H. Muhammad Syarkani, S.Ag lahir di Babirik, Amuntai, Sabtu, 5
Maret 1955 M (bertepatan dengan 11 Rajab 1374 H) adalah Wakil Ketua II BAZNAS
Kabupaten Hulu Sungai Utara. Beliau juga adalah Pembina Majelis Taklim “Mursyidul
Amin” Desa Pakapuran Amuntai.
Diantara kalam
beliau:
“Zakat fitrah itu 3 litar seperempat atau 3 litar
setengah, karena zakat fitrah itu 4 mud sepertiga. 4 mud disini adalah 2 hafnah
atau 2 raup telapak tangan jubung. Lalu kita coba takar, sakalinya 2 mug
(tibung) susu. 2 mug susu itu 1 mud Baghdad atau Irak. Mug (tibung) susu ini
kan ada nang taganal ada nang tahalus, kita ambil nang taganal. Dalam kitab
Iqna, sakalinya 2 telapak tangan itu sama dengan 1 mud. Nah, kalau dinilai
dengan litaran kita sekitar 3 litar seperempat atau 3 litar setengah. Atau mun
balik susu pinanya 10 balik susu tambah satangah tibung. Jadi amun (kita mengeluarkan fitrah, pen) 3,5 litar itu kada kurang, malah kita
disunahkan untuk malabihi. Adapun amun lawan timbangan itu 2,7 kilogram. Ini
menurut imam syafi’i”
“Orang beriman tu kelihatan dari kelakuannya.
Karena apa? Karena amal dilakukan dengan perbuatan, dengan tingkah laku, dengan
aktivitas. Nah ketika orang itu beriman maka akan terlihat pada zahirnya bahwa
ia akan mengamalkan daripada hal-hal yang berkaitan dengan keimanannya”
“Orang beriman itu banyak pemalunya.
Takut melakukan sesuatu yang diluar daripada garis-garis yang ditentukan oleh
syari’at agama. Adapun buah daripada iman adalah ilmu. Karena tidak mungkin
seseorang dipandang melakukan suatu ibadah tanpa ilmu. Oleh karena itu, ilmu
merupakan alat untuk melaksanakan ibadat”
“Keimanan itu senantiasa berhubungan
dengan al-ilmu, an-niyat, sabar dan ikhlas dalam melaksanakan
amaliah. Tiap-tiap amal, perbuatan, ibadat selalu berhajat kepada 4 macam
tersebut. Pertama, al-ilmu, yaitu sesuatu yang harus dituntut sebelum mengerjakan ibadat yang kita
lakukan. Jadi kita kalau hendak beribadah, seperti shalat, puasa harus
mengetahui dulu ilmunya. Kedua, an-niyat. Dimana andakannya niat itu? Bila shalat, maka
niatnya ketika mengangkat takbir. Beda dengan puasa. Bila puasa, niatnya boleh
diletakkan pada permulaaan malam karena kesulitan didalam menentukan timbulnya
fajar. Niat ini sangat penting. Amun kada baniat dalam menjalankan ibadah maka
tidak ada nilai pahala. Karena apa? Lantaran adat dan ibadat itu perbedaannya
adalah niat. Kalau kita kada baniat, maka kada mandapat pahala”.