Senin, 10 April 2017

KH.BAHRUNI INAS



Dr. H. Bahruni Inas, lahir di Haur Gading, Amuntai, Sabtu, 25 April 1953 M (bertepatan dengan 10 Sya'ban 1372 H). Beliau adalah doctor kedua setelah Habib Quraisy Shihab (mantan Menteri Agama RI) dalam bidang tafsir hadits.

Beliau menimba ilmu di Mesir selama 16 tahun. Alumnus Universitas Al- Azhar ini mengabdikan diri menjadi dosen pada program sarjana dan pasca sarjana IAIN Antasari Banjarmasin (2000- sampai akhir hayat).
Beliau meninggal pada hari Jum’at 30 Mei 2003 M (28 Rabiul Awal 1424 H) di makamkan di desa Haur Gading.



Diantara kalam beliau:


“Kita adalah individu yang harus thalabul ilmi (menuntut ilmu) bukan hanya mengandalkan informasi dari orang lain. Kita harus mencari ilmu pengetahuan yang wajib kita ketahui, kalau tidak maka dikatakan kurang”.

“Sebetulnya keimanan itu harus selalu dilakukan pengulangan dan pembaharuan, tujuannya untuk menambah gairah kita bekerja dan menghadapi hari akhir. Orang-orang Indonesia sekarang kelihatannya  telah lupa pada sasaran akhirnya, bahagia di dunia dan bahagia di akherat, mereka cenderung melihatnya  sebagai persoalan belakangan”.

“Nahwu dan  sharaf yang ada  dalam al-Qur’an  sudah  baku tidak bisa dirubah walaupun  ada  bahasa al-Qur’an yang tidak sesuai dengan kaidah nahwu. Contohnya kata “alaihum” yang menurut nahwu tidak sesuai bahasa yang benar “alaihim”. Tetapi “alaihum” dibiarkan karena takdirnya seperti itu. Jadi keaslian al-Qur’an memang selalu terjaga hingga akhir zaman nanti walau ada yang mencoba memalsukan tetap akan ketahuan”.

“Dalam al-Qur’an sudah diterangkan secara detail. Pertama kali Tuhan mengatakan tentang langit, menurut-Nya langit itu kami buat dengan tangan Kami, dengan kekuasaan dan kami pula yang menjaganya. Pada ayat yang lain dijelaskan langit itu hancur. Pada awalnya dikatakan sangat kuat dan tidak pernah terjadi kerusakan, tetapi akhirnya hancur juga. Artinya ada penciptaaan dengan kekuatan dan akhirnya hancur. Ini menandakan segala yang ada pasti akan hancur. Juga manusia”

“Apa arti nikmat kalau hanya untuk dikumpul dan ditumpuk. Nikmat akan punya arti bila digunakan dijalan agamanya”.

“Istighfar itu memurahkan rezeki. Rasulullah yang dijamin tidak berdosa lagi beristighfar 100 kali sehari. Mohonlah ampun untuk diri kita sendiri, kedua ibu bapak, supaya anak-anak kita akan memohonkan  ampun untuk kita sebagai orang tua”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar