Habib Ahmad bin Alqaf Alaydrus bertempat tinggal di Desa Tambalangan, Kecamatan Amuntai Tengah.
Telah berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu, 10 Juli 2024 (bertepatan dengan 4 Muharram 1446 H) di Rumah Sakit "Pembalah Batung" Amuntai.
Diantara kalam beliau:
“Ada beberapa hal yang ringan, enteng, kadang
dilupakan karena dianggap enteng, karena tidak ada yang mengajari, tidak ada
yang memberi tahu. Beruntung tampulu (mumpung) ada guru. Yang
pertama, menyilangkan jari-jari tangan atau panca tangan (tasybik, pen). Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama
para sahabat pernah duduk-duduk, tiba-tiba datang Jibril alaihi salam. Imbah
itu bapaling Jibril, Jibril langsung untuk bulik (pulang). Kada jadi
batamu Nabi. Setelah sahabat bubar, tinggal Nabi saurang, lalu datang pulang
Jibril. Kemudian nabi manakuni (bertanya) : Ya Jibril, mengapa kamu tadi nggak
suka lagi ketemu ulun (Nabi)? Tidak Ya Rasulullah, kata malaikat Jibril. Tapi
kenapa kamu tadi sudah parak, dekat bangat, langsung bulik. (lalu kata malaikat
Jibril) : Ya Rasulullah, sampaikan kepada ummatmu sabarataan, waktu itu bahwa
dimana ada mejelis kumpulan manusia lebih dari satu, 2, 3, 4 dan seterusnya.
Majelis dimana saja, yang penting duduk lebih dari satu bisa saja di warung
kopi, ini majelis juga, sambil minum kopi ngobrol-ngobrol tentang agama itu
majelis. Sampaikan kepada sahabatmu, dimana ada majelis kemudian salah seorang
ada menyilangkan tangan begini (seperti orang main ponco/panca, pen) panca tangan, (maka) berkah dan rahmat Allah
yang mau Allah turunkan ke majelis itu Allah batalkan. Jadi (masalah menyilangkan jari tangan ini, pen) jangan dianggap enteng. Kalau kami dulu di
Pare, disitu waktu masih halus. Kalau tangan begini (menyilangkan jemari tangan, pen), maka kai, nenek atau orang tua, maka tangan
cucunya atau tangan kita dipukul. Ajari anak-anak jangan begitu (menyilangkan jemari, pen). Kami, waktu di Kudus itu diistilahkan tasybik
nya syetan dan bawa sial. Jadi jangan dianggap enteng”.
“Yang kedua, yang paling parah
ini. Semua ada di majelis, baik di majelis ini maupun di pondok pesantren,
tidak ada kecualinya. Banyak kejadian apa (yaitu) cara mengaminkan do’a. Cara
tangan untuk mengaminkan do’a, baik do’anya saurang maupun do’a orang lain.
Ulun + 15 tahun yang lalu (2019), waktu itu umur ulun sekitar 40 tahun.
Salah seorang guru ulun, mursyid ulun dalam thariqah, syekh murabbi, pembimbing
roh ulun, almarhum almaghfurlah wa yarham, as syekh Ahmad Asrori bin Muhammad
Usman al-Ishaqy Rahimahullah ‘anhu, mengijazahkan cara tangan waktu mengaminkan
do’a. Itu umur 40 tahun baru tahu. Apa kata sidin : “Orang yang berdo’a maupun
yang mengaminkan do’a orang lain, tangan minimal terangkat sejajar dengan,
maaf, buah dada. Dengan kata-kata "minimal" sejajar buah dada, berarti kadada
orang yang berdo’a itu tangannya di paha. Atau mengaminkan do’a orang lain,
mengaminkan do’a guru, kedua tangan dipaha lalu berkata : Amin. Dahulu
dikatakan orang seperti ini seorang yang kurang ajar. Lebih kurang ajar lagi,
kenapa? Karena datang (meminta, pen) kepada Allah, Tuhannya sendiri, dia begitu. Kemudian,
(bisa juga) naik sejajar bahu, atau sejajar muka. Dari yang sejajar bahu, atau sejajar muka
naik ke atas melewati kepala, dan yang demikian itu kebanyakkan habib-habib
kita dari hadramaud, Yaman.”
“Yang ketiga, cara menyapu muka
setelah berdo’a. Setelah waladhaalliin, amiin. Kedua tangan ini masuk ke muha,
jari-jari tangan itu antara rambut dengan dahi, ujung dahi dengan ujung rambut
dimuka jari-jarinya itu disitu. Kemudian tangan kanan dan tangan kiri turun
melewati pipi kanan dan pipi kiri melewati dagu, setelah melewati dagu turunkan
sedikit baru naik kembali seperti semula. Setelah kembali ke semula baru turun
melewati tengah hidung, baru turun. selesai.”
“Hal ini banyak juga yang salah faham tentang masalah
syekh murabbi, dianggapnya semua guru penting, baik yang ketemu atau yang kada
ketemu langsung (dianggap) syekh murabbi, padahal tidak. Syekh murabbi itu
adalah mursyid. Karena itu menyangkut .... roh. Nggak pernah ketemu gurunya
katanya syekh murabbi. Dusta. Kalau seorang guru belum tentu kalau kada di
baiat. Itu salah faham ummat yang banyak (yaitu) tidak tahu membedakan antara
Mubad. Mubad itu ada sejak jaman Nabi, makanya turun temurun oleh orang sufi,
ahlu thariqah, ulama-ulama sufi, ulama thariqat kita terus membaiat, dari guru
ke murid-murid, dari guru sampai kepada kita, kalau ada gurunya. Kalau kadada
guru mursyid (maka) memadai guru dalam ilmu syari’at. Makanya sering ulun
mengatakan di facebook, bahwa hati-hati jangan sampai jadi kecewa nanti di
akherat, karena mengakui seorang guru padahal bukan gurunya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar