KH. Nur Salim
Safran, Lc lahir di Desa Panyiuran, Amuntai, Selasa, 1 Juli 1952 M (Bertepatan dengan 8 Syawal 1371 H). Setelah tamat MI
Sulamun Najah, beliau melanjutkan ke PGAP
4 tahun di Telaga Silaba, kemudian melanjutkan ke PGAN Rakha di Amuntai.
Setelah menyelesaikan sarjana muda pada fakultas Ushuluddin IAIN Antasari
Amuntai, beliau mengabdikan diri di pesantren Rakha Amuntai. Tidak berapa lama,
beliau mendapat beasiswa dari yayasan untuk melanjutkan studi ke Universitas
Ummul Qurra, Mekkah, Saudi Arabia, hingga memperoleh gelar Lc.
Beliau pernah
menjadi pendidik di PGAP 4 tahun di Telaga Silaba, Sekolah Persiapan (SP) IAIN
Antasari di Amuntai. Disamping jadi guru beliau juga menjadi Kepala Madrasah
Aliyah Normal Islam Putera Amuntai (1986-1990), dan Pembantu III Ketua Sekolah
Tinggi Agama Islam Rakha Amuntai.
Suara beliau
bersih, sehingga kalau beliau menjadi imam, kadang membuat jamaah ikut
menangis. Keikutsertaan beliau dalam Jamaah Tabligh turut memberi warna dalam
pengembangan dakwah Islam. Berbagai Negara seperti Malaysia, Thailand dan
Bangladesh pernah beliau kunjungi untuk dakwah.
Beliau
meninggal di Ponpes Al-Falah, Tamburu, Jawa Tengah pada Jum’at pagi, 1 Mei 2001. Sebelumnya
beliau usai mengikuti Musyawarah Jama’ah Tabligh di Jakarta. Beliau dimakamkan
di Desa Panyiuran Amuntai.
Diantara kalam beliau:
“Segala sesuatu
itu tentu mempunyai ciri dan pakaian. Seorang muslim itu ibarat seorang polisi.
Seorang polisi misalnya, apabila dia memakai seragam, lambang kepangkatan dan
bahkan pistol, maka orang mengatakan dia seorang polisi. Kemudian, apabila
polisi tersebut dengan segala atributnya (cirinya) turun kejalan mengatur lalu
lintas, maka akan tertiblah lalu lintas, kendaraan tidak bertabrakan, dan
pemakai jalan juga akan aman dan selamat. Tetapi, apabila polisi yang telah
berseragam lengkap tersebut tidak mau menjalankan tugasnya mengatur lalu
lintas, maka tidak dapat dihindari lagi akan dapat menimbulkan kemacetan lalu
lintas, kesemrawutan, kecelakaan,bahkan dapat meminta korban nyawa. Begitu pula
halnya dengan kehidupan seorang muslim. Pakaian (ciri) seorang muslim adalah
shalat, puasa,zakat dan haji. Apabila seseorang itu sudah shalat, puasa, haji
dan sebagainya, maka dikatakanlah dia seorang muslim (beragama Islam).
Kemudian, apabila dia mau menjalankan tugas tabligh dan dakwah, maka akan
makmurlah dunia dan akan selamatlah seluruh manusia. Namun, apabila ummat Islam
(muslim) tidak mau menjalankan tugas dakwah ini, maka asbab (sebab) hidayah
tidak akan turun, terjadi banyak bala bencana, dan kemaksiatan merajalela.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar