Prof. DR. KH. Muhammad Zurkani
Jahja bin H. Yahya dilahirkan di Palimbangan, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai
Utara, Minggu, 15 Juni 1941 M (bertepatan dengan 20 Jumadil Awwal 1360 H) dan wafat pada tanggal 7 Februari 2004 M (17 Zulhijjah
1424 H)
Pendidikan
formal ditempuhnya di Sekolah Rakyat Negeri (SRN) Palimbangan (lulus 1953) dan
Perguruan Sendi IMI Palimbangan. Pendidikannya di IMI berlangsung pada sore
hari selama 4 tahun (lulus 1954). Kemudian ia meneruskan pendidikannya di
Perguruan Normal Islam, Amuntai Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah. Sejak
memasuki perguruan inilah mulai tumbuh cita-citanya untuk menjadi seorang
pendidik dan cendekiawan muslim.
Setelah
menamatkan studinya di Normal Islam (lulus 1959) ia hijrah ke Banjarmasin untuk
meneruskan pendidikannya di PGAN lengkap 6 tahun (1961). Setelah itu ia kembali
lagi ke Amuntai, meneruskan pendidikannya di tingkat sarjana muda di Fakultas
Ushuluddin IAIN Antasari di Amuntai sambil bekerja sebagai guru agama. Sedangkan
sarjana lengkapnya di selesaikan ketika kuliah di IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dengan mengambil jurusan atau fakultas dakwah. Ketika program
pascasarjana di IAIN dibuka pada awal 80-an (1982), ia rela meninggalkan
pekerjaannya sebagai PNS dan kembali melanjutkan pendidikannya di Fakultas
Pasca Sarjana (S2 dan S3) di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Karir
diawali sebagai guru agama ketika ia diangkat oleh Kepala Jawatan Pendidikan
Agama Departemen Agama dengan jabatan Guru Agama Putera pada tanggal 1 Mei
1961. Ia kemudian mengajar di Perguruan Normal Islam (1961-1967) dan guru agama
pada PGA 6 Tahun Rakha Amuntai (1963-1967) serta guru agama pada SMAN Candi
Agung Amuntai (1967). Ia kemudian pindah bekerja di Kantor Wilayah Departemen
Agama Propinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin (1971-1977). Tetapi kemudian
ia kembali mengajar di Amuntai, yakni menjadi dosen luar biasa pada Fakultas
Ushuluddin dan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari, Amuntai (1978-1979). Setelah
menyandang dosen luar biasa, beliau kemudian menjadi dosen tetap pada Fakultas
Ushuluddin IAIN Antasari (1980-2004). Selain menjadi dosen tetap Fakultas
Ushuluddin, Dia juga mengajar sebagai dosen luar biasa di Fakultas Tarbiyah
IAIN Antasari cabang Samarinda dan STIA Rakha Amuntai sejak tahun 1988 hingga
akhir dekade 90-an. Ketika Program Pascasarjana dibuka di IAIN Antasari ia juga
menjadi salah satu pengajar utama di program ini dari tahun 2000 hingga 2004.
Jabatan yang
pernah didudukinya di lembaga pendidikan dan pemerintahan sejak dekade 60-an
hingga dekade 90-an, adalah (1) wakil kepala sekolah PGA 6 tahun Rakha Amuntai
(1963-1967), (2) Kepala Seksi Perguruan Agama pada Bidang Pendidikan Agama
Kanwil Departemen Agama Propinsi Kalimantan Selatan (1973-1977), (3) Dekan Fakultas Tarbiyah
Rakha Amuntai (1978-1980), (4) Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari
Banjarmasin (1980-1982), (5) Pembantu Rektor III IAIN Antasari Banjarmasin (1989-1993), (6)
Pembantu Rektor II IAIN Antasari Banjarmasin (1993-1996), dan (7) Dekan
Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin (1996-2000). Jabatan akademik
tertinggi yang telah diraihnya adalah Guru Besar Ilmu Filsafat Islam. Pidato
pengukuhan guru besarnya disampaikan dalam Rapat Senat Terbuka IAIN Antasari
pada tanggal 16 Agustus 1997 dengan judul orasi ilmiah: “Teologi Ideal Era
Global (Pelbagai Solusi Problem Teologis)”.
Zurkani
Jahya juga aktif berorganisasi dan terlibat dalam kepengurusan beberapa
perkumpulan. Beberapa posisinya di beberapa organisasi dan lainnya sejak
dekadee 60-an hingga dekade 90-an adalah (1) Ketua Lembaga Sosial Desa (LSD)
Palimbangan (1961-1963), (2) Ketua Ranting IPQIR Desa Palimbangan (1961-1965),
(3) Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UNISAN Amuntai (1963-1965), (4)
Ketua Cabang PMII Amuntai (1964-1966), (5) Pemimpin Redaksi Majalah Bulanan
“Media Pendidikan Agama”, Banjarmasin (1975-1977), (6) Ketua Pengurus Madrasah
Ibtidaiyyah al-Irsyad Palimbangan (1977-1987), (7) Ketua Dewan Pembina Pondok
Pesantren al-Istiqamah Banjarmasin (1985-1990), (8) Ketua Umum Panitia
Pembangunan Masjid Assa‟adah Beruntung Jaya Banjarmasin (1991-1996), (9) Ketua
Tanfidziyah Pengurus Wilayah NU Provinsi Kalimantan Selatan Banjarmasin
(1991-1996), dalam kepengurusan Tanfidziyah ini ia bersama dengan H. Tabrani
Basri (wakil ketua), H. Babdera (wakil ketua) dan H. Husin Naparin (wakil
ketua). Pada kepengurusan periode ini ia menggantikan H.M. Saleh Fauzie
(periode 1986-1990); (10) Anggota Dewan Pakar ICMI Orwil Kalimantan Selatan
Banjarmasin (1992-1995), (11) anggota Dewan Pertimbangan DPD Golkar Tk I
Provinsi Kalimantan Selatan Banjarmasin (1994-1999), (12) Anggota Dewan
Penasihat ICMI Orwil Kalimantan Selatan Banjarmasin (1995-2004), (13) Anggota
Pleno Pengurus MUI Tk I Kalimantan Selatan Banjarmasin (1992-1996), (14)
Anggota Dewan Pertimbangan Pengurus MUI Tk I Kalimantan Selatan Banjarmasin
(1996-2004), (15) Anggota Senat IAIN Antasari Banjarmasin (1994-2004), (16)
Anggota Dewan Pakar Himpunan Peminat Ilmu Ushuluddin (HIPIUS) Pusat Jakarta
(1996-2004), (17) Anggota Komisi Penelitian dan Pengembangan Daerah Tk. I
Provinsi Kalimantan Selatan (sejak 1997), (18) Anggota Gerakan Sasanga Banua
Dati I Kalimantan Selatan Banjarmasin (sejak 1997), (19) anggota Satgas Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) wilayah XI Kalimantan (sejak
1996). Ia juga pernah menjadi Ketua Yayasan Serba Bakti, Pondok Pesantren
Suryalaya Perwakilan Banjarmasin, sekaligus Pimpinan Pondok Remaja Inabah
(Pusat Rehabilitasi Korban Narkoba) Banjarmasin. Selain sebagai aktivis,
intelektual, pejabat dan pendidik, Zurkani Jahja ternyata juga seorang mursyid
tarikat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.
Zurkani
Jahja merupakan dosen dan intelektual muslim yang sangat produktif menulis.
Tulisan-tulisannya yang disajikan dalam bentuk makalah dan artikel ilmiah yang
disajikan dalam acara diskusi, seminar, pelatihan dan publikasi jurnal ilmiah
di antaranya adalah: (1) Asy‟arisme dan Primitivisme, (2) Paguyuban Ngesti
Tunggal (Pangestu): Studi tentang Teologi dan Ajaran, (3) Islam dan Kebatinan:
Studi tentang Aliran Paryana Suryadipura, (4) Karakteristik Sufisme yang
Berkembang di Nusantara Abad ke-17 dan 18, (5) Karakteristik Intelektual Muslim
(Sebuah Refleksi terhadap Ayat 190-191 Ali Imran), (6) Mengenal Allah dengan
al-Asma` al-Husna, (7) Beberapa Catatan Sekitar Etos Kerja Masyarakat Islam di
Kalimantan Selatan, (8) Nilai-nilai tradisi Keislaman dan Posisinya dalam
Pembangunan, (9) Kesiapan dan Perilaku Generasi Muda Muslim dalam Mewujudkan
Kemajuan Islam Ditinjau dari Syariat Islam, (10) Strata Pengajian Tasawuf dalam
Konsepsi Abu Hamid al-Ghazali, (11) Warisan Budaya Agama dan Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esaa, (12) Ide Pembaharuan Nurcholish Madjid, (13)
Bahasa Banjar Arkais dalam Kitab Sabil al-Muhtadin, (14) Hubungan Antara
Syariat dengan Kehidupan Spiritualitas (Tarikat), (15) Syariat, Sufisme dan
Tarikat (Refleksi terhadap Beberapa Kasus di Kalimantan Selatan), (16) Konsepsi
Agama Islam tentang Pembinaan Keagamaan dan Ketertiban Masyarakat, (17)
Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Pandangan Islam, (18) Islam di
Kalimantan Selatan (masukan dalam Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu),
(19) Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah, (20) Sabil al-Miuhtadin, (21) Al-Ghazali,
Sufisme dan Teologi, (22) Spiritualitas Islam, (23) Sufisme dan Kehidupan
Modern, (24) Beberapa Catatan Sekitar Moralitas Umat Beragama dalam Masyarakat
Pluralistik, (25) Tanggapan Terhadap Ajaran Tasawuf Akhlak Achmad Abdullah
Terang Banjarmasin, (26) Memilih Masalah Penelitian untuk Skripsi Pada Fakultas
Ushuluddin, (27) Etos Kerja Masyarakat Islam di Kalsel, (28) Peranan Agama
dalam Memperkuat Jati Diri Bangsa, (29) Jenjang Pendidikann Akidah Umat Islam
Menurut Al-Ghazali, (30) Pendekatan Rasional terhadap Masalah Akidah dan Moral,
(31) Metodologi Penelitian Studi Naskah/Literatur Histori, (32) Penyalahgunaan
Ekstasi dan Sejenisnya, Ditinjau dari Aspek Psikis, Fisik, Sosial dan Agama,
(33) Samaniyah dan Tarekat-tarekat Lainnya: Hubungan Ajaran, (34) Aktualisasi
Filsfat dalam Teologi Islam, (35) Dakwah dan Pemberdayaan Umat, (36) Pemikiran
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari di Bidang Teologi dan Tasawuf, (37)
Problematika Dakwah di Pedesaan, Unit Pemukiman Transmigrasi dan Masyarakat:
Kerjasama Mengatasinya, (38) Pemahaman Institusi keluarga serta Perubahan
Posisi dan Peran Pria Wanita dalam Keluarga Bahagia Sejahtera, (39) Kemungkinan
Adanya Ko-eksistensi antara Asyari dan Primitivisme (Himmah Palangkaraya), dan
(40) Teologi Islam Era Global (Pelbagai Solusi Problem Teologis). Selain itu,
ia aktif pula menulis secara rutin di Tabloid Serambi Ummah, membidangi
rubrik Filsafat Islam, Tasawuf dan Kalam, tulisannya yang paling banyak dan
populer di tabloid ini adalah paparannya mengenai al-Asma` al-Husna yang
ditulis mulai 7 Agustus 1998 hingga selesai pada edisi nomor 049. Tulisan
inilah yang kemudian diterbitkan dengan judul Asmaul Husna (dua jilid)
pada tahun 2002 oleh Grafika Wangi Kalimantan.
Karya
intelektual Zurkani Jahja juga ada yang berbentuk laporan hasil penelitian baik
dilakukan secara individu maupun berkelompok. Selama karier akademiknya sebagai
dosen, ia pernah beberapa kali melakukan penelitian. Inilah beberapa hasil
penelitiannya:
(1) Potensi
Madrasah di Kalimantan Selatan (Anggota Tim Peneliti ), BAPPEDA, 1974, (2) Pemikiran-pemikiran
Keagamaan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Anggota Tim Peneliti), IAIN
Antasari, 1989, (3) Faktor-faktor Penyebab Sedikitnya Calon Mahasiswa Baru
Fakultas Ushuluddin (Ketua Tim Peneliti), IAIN Antasari, 1990, (4)
Transkripsi dan Anotasi Kitab Sabil al-Muhtadin (Anggota Tim Peneliti), IAIN
Antasari, 1992, dan (4) Unsur-unsur Filsafat dalam Kitab Siraj al-Muhtadin
Karya H. Asy’ari Sulaiman (penelitian individu), IAIN Antasari 1996.
Adapula
beberapa karya intelektual Zurkani Jahja yang ditulis dalam bentuk buku.
Sebagiannya ada yang dicetak dan dipublikasikan dan adapula yang belum
diterbitkan dan dipublikasikan. Beberapa karya yang belum dipublikasikan ini
hanya tersimpan di perpustakaan dan beredar di kalangan terbatas berbentuk
diktat. Beberapa karyanya yang belum diterbitkan adalah: (1) Asal Usul Aliran
Kebatinan (1980), (2) Pengantar Studi Aliran Kebatinan (1981), (3) Pengantar
Psikologi Sosial (ADIB, Banjarmasin, 1981), (4) Risalah Aliran Kebatinan
di Indonesia (1982) dan Sejarah Kepercayaan Masyarakat Indonesia:
Kejawen dan Kaharingan (1985). Selanjutnya, karya intelektualnya yang telah
dipublikasikan baik sebagai tim penulis maupun penulis tunggal adalah sebagai
berikut: (1) Teologi al-Ghazali Pendekatan Metodologi (1996) diterbitkan
oleh pustaka Pelajar; (2) “Asal Usul Thorekat Qadiriyah Naqsabandiyah dan
Perkembangannya” sebagai kontributur dalam Harun Nasution (ed.), Thoriqat
Qadiriyah Naqsyabandiyah (diterbitkan oleh IAI Al-Mubarakiyah, Tasikmalaya,
1990), (3) Sejumlah entri dalam Ensiklopedi Islam Indonesia dan Ensiklopedi
Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (4) Sebagai salah satu tim penulis pada buku Sejarah
Banjar (diterbitkan oleh Balitbangda Kalsel), dan terakhir adalah Asmaul
Husna (jilid) terbit pada tahun 2002 dan kemudian diterbitkan ulang dan
dipublikasikan secara nasional dengan judul baru 99 Jalan Mengenal Tuhan (2010)
diterbitkan oleh Pustaka Pesantren Yogyakarta.
Diantara kalam beliau:
“Sifat
berlebih-lebihan tidak hanya mengakibatkan jelek bagi si pelaku, tapi juga bisa
membawa akibat buruk bagi masyarakat luas yang melihatnya”.
“Jihad
spiritual tidak sama sekali bertujuan untuk menghancurkan musuh (objek) secara total, tetapi hanya berusaha
mengalahkannya agar bisa tunduk kepada hukum agama”.
“Adanya
macam-macam tarekat hanya berimplikasi pada perbedaan dalam zikir kepada Allah Swt,
karena esensi setiap tarekat adalah zikir kepada Allah. Dzikrullah dalam
tarekat pada umumnya bertujuan untuk
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt”.
“Untuk
bisa “dekat” kepada Allah, secara spiritual orang haru menapaki jalan Allah dan
mendekati pelbagai tanjakan yang diebut maqamat. Selama dalam perjalanan
(suluk) itu, si salik bisa memperoleh pelbagai siraman suasana hati (ahwal)
yang bisa meneguhkannya dalam perjalanan. Bahkan bisa memeperoleh pengetahuan
yang diterima langsung dari Allah Swt (ma’rifah), karena kebersihan jiwanya”.
“Jika
kita bertemu 2 pertimbangan terhadap suatu masalah kehidupan, satu pertimbangan
rasional dan yang lain pertimbangan ilahiyat atau perintah agama, maka harulah
diutamakan tindakan yang sesuai dengan perintah agama, meskipun tampaknya
kurang rasional”.
“Sabar
tidak bisa lepas dari musibah.Tapi musibah juga tidak bisa lepas dari tekad
hati seseorang atau
tujuan hidupnya. Orang
yang tidak mempunyai tujuan hidup, tidakbisa melihat sesuatu yang bertentangan
dengan keinginannya sebagai musibah atau bukan”.
“Tawakkal
kepada Allah harus dibarengi dengan kerja yang mengarah kepada tercapainya
tujuan.Tawakkal tidak menafikan amal. Tawakkal adalah sikap
teologis-psikologis orang beriman. Amal
(usaha) adalah realitas kehidupan yang harus dihadapi setiap orang. Tercapainya
suatu tujuan dengan pelbagai usaha yang logis-sistematis, merupakan suatu
realita kehidupan.”
“Tawakkal
tanpa usaha akan membawa kemunduran.
Usaha tanpa tawakkal akan mudah mendatangkan frustrasi, bahkan psikosomatik
bagi yang bersangkutan. Bagi orang yang mau sukses, tawakkal harus dibarengi
dengan usaha kearah tercapainya tujuan. Kecuali orang-orang yang ‘arif billah,
tawakal tanpausaha bisa mendatangkan sukses, karena “kemukjizatan” sudah
menjadi konsumsi kesehariannya. Tapi orang-orang begini sangat langka adanya”.