Dr. H. Bahruni
Inas, lahir di Haur Gading, Amuntai, Sabtu, 25 April 1953 M (bertepatan dengan 10 Sya'ban 1372 H). Beliau adalah doctor kedua
setelah Habib Quraisy Shihab (mantan Menteri Agama RI) dalam bidang tafsir
hadits.
Beliau menimba
ilmu di Mesir selama 16 tahun. Alumnus Universitas Al- Azhar ini mengabdikan
diri menjadi dosen pada program sarjana dan pasca sarjana IAIN Antasari
Banjarmasin (2000- sampai akhir hayat).
Beliau
meninggal pada hari Jum’at 30 Mei 2003 M (28 Rabiul Awal 1424 H) di makamkan di
desa Haur Gading.
Diantara kalam beliau:
“Kita adalah
individu yang harus thalabul ilmi (menuntut ilmu) bukan hanya
mengandalkan informasi dari orang lain. Kita harus mencari ilmu pengetahuan
yang wajib kita ketahui, kalau tidak maka dikatakan kurang”.
“Sebetulnya
keimanan itu harus selalu dilakukan pengulangan dan pembaharuan, tujuannya
untuk menambah gairah kita bekerja dan menghadapi hari akhir. Orang-orang
Indonesia sekarang kelihatannya telah
lupa pada sasaran akhirnya, bahagia di dunia dan bahagia di akherat, mereka cenderung
melihatnya sebagai persoalan
belakangan”.
“Nahwu dan sharaf yang ada dalam al-Qur’an sudah
baku tidak bisa dirubah walaupun
ada bahasa al-Qur’an yang tidak
sesuai dengan kaidah nahwu. Contohnya kata “alaihum”
yang menurut nahwu tidak sesuai bahasa yang benar “alaihim”. Tetapi “alaihum”
dibiarkan karena takdirnya seperti itu. Jadi keaslian al-Qur’an memang selalu
terjaga hingga akhir zaman nanti walau ada yang mencoba memalsukan tetap akan
ketahuan”.
“Dalam
al-Qur’an sudah diterangkan secara detail. Pertama kali Tuhan mengatakan
tentang langit, menurut-Nya langit itu kami buat dengan tangan Kami, dengan
kekuasaan dan kami pula yang menjaganya. Pada ayat yang lain dijelaskan langit
itu hancur. Pada awalnya dikatakan sangat kuat dan tidak pernah terjadi
kerusakan, tetapi akhirnya hancur juga. Artinya ada penciptaaan dengan kekuatan
dan akhirnya hancur. Ini menandakan segala yang ada pasti akan hancur. Juga
manusia”
“Apa arti
nikmat kalau hanya untuk dikumpul dan ditumpuk. Nikmat akan punya arti bila
digunakan dijalan agamanya”.
“Istighfar itu
memurahkan rezeki. Rasulullah yang dijamin tidak berdosa lagi beristighfar 100
kali sehari. Mohonlah ampun untuk diri kita sendiri, kedua ibu bapak, supaya
anak-anak kita akan memohonkan ampun
untuk kita sebagai orang tua”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar