.
Tahun
1938-1943 melanjutkan menimba ilmu ke Pondok Modern “Gontor” Ponorogo, yaitu 3 tahun di Kulliyah al-muallimin (Pendidikan Guru Agama Islam) dan sisanya
ditingkatan Kweekschool Islam Bovenbouw.
Beliau
menguasai dengan fasih beberapabahasa asing diantaranya bahasa Arab, Inggris,
jepang dan Belanda. Sedangkan bahasa Jerman dan Prancis beliau kuasaisecara
pasif. Karena kemampuannya itulah beliau sering ditunjuk untuk menjadi
penerjemah dan diundang keluar negeri.
Tahun
1945 beliau kembali ke Amuntai, karena kondisi orang tua beliau yang sedang
sakit keras. Karena itu pula, beliau memohon berhenti menjadi guru diponpes
Gontor.
Di
Amuntai, beliau ikut Partai Masyumi, dan berhasil menjadi Ketua Partai Masyumi
Wilayah Amuntai (1945). Kemudian beliau bersama teman-teman mendirikan Ittihad al-Ma’ahid al Islamiyah (IMI) atau
Ikatan Sekolah-Sekolah Islam, yang meliputi Normal Islam dan at-Tadlhiyyah
(Desa Pakapuran), Asy-Syafi’iyah(Lokbangkai), al-Fatah(Desa Palampitan), Zahratun
Nisa (Paliwara) serta Al-Fajar (Paringin).
Tahun
1946 beliau bergabung dengan Serikat Muslimin Indonesia (Sermi) dan duduk
sebagai Anggota Pengurus besar dan Komisaris daerah Hulu Sungai Utara dan
Selatan.
Tahun
1947 bergabung dengan Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia Kalimantan
(Sopik), dibawah pimpinan Brigjen Hasan Basri (alumni Pondok Modern
“Gontor”),yang akhirnya dilebur menjadi ALRI DIVISI IV.
Tahun
1950 kembali Jakarta. Tahun 1950, ketika NU masih bergabung dengan Masyumi,
beliau menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang Kalsel.
Tahun
1949-1950 menjadi anggota DPR (Parlemen) Republik Indonesia Serikat.
Tahun
1950-1955 menjadi anggota Parlemen Sementara Negara Kesatuan mewakili
Kalimantan dari Partai Masyumi.
KH.
Idham Chalid memulai karirnya di Jakarta dengan aktif di Gerakan Pemuda Anshor,
kemudian pada tahun 1952-1956 menjadi Ketua Pengurus Besar Ma’arif, yaitu suatu
organisasi yang berafiliasi kepada NU dengan focus pada bidang pendidikan.
Pada
tahun yang sama diangkat oleh PBNU menjadi Sekretaris Jenderal Partai, dan 2
tahun kemudian, ia terpilih sebagai wakil ketua.
Dalam
Pemilu 1955 beliau terpilih menjadi anggota DPR mewakili Partai NU.
Beliau
dalam usia 35 tahun sudah menduduki
jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri. Dan pada Muktamar NU ke-21 yang
diselenggarakan di Medan, Sumatera Utara, bulan Desember 1956, beliau terpilih
sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, menggantikan Muhammad
Dachlan. Jabatan Ketua Umum ini beliau emban selama 28 tahun (1956-1984), atau
selama 8 periode dalam beberapa kali muktamar.
Tahun
1957 beliau mendapat gelar Doktor (Honoris causa) dari Universitas al-Azhar,
Mesir. Dan pada tahun yang sama, beliau terpilih kembali sebagai Wakil Perdana
Menteri dalam cabinet Djuanda.
Tahun
1959, sebulan setelah Dekrit Presiden Soekarno, 5 Juli 1959, beliau dipilih
menjadi anggota DPA.
Tahun
1960 menjadi Wakil Ketua MPRS
Tahun
1966 menjadi Wakil Perdana menteri dalam cabinet Dwikora.
Tahun
1967-1970, dalam kabinet Orde baru
diangkat menjadi Menteri Koordinator Kesra.
Tahun
1970-1971 diangkat menjadi Menteri Sosial.
Tahun
1973, ketika partai-partai Islam berfusi dalam PPP, beliau diangkat menjadi
Ketua sekaligus Presiden Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Tahun
1971-1977 dilantik menjadi Ketua DPR dan MPR.
Jabatan
lain-lannya diantaranya pernah menjadi Presiden Organisasi Islam Asia Afrika,
menjadi Ketua Umum atau Mudir ‘Am Jam’iyah ahli Thariqah al-Mu’tabarah
an-Nahdliyyah.
KH. Idham Chalid adalah ulama, hafal al-Qur’an, politikus, pendidik sekaligus negarawan yang peduli dengan pendidikan. Beliau telah mendirikan dan mewariskan Pondok Pesantren Darul Qur’an yang menampung anak-anak Yayim, di Cisarua, Bogor, juga Pondok pesantren Darul ma’arif di Cipete, Jakarta Selatan.
Beliau
juga seorang penulis dan pemikir, diantara tulisan beliau adalah:
“Bertamasya
ke cakrawala” sebuah buku bercorak tasawuf yang beliau tulis sewaktu
dalam penjara, tahun 1949.
“Haluan
Politik” terdapat dalam Majalah ‘Api Islam” (1965)
“Islam
dan Demokrasi Terpimpin”, sebuah booklet, berisi bahan-bahan
perkuliahan yang disampaikannya di Perguruan Tinggi Islam NU Surakarta,
diterbitkan oleh Endang-Pemuda, 1965.
“Mendayung
dalam Taufan”,diterbitkan Endang-ApiIslam, Jakarta, 1966.
Beliau
berpulang ke rahmatullah pada usia ke-88, tepatnya Minggu, 11 Juli 2010 M
(bertepatan dengan 29 Rajab 1431 H). Dan
dimakamkan dikompleks Pondok Pesantren yang beliau bangun. Pada
tahun 2011, Pemerintah RI menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional dengan
Keputusan Presiden No.113/TK/Th.2011 tanggal 7 November 2011.
Diantara
kalam beliau:
“Zaman akan berubah.Tidak ada lagi
peperangan,yang ada “war of science”
(perang ilmu pengetahuan)
“Tidak ada dendam dan kebencian
dalam hati saya”
“Jika ingin menjadi orang baik, maka
lakukanlah amaliah yang baik”.
“Manusia hidup tidak bisa melepaskan
diri dari memperhitungkan resiko, mempertimbangkan manfaat dan mudharat dari
setiap pekerjaannya”
“Politic
is not more than in implementation of our religious interest” (Politik
tidaklebih dari pada pelaksanaan kepentingan dan kebutuhan agama Islam).
“Suatu amalan, bila dikatakan mudah
ya mudah, dikatakan sulit ya sulit. Amalan itu adalah “jangan batal wudhu”.Jika kita senantiasa
dalam keadaan suci dan berwudhu, Insya Allah kita akan terpelihara dari berbuat
dosa dan maksiat, dan jika meninggal dalam keadaan berwudhu, Insya Allah
khusnul khatimah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar