Senin, 10 April 2017

KH. NUR SALIM SAFRAN



KH. Nur Salim Safran, Lc lahir di Desa Panyiuran, Amuntai, Selasa, 1 Juli 1952 M (Bertepatan dengan 8 Syawal 1371 H). Setelah tamat MI Sulamun Najah, beliau melanjutkan  ke PGAP 4 tahun di Telaga Silaba, kemudian melanjutkan ke PGAN Rakha di Amuntai. Setelah menyelesaikan sarjana muda pada fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Amuntai, beliau mengabdikan diri di pesantren Rakha Amuntai. Tidak berapa lama, beliau mendapat beasiswa dari yayasan untuk melanjutkan studi ke Universitas Ummul Qurra, Mekkah, Saudi Arabia, hingga memperoleh gelar Lc.
Beliau pernah menjadi pendidik di PGAP 4 tahun di Telaga Silaba, Sekolah Persiapan (SP) IAIN Antasari di Amuntai. Disamping jadi guru beliau juga menjadi Kepala Madrasah Aliyah Normal Islam Putera Amuntai (1986-1990), dan Pembantu III Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Rakha Amuntai.
Suara beliau bersih, sehingga kalau beliau menjadi imam, kadang membuat jamaah ikut menangis. Keikutsertaan beliau dalam Jamaah Tabligh turut memberi warna dalam pengembangan dakwah Islam. Berbagai Negara seperti Malaysia, Thailand dan Bangladesh pernah beliau kunjungi untuk dakwah.
Beliau meninggal di Ponpes Al-Falah, Tamburu, Jawa Tengah  pada Jum’at pagi, 1 Mei 2001.  Sebelumnya  beliau usai mengikuti Musyawarah Jama’ah Tabligh di Jakarta. Beliau dimakamkan di Desa Panyiuran Amuntai.


Diantara kalam beliau:

“Segala sesuatu itu tentu mempunyai ciri dan pakaian. Seorang muslim itu ibarat seorang polisi. Seorang polisi misalnya, apabila dia memakai seragam, lambang kepangkatan dan bahkan pistol, maka orang mengatakan dia seorang polisi. Kemudian, apabila polisi tersebut dengan segala atributnya (cirinya) turun kejalan mengatur lalu lintas, maka akan tertiblah lalu lintas, kendaraan tidak bertabrakan, dan pemakai jalan juga akan aman dan selamat. Tetapi, apabila polisi yang telah berseragam lengkap tersebut tidak mau menjalankan tugasnya mengatur lalu lintas, maka tidak dapat dihindari lagi akan dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas, kesemrawutan, kecelakaan,bahkan dapat meminta korban nyawa. Begitu pula halnya dengan kehidupan seorang muslim. Pakaian (ciri) seorang muslim adalah shalat, puasa,zakat dan haji. Apabila seseorang itu sudah shalat, puasa, haji dan sebagainya, maka dikatakanlah dia seorang muslim (beragama Islam). Kemudian, apabila dia mau menjalankan tugas tabligh dan dakwah, maka akan makmurlah dunia dan akan selamatlah seluruh manusia. Namun, apabila ummat Islam (muslim) tidak mau menjalankan tugas dakwah ini, maka asbab (sebab) hidayah tidak akan turun, terjadi banyak bala bencana, dan kemaksiatan merajalela.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar