Ustadz H. Muhammad Subeli, M.Pd salah seorang da’i ilallah yang tinggal di Kompleks CPI 2 Kota Raja, Kecamatan Amuntai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Diantara kalam beliau:
“Mau tidak mau kita ini harus mempelajari ilmu syari’at, thariqat dan hakikat. Syari’at adalah untuk menyempurnakan ibadah kita yang dzahiriyah. Thariqat adalah jalan kita untuk mencapai kemenangan kepada Allah. Hakikat, sirr, letaknya dihati. Pada saat belajar mengaji lawan tuan guru, lawan ulama yang mursyid dalam menempuh jalan tariqat, dan kalau sudah dapat ilmunya, karena ini sifatnya rahasia, sirr, (maka) di andak-ai lagi dihati, karena andakannya didalam, mun sudah takaluar najis ngarannya. Contoh : tadinya nasi kita makan secukupnya, tapi masih berada dalam perut maka masih suci, kita bawa sembahyangkah, sah. Tetapi bila sadikit haja nang kaya jagung didalam perut takaluar, maka napa ngarannya? Jadi najis. Jadi, sesuatu ilmu pengetahuan kalau tingkatannya sudah hakikat, tadapat sudah ilmunya, simpan ja lagi, maka amalakan ha lagi, jangan dipandir di pos kamling atau didalam perkumpulan manusia”.
“Makanya sebelum mengaji ilmu hakikat itu jenjangnya harus mempelajari dulu ilmu syari’at, kemudian baru thariqat”.
“Kalau kita berada pada maqam thariqat, ini betul-betul kenal dengan Allah. Ibaratmua, makhluk menyatu dengan Allah. Sehingga ada perumpamaan pada maqam ini, “jauh tidak antara, dekat tidak tersentuh”. Contohnya, lampu nang kelap kelip diatas kita, itu ada lampu ada cahaya. Bola lampurnya itu kada tapisah lawan cahaya dan tidak tersentuh antara cahaya dan bola lampunya. “Barangsiapa mau kenal dengan Allah itu maka kenal dengan dirinya dahulu”. Kita ini bapandir kalamnya siapa? Melihat dan mendengar, sama’ bashar, kalam. Semuanya ini adalah sifat-sifatnya Allah. Gugurnya dari fiqih untuk memantapkan ibadah, kemudian tauhid untuk mengesakan Allah, kemudian ma’rifat inilah pengamalan. Jadi mun orang sudah tahu tu ranai-ai lagi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar