Senin, 10 Juli 2017

KH.DR.(Hc) IDHAM CHALID



KH. Dr (Hc) Idham Chalid bin H. Muhammad Chalid, lahir di Setui, Kotabaru, Minggu, 27 Agustus 1922 M (bertepatan dengan 4 Muharram 1341 H). Ayah beliau orang Tangga Ulin,sedang ibu beliau orang Setui. Ketika dalam kandungan, orang tua beliau pindah ke Kotabaru hingga dilahirkan disana. Dan ketika beliau berusia sekitar 6 tahun, orang tua mereka kembali pindah ke Amuntai dan tinggal di Desa tangga Ulin.

Pendidikan SR ditempuh di Amuntai tahun 1932. Kemudian melanjutkan ke Arabisch School (cikal bakal Ponpes Rakha). Sejakkecil sudah pandai berpidato, dan sering diundang untuk berceramah diberbagai acara dan pertemuan, hingga bakatnya ini menjadikannya terkenal tidak saja di Amuntai, tapi juga sampai keluar daerah.
Tahun 1938-1943 melanjutkan menimba ilmu ke Pondok Modern “Gontor” Ponorogo, yaitu 3 tahun di Kulliyah al-muallimin (Pendidikan Guru Agama Islam) dan sisanya ditingkatan Kweekschool Islam Bovenbouw.
Beliau menguasai dengan fasih beberapabahasa asing diantaranya bahasa Arab, Inggris, jepang dan Belanda. Sedangkan bahasa Jerman dan Prancis beliau kuasaisecara pasif. Karena kemampuannya itulah beliau sering ditunjuk untuk menjadi penerjemah dan diundang keluar negeri.
Tahun 1945 beliau kembali ke Amuntai, karena kondisi orang tua beliau yang sedang sakit keras. Karena itu pula, beliau memohon berhenti menjadi guru diponpes Gontor.

Di Amuntai, beliau ikut Partai Masyumi, dan berhasil menjadi Ketua Partai Masyumi Wilayah Amuntai (1945). Kemudian beliau bersama teman-teman mendirikan Ittihad al-Ma’ahid al Islamiyah (IMI) atau Ikatan Sekolah-Sekolah Islam, yang meliputi Normal Islam dan at-Tadlhiyyah (Desa Pakapuran), Asy-Syafi’iyah(Lokbangkai), al-Fatah(Desa Palampitan), Zahratun Nisa (Paliwara) serta Al-Fajar (Paringin).
Tahun 1946 beliau bergabung dengan Serikat Muslimin Indonesia (Sermi) dan duduk sebagai Anggota Pengurus besar dan Komisaris daerah Hulu Sungai Utara dan Selatan.
Tahun 1947 bergabung dengan Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia Kalimantan (Sopik), dibawah pimpinan Brigjen Hasan Basri (alumni Pondok Modern “Gontor”),yang akhirnya dilebur menjadi ALRI DIVISI IV.
Tahun 1950 kembali Jakarta. Tahun 1950, ketika NU masih bergabung dengan Masyumi, beliau menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang Kalsel.
Tahun 1949-1950 menjadi anggota DPR (Parlemen) Republik Indonesia Serikat.
Tahun 1950-1955 menjadi anggota Parlemen Sementara Negara Kesatuan mewakili Kalimantan dari Partai Masyumi.
KH. Idham Chalid memulai karirnya di Jakarta dengan aktif di Gerakan Pemuda Anshor, kemudian pada tahun 1952-1956 menjadi Ketua Pengurus Besar Ma’arif, yaitu suatu organisasi yang berafiliasi kepada NU dengan focus pada bidang pendidikan.
Pada tahun yang sama diangkat oleh PBNU menjadi Sekretaris Jenderal Partai, dan 2 tahun kemudian, ia terpilih sebagai wakil ketua.
Dalam Pemilu 1955 beliau terpilih menjadi anggota DPR mewakili Partai NU.
Beliau dalam usia 35 tahun  sudah menduduki jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri. Dan pada Muktamar NU ke-21 yang diselenggarakan di Medan, Sumatera Utara, bulan Desember 1956, beliau terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, menggantikan Muhammad Dachlan. Jabatan Ketua Umum ini beliau emban selama 28 tahun (1956-1984), atau selama 8 periode dalam beberapa kali muktamar.
Tahun 1957 beliau mendapat gelar Doktor (Honoris causa) dari Universitas al-Azhar, Mesir. Dan pada tahun yang sama, beliau terpilih kembali sebagai Wakil Perdana Menteri dalam cabinet Djuanda.
Tahun 1959, sebulan setelah Dekrit Presiden Soekarno, 5 Juli 1959, beliau dipilih menjadi anggota DPA.
Tahun 1960 menjadi Wakil Ketua MPRS
Tahun 1966 menjadi Wakil Perdana menteri dalam cabinet Dwikora.
Tahun 1967-1970, dalam   kabinet Orde baru diangkat menjadi Menteri Koordinator Kesra.
Tahun 1970-1971 diangkat menjadi Menteri Sosial.
Tahun 1973, ketika partai-partai Islam berfusi dalam PPP, beliau diangkat menjadi Ketua sekaligus Presiden Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Tahun 1971-1977 dilantik menjadi Ketua DPR dan MPR.
Jabatan lain-lannya diantaranya pernah menjadi Presiden Organisasi Islam Asia Afrika, menjadi Ketua Umum atau Mudir ‘Am Jam’iyah ahli Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah.

KH. Idham Chalid adalah ulama, hafal al-Qur’an, politikus, pendidik sekaligus negarawan yang peduli dengan pendidikan. Beliau telah mendirikan dan mewariskan Pondok Pesantren Darul Qur’an yang menampung anak-anak Yayim, di Cisarua, Bogor, juga Pondok pesantren Darul ma’arif di Cipete, Jakarta Selatan.
Beliau juga seorang penulis dan pemikir, diantara tulisan beliau adalah:
Bertamasya ke cakrawala” sebuah buku bercorak tasawuf yang beliau tulis sewaktu dalam penjara, tahun 1949.
Haluan Politik” terdapat dalam Majalah ‘Api Islam” (1965)
Islam dan Demokrasi Terpimpin”, sebuah booklet, berisi bahan-bahan perkuliahan yang disampaikannya di Perguruan Tinggi Islam NU Surakarta, diterbitkan oleh Endang-Pemuda, 1965.
Mendayung dalam Taufan”,diterbitkan Endang-ApiIslam, Jakarta, 1966.


Beliau berpulang ke rahmatullah pada usia ke-88, tepatnya Minggu, 11 Juli 2010 M (bertepatan dengan 29 Rajab 1431 H).  Dan dimakamkan dikompleks Pondok Pesantren yang beliau bangun. Pada tahun 2011, Pemerintah RI menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional dengan Keputusan Presiden No.113/TK/Th.2011 tanggal 7 November 2011.

Diantara kalam beliau:

“Zaman akan berubah.Tidak ada lagi peperangan,yang ada “war of science” (perang ilmu pengetahuan)

“Tidak ada dendam dan kebencian dalam hati saya”

“Jika ingin menjadi orang baik, maka lakukanlah amaliah yang baik”.

“Manusia hidup tidak bisa melepaskan diri dari memperhitungkan resiko, mempertimbangkan manfaat dan mudharat dari setiap pekerjaannya”

Politic is not more than in implementation of our religious interest” (Politik tidaklebih dari pada pelaksanaan kepentingan dan kebutuhan agama Islam).

“Suatu amalan, bila dikatakan mudah ya mudah, dikatakan sulit ya sulit. Amalan itu adalah  “jangan batal wudhu”.Jika kita senantiasa dalam keadaan suci dan berwudhu, Insya Allah kita akan terpelihara dari berbuat dosa dan maksiat, dan jika meninggal dalam keadaan berwudhu, Insya Allah khusnul khatimah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar